BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Geografi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang lokasi tentang persamaan dan
perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi. Kata geografi berasal dari bahasa
Yunani yaitu gêo (Bumi) dan graphein (tulisan atau menjelaskan).
Regional yaitu suatu
wilayah yang secara jelas teridentifikasi meskipun sebenarnya untuk wilayah
tersebut relatif tergantung pada konteks waktu, selain itu unsur yang mendorong
identifikasi diri adalah secara sejarah dan juga geografisnya serta aktivitas
yang dilakukan terutama di bidang ekonomi.
Jadi geografi regional indonesia merupakan suatu studi yang mempelajari tentang variasi
penyebaran gejala dalam ruang pada suatu wilayah tertentu baik secara lokal,
negara maupun wilayah yang luas seperti benua. Geografi Regional mempelajari
suatu hubungan yang bertautan antara aspek-aspek fisik dengan aspek
manusia dan kaitan keruangan di suatu wilayah/region tertentu.
Karakteristik regional ada berdasarkan
karakteristik fisik dan sosialnya. Adapun karakteristik fisik yaitu seperti
keadaan topografi, bentang alam dan lain-lainnya. Sedangkan karakteristik sosial
meliputi bentang budaya, ekonomi, politik dan lain sebagainya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Karakteristik ditinjau dari beberapa
aspek antara lain sebagai berikut :
1. Letak/lokasi
2. Luas
(ukuran) dan bentuk wilayah
3. Relief
dan iklim
4. Geologi
dan geomorfologi
5. Sejarah
6. Penduduk,
budaya dan mata pencaharian
7. Potensi
dan permasalahan utama
C.
MANFAAT
ATAU TUJUAN
Tujuan dari pembahasan makalah ini
adalah mengkaji tentang karakteristik suatu wilayah ditinjau dari beberapa
aspek antara lain sebagai berikut :
1.
Letak/lokasi
2.
Luas (ukuran) dan bentuk wilayah
3.
Relief dan iklim
4.
Geologi dan geomorfologi
5.
Sejarah
6.
Penduduk, budaya dan mata pencaharian
7. Potensi
dan permasalahan utama
BAB II
DASAR TEORI
A.
PENGERTIAN ILMU GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA
Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan
(variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi. Kata geografi berasal dari bahasa
Yunani yaitu gêo (Bumi) dan graphein (tulisan atau menjelaskan).
Regional yaitu wilayah yang jelas
teridentifikasi meskipun sebenarnya untukwilayah tersebut relatif tergantung
konteks waktu selain itu unsur yang mendorong identifikasi diri adalah secara
sejarah dan juga geografisnya serta aktivitas yang dilakukan terutama di bidang
ekonomi.
Jadi
geografi regional indonesia ialah suatu
studi tentang variasi penyebaran gejala dalam ruang pada suatu wilayah tertentu
baik secara lokal, negara maupun wilayah yang luas seperti benua. Geografi
Regional mempelajari hubungan yang bertautan antara aspek-aspek fisik
dengan aspek manusia dan kaitan keruangan di suatu wilayah/region tertentu.
B.
PENGERTIAN KARAKTERISTIK REGIONAL
Karakteristik regional ada berdasarkan karakteristik
fisik dan sosial. Adapun karakteristik fisik seperti keadaan topografi, bentang
alam dan lain-lainnya. Sedangkan karakteristik sosial meliputi bentang budaya,
ekonomi, politik dan lain sebagainya.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Analisis
Kajian Regional di Wilayah Aceh
1. Letak/lokasi
a. Absolute/letak
astronomis
Letak astronomis Banda
Aceh adalah 05°16' 15" - 05° 36' 16" Lintang Utara dan 95° 16' 15" -
95° 22' 35" Bujur Timur
dengan tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan laut.
b. Relatif/letak
geografis
Kota
Banda Aceh terdiri dari 9 Kecamatan dan 90 Desa. Luas wilayah administratif
Kota Banda Aceh sebesar 61.359 Ha atau kisaran 61, 36 Km2 dengan batas-batas
sebagai berikut :
Utara
|
Selat
Malaka
|
Selatan
|
Kecamatan
Darul Imarah Dan Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh besar
|
Timur
|
Kecamatan
Barona Jaya Dan Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar
|
Barat
|
Kecamaan
Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar
|
Tabel Letak Geografis, 2011
Nama Daerah
|
Provinsi Aceh
|
Status
|
Otonomi Khusus
|
Letak
|
01O 58’ 37,2” - 06 O 04’
33,6” LU
|
|
94 O 57’ 57,6” – 98 O 17’
13,2” BT
|
Luas Daerah
|
56.770,81 Km2
|
Tinggi Rata-Rata
|
125 M di Atas Permukaan Laut
|
Batas-Batas Daerah
|
|
Sebelah Utara
|
Selat Malaka
|
Sebelah Selatan
|
Propinsi Sumatera Utara
|
SebelahTimur
|
Selat Malaka
|
Sebelah Barat
|
Samudera Indonesia
|
Daerah Melingkupi
|
119 Pulau
|
|
35 Gunung
|
|
73 Sungai Penting
|
Jumlah Daerah Tk.II
|
18 Kabupaten
|
|
5 Kota
|
Jumlah Kecamatan
|
284 kecamatan
|
Jumlah Mukim
|
755 mukim
|
Gampong
|
6.450 gampong
|
Secara geografi kecamatan-kecamatan di wiliyah Kabupaten Aceh berbatasan
langsung dengan Samudera Indonesia. Pada jalur ini disepanjang pantai juga
merupakan tempat permukiman penduduk yang terpadat dibandingkan dengan daerah
pemukiman yang jauh dari pantai. Pada jaringan jalan yang menyusuri pinggir
pantai yang menghubungkan Banda Aceh dengan kota-kota di bagian barat dan
selatan provinsi ini juga menjadi salah satu faktor yang sangat mendukung bagi
penduduk untuk membangun suatu permukiman di sepanjang pantai. Pusat-pusat
perdagangan dan berbagai aktivitas perekonomian lainnya pun pada umumnya bertempat/berlokasi
di kota-kota kecamatan yang berada di sepanjang pantai wilayah ini. Sampai saat
ini pun, ada 16 pulau yang terdata dan mempunyai nama. Pulau-pulau tersebut
tersebar di empat kecamatan. Terdapat juga dua danau/rawa yang terletak di
Kecamatan Teunom dan Panga.
2. Luas
dan Bentuk Wilayah
a. Luas
wilayah
Luas wilayah Provinsi Aceh adalah
57.948,94 km2. Provinsi Aceh yang beribukota di Banda Aceh, terdiri dari 18
kabupaten dan 5 kota, 280 kecamatan, 755 Mukim, dan 6.423 Gampong atau Desa.
Kabupaten dan kota di provinsi Aceh yaitu Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh
Barat daya, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Selatan,
Kabupaten Aceh Singkil, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Tengah,
Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten
Aceh Bener Meriah, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Nagan
Raya, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Simeulue, Kota Banda
Aceh, Kota Langsa, Kota Lhokseumawe, Kota Sabang, dan Kota Subulussalam.
Pulau
dan Sungai
Provinsi
Aceh memiliki 119 buah pulau, 73 sungai yang besar dan 2 buah danau. Karena
letak geografisnya, Aceh memiliki beberapa pelabuhan laut. Selain itu, Aceh
juga menjadi salah satu pintu gerbang masuk pedagang-pedagang ke wilayah
Indonesia. Beberapa pelabuhan laut yang dijadikan sebagai pintu masuk antara
lain, Malahayati-Krueng Raya, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa.
3. Relief
dan Iklim
Aceh beriklimkan tropis. Artinya dalam
setahun terdiri atas musim kering (Maret- Agustus) dan musim hujan (September –
Februari). Kelembaban Udara di wilayah provinsi Aceh mencapai 79%, dengan rata
rata curah hujan adalah 131,4 mm. Di daerah pesisir, curah hujan berkisar
antara 1.000 - 2.000 mm dan di dataran tinggi dan pantai barat selatan antara
1.500 - 2.500 mm. Penyebaran hujan ke semua daerah tidak sama, di daerah
dataran tinggi dan pantai barat selatan relatif lebih tinggi. Rata-rata suhu
udara mencapai 26,9°C dengan rata-rata suhu udara maksimum 32,5° C dan
minimumnya yaitu 22,9°C, serta tekanan udara mencapai 1.008,8 atm.
4. Geologi
dan Geomorfologi
a. Tanah
Asosiasi
tanah di Aceh menyebar sesuai dengan penyebaran geologinya. Jenis tanah antara
lain:
- Organosol dan gle humus,
- Aluvial,
- Hidromorf kelabu,
- Regosol,
- Podsolik merah kuning,
- Rensina,
- Andosol,
- Latosol,
- Komplek podsolik merah kuning dan litosol,
- Komplek podsolik merah kuning, litosol dan latosol,
- Komplek podsolik coklat, podsol dan litosol, dan
- Jenis komplek rensina dan litosol
- Organosol dan gle humus,
- Aluvial,
- Hidromorf kelabu,
- Regosol,
- Podsolik merah kuning,
- Rensina,
- Andosol,
- Latosol,
- Komplek podsolik merah kuning dan litosol,
- Komplek podsolik merah kuning, litosol dan latosol,
- Komplek podsolik coklat, podsol dan litosol, dan
- Jenis komplek rensina dan litosol
b. Batuan
Berdasarkan
Peta geologi, Jenis-jenis batuan yang terdapat di Aceh diantaranya :
- Batuan sedimen alluvium,
- Batuan vulkanik, dan
- Batuan Pluton
- Batuan sedimen alluvium,
- Batuan vulkanik, dan
- Batuan Pluton
5. Sejarah
Banda Aceh sebagai ibukota Kesultanan Aceh
Darussalam berdiri pada abad ke-14. Kesultanan Aceh
Darussalam dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan Hindu dan
Budha yang pernah ada sebelumnya, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra
Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura (Indrapuri). Dari batu
nisan Sultan Firman Syah, salah seorang sultan yang pernah memerintah
Kesultanan Aceh, didapat keterangan bahwa Kesultanan Aceh beribukota di
Kutaraja (Banda Aceh). (H. Mohammad Said a, 1981:157).
Kemunculan Kesultanan Aceh Darussalam yang beribukota di Banda Aceh tidak
lepas dari eksistensi Kerajaan Islam Lamuri.
Pada akhir abad ke-15, dengan terjalinnya suatu hubungan baik dengan kerajaan
tetangganya, maka pusat singgasana Kerajaan Lamuri
dipindahkan ke Meukuta Alam (Rusdi Sufi & Agus Budi Wibowo a, 2006:72-73).
Lokasi istana Meukuta Alam berada di wilayah Banda Aceh.
Sultan Ali Mughayat Syah memerintah Kesultanan Aceh
Darussalam yang beribukota di Banda Aceh, hanya selama 10 tahun. Menurut
prasasti yang ditemukan dari batu nisan Sultan Ali Mughayat Syah, pemimpin
pertama Kesultanan Aceh
Darussalam ini meninggal dunia pada 12 Dzulhijah Tahun 936 Hijriah
atau bertepatan dengan tanggal 7 Agustus 1530 Masehi. Kendati masa pemerintahan
Sultan Mughayat Syah relatif singkat, namun ia berhasil membangun Banda Aceh sebagai pusat peradaban Islam di Asia
Tenggara. Pada masa ini, Banda Aceh telah berevolusi menjadi salah satu kota
pusat pertahanan yang ikut mengamankan jalur perdagangan maritim dan lalu
lintas jemaah haji dari perompakan yang dilakukan armada Portugis.
Pada masa Sultan Iskandar Muda,
Banda Aceh tumbuh kembali sebagai pusat
perdagangan maritim, khususnya untuk komoditas lada yang saat itu sangat tinggi
permintaannya dari Eropa. Iskandar Muda menjadikan Banda Aceh sebagai taman
dunia, yang dimulai dari komplek istana. Komplek istana Kesultanan Aceh juga
dinamai Darud Dunya (Taman Dunia).
Pada masa agresi Belanda yang kedua, terjadi evakuasi besar-besaran
pasukan Aceh keluar dari Banda Aceh yang kemudian dirayakan oleh Van Swieten
dengan memproklamirkan jatuhnya kesultanan Aceh dan mengubah nama Banda Aceh
menjadi Kuta Raja. Setelah masuk dalam pangkuan Pemerintah Republik Indonesia baru sejak 28 Desember 1962
nama kota ini kembali diganti menjadi Banda Aceh berdasarkan Keputusan Menteri
Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei
1963
No. Des 52/1/43-43
Pada tanggal 26 Desember 2004,
kota ini dilanda gelombang pasang tsunami yang
diakibatkan oleh gempa 9,2 Skala Richter di Samudera Indonesia.
Bencana ini menelan ratusan ribu jiwa penduduk dan menghancurkan lebih dari 60%
bangunan kota ini. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan Pemerintah Kota
Banda Aceh, jumlah penduduk Kota Banda Aceh hingga akhir Mei 2012 adalah
sebesar 248.727 jiwa.
6. Penduduk,
budaya dan mata pencaharian
·
Penduduk
Jumlah Penduduk
Propinsi Aceh berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk tahun 2010 adalah
4.437.198 orang, yang terdiri atas 2.243.578 laki-laki dan 2.242.992 perempuan.
Penyebaran penduduk Aceh masih bertumpu di Kabupaten Aceh Utara yakni sebesar
11,81%, kemudian diikuti oleh Kabupaten Bireuen dan Pidie yang masing-masing
sebesar 8,67 dan 8,43%, sedangkan kabupaten lainnya di bawah 8%. Rata-rata
tingkat kepadatan penduduk Aceh adalah sebanyak 77 orang/km². Daerah yang
paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Banda Aceh yakni
sebanyak 3.654 orang/km² sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Gayo
Lues yakni sebanyak 14 orang/km². Sebaran penduduk berdasarkan wilayah (pesisir
Timur, pesisir Barat - Selatan dan Kawasan Tengah), wilayah pesisir Timur Aceh,
Kabupaten Aceh Utara, Bireuen, dan Pidie merupakan tiga kabupaten dengan urutan
teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yang masing-masing berjumlah
529.746 orang, 389.024 orang, dan 378.278 orang. Kabupaten Aceh Selatan merupakan
yang paling banyak penduduknya untuk wilayah pesisir Barat Selatan, yakni
sebanyak 202.003 orang, sementara itu untuk kawasan tengah, penduduk yang
paling banyak ditemui terdapat di Kabupaten Aceh Tenggara dengan jumlah
penduduk mencapai 178.852 orang. Rata-rata tingkat kepadatan penduduk Aceh
adalah sebanyak 77 orang/km².
Tabel kependudukan di wilayah Aceh
No
|
Kabupaten/ Kota
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
Rata-rata Pertumbuhan Penduduk
|
1
|
Simeulue
|
81.127
|
81.127
|
82.344
|
82.962
|
83.584
|
0,81
|
2
|
Aceh Singkil
|
94.961
|
100.265
|
102.505
|
106.513
|
110.677
|
3,44
|
3
|
Aceh
Selatan
|
209.853
|
210.111
|
215.315
|
218.114
|
220.949
|
2,14
|
4
|
Aceh Tenggara
|
174.371
|
175.501
|
177.024
|
178.366
|
179.718
|
0,76
|
5
|
Aceh
Timur
|
313.333
|
332.915
|
340.728
|
355.373
|
370.648
|
3,04
|
6
|
Aceh Tengah
|
170.766
|
182.533
|
189.298
|
199.328
|
209.889
|
4,29
|
7
|
Aceh
Barat
|
152.557
|
153.396
|
158.499
|
161.571
|
164.703
|
1,51
|
8
|
Aceh Besar
|
307.362
|
310.107
|
312.762
|
315.497
|
318.257
|
0,92
|
9
|
Pidie
|
373.234
|
380.382
|
386.053
|
392.628
|
399.314
|
1,81
|
10
|
Bireuen
|
355.989
|
357.564
|
359.032
|
360.563
|
362.101
|
0,47
|
11
|
Aceh
Utara
|
510.494
|
517.741
|
532.537
|
543.926
|
555.559
|
1,72
|
12
|
Aceh Barat Daya
|
121.302
|
123.101
|
124.813
|
126.606
|
128.426
|
1,49
|
13
|
Gayo
Lues
|
74.312
|
74.794
|
75.165
|
75.595
|
76.028
|
0,63
|
14
|
Aceh Tamiang
|
239.451
|
239.899
|
241.734
|
242.885
|
244.041
|
0,34
|
15
|
Nagan
Raya
|
124.141
|
124.340
|
125.425
|
126.073
|
126.724
|
0,39
|
16
|
Aceh Jaya
|
70.673
|
75.597
|
82.904
|
89.799
|
97.267
|
7,90
|
17
|
Bener
Meriah
|
111.040
|
112.549
|
114.464
|
116.216
|
117.994
|
1,51
|
18
|
Pidie Jaya
|
128.446
|
130.906
|
135.345
|
138.936
|
142.622
|
2,44
|
19
|
Banda
Aceh
|
219.659
|
217.918
|
212.241
|
208.635
|
205.091
|
2,13
|
20
|
Sabang
|
29.144
|
29.221
|
29.184
|
29.204
|
29.224
|
0,10
|
21
|
Langsa
|
140.005
|
140.260
|
140.415
|
140.620
|
140.826
|
0,12
|
22
|
Lhokseumawe
|
158.169
|
158.760
|
159.239
|
159.777
|
160.316
|
0,34
|
23
|
Subulussalam
|
63.444
|
64.256
|
66.451
|
68.011
|
69.608
|
2,41
|
Total
|
4.223.833
|
4.293.915
|
4.363.477
|
4.437.198
|
4.513.565
|
v Suku
bangsa
Aceh memiliki 13 suku bangsa asli. Yang terbesar adalah Suku Aceh yang mendiami wilayah pesisir mulai dari
Langsa di pesisir timur utara sampai dengan Trumon
di pesisir barat selatan. Etnis kedua terbesar adalah Suku Gayo yang mendiami wilayah pegunungan tengah
Aceh. Selain itu juga dijumpai suku-suku lainnya seperti, Aneuk Jamee di pesisir barat dan selatan, Singkil dan Pakpak di Subulussalam dan Singkil, Alas di Aceh Tenggara, Kluet di Aceh Selatan dan Tamiang di Tamiang.
Suku Devayan mendiami wilayah selatan Pulau Simeulue sedangkan Suku Sigulai dan Suku Lekon di utaranya. Suku Haloban dan Suku Nias terdapat di Pulau Banyak. Hasil sensus penduduk tahun 2000
menunjukkan hasil sebagai berikut: Aceh (50,32%), Jawa (15,87%), Gayo (11,46%), Alas (3,89%), Singkil (2,55%), Simeulue (2,47%), Batak (2,26%), Minangkabau (1,09%), Lain-lain (10,09%).
v Agama
Sebagian besar penduduk di Aceh menganut agama Islam.
Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh hanya suku Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam.
Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agama Kristen yang dianut oleh pendatang suku Batak
dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku Hakka. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut
agama Konghucu. Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan
dengan provinsi yang lain, karena di provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar
warganya yang menganut agama Islam, berdasar UU No.18/2001. Kalangan
intelektual Aceh sendiri masih memperdebatkan apakah yang diberlakukan di Aceh
sudah benar-benar syariat atau itu cuma karena alasan politis saja. Alasan yang
juga kemudian disebutkan adalah kondisi konkret ketika itu berkenaan dengan
politik, polemik di kalangan jumhur ulama soal bisa tidaknya hukum Islam
diproduksi pasca kenabian selain persoalan dualisme aliran dalam Islam, dua
aliran besar dalam tradisi tafsir hukum Islam.
v Budaya
Provinsi Aceh memiliki tiga belas suku, yaitu Aceh (mayoritas), Tamiang
(Aceh Timur Bagian Timur), Alas (Aceh Tenggara), Aneuk Jamee (Aceh Selatan),
Naeuk Laot, Semeulu dan Sinabang (Semeulue), Gayo (Bener Meriah, Aceh Tengah
dan Gayo Lues), Pakpak, Lekon, Haloban dan Singkil (Aceh Singkil), Kluet (Aceh
Selatan), Masing-masing suku mempunyai budaya, bahasa dan pola pikir
masing-masing.
Aceh merupakan kawasan yang sangat kaya dengan seni budaya galibnya
wilayah Indonesia lainnya. Aceh mempunyai aneka seni budaya yang khas seperti
tari-tarian, dan budaya lainnya seperti:
ü Sastra
·
Bustanussalatin
·
Hikayat Malem Diwa
·
Legenda Amat Rhang Manyang
·
Legenda Putroe Neng
·
Legenda Magasang dan Magaseueng
ü Senjata tradisional
Rencong adalah senjata tradisional Aceh, bentuknya menyerupai huruf L, dan bila
dilihat lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan bismillah. Rencong termasuk dalam kategori dagger
atau belati (bukan pisau
ataupun pedang).
Selain rencong, bangsa Aceh juga memiliki beberapa senjata khas lainnya,
seperti Sikin Panjang,
Perisai Awe, Perisai Teumaga, siwah, geuliwang
dan peudeueng.
ü Rumah Tradisional
Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah
panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah
Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh
(serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1
bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur).
ü Tarian
Tari
Saman dari Gayo Lues
Provinsi Aceh yang memiliki setidaknya 10 suku bangsa, memiliki kekayaan
tari-tarian yang sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian
yang terkenal di tingkat nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang
berasal dari Aceh, seperti Tari Rateb Meuseukat
dan Tari Saman.
o Tarian Suku Aceh
·
Tari Pho
o Tarian Suku Gayo
o Tarian Suku Alas
o Tarian Suku Melayu Tamiang
·
Mata pencaharian
v Sumber daya alam
·
Gas alam
·
Emas
·
Hutan
·
Kayu
·
Kopi
·
Ikan
·
Kakao
·
Pinang
v Industri
Aceh memiliki sejumlah industri besar di antaranya
v Pertambangan
·
Emas di Woyla, Seunagan, Aceh Barat;
Pisang Mas di Beutong, Payakolak, Takengon Aceh Tengah
·
Batubara di Kaway XI, di Semayan di Aceh
Barat,
·
Batu gamping di Tanah Greuteu, Aceh
Besar; di Tapaktuan
v Sektor Perkebunan
Secara umum, bentuk perkebunan yang terdapat di Aceh terbagi
dua, yaitu perkebunan besar, yang dimiliki oleh Perusahaan Swasta Nasional dan
Perkebunan Rakyat. Perkebunan Swasta Nasional biasanya mengajukan Izin Hak Guna
Usaha (HGU) untuk mendapatkan lahan perkebunannya dalam jangka waktu > 30
Tahun dan dengan luas diatas 5.000 ha. Sedangkan Perkebunan Rakyat status tanah
biasanya adalah hak milik yang diusahakan turun temurun. Luas tanah biasanya
berkisar antara 1-3 ha. Luas perkebunan di Aceh 66 % diantaranya adalah
perkebuan besar dan sisanya 34% adalah perkebunan kecil yang diusahakan oleh
rakyat.
v Sektor Perikanan
Wilayah pesisir di propinsi Aceh mempunyai panjang garis
pantai 1.660 km, dengan luas wilayah perairan laut seluas 295.370 km terdiri
dari laut wilayah (perairan teritorial dan perairan kepulauan) 56.563 km, dan
zona ekonomi eksklusif (ZEE) 238.807 km. Sektor perikanan dari seri serapan
tenaga kerja menyerap 257.300 jiwa yang terdiri dari 4 (empat) sektor yaitu:
sektor penangkapan, sektor budidaya, sektor pengolahan, dan sektor pemasaran
hasil perikanan.
Sektor penangkapan terdiri dari nelayan tetap dan nelayan
tidak tetap sebanyak 164.080 jiwa, sektor budidaya sebanyak 56.300 jiwa, sektor
pengolahan sebanyak 20.670 jiwa, dan sektor pemasaran hasil perikanan melalui
penjual ikan (mugee eungkoet) mencapai 16.250 jiwa. Dinas kelautan dan
perikanan propinsi Aceh telah melakukan penentuan tempat-tempat pertumbuhan
untuk berbagai sub di sektor perikanan yang disebut dengan pusat pertumbuhan.
Sub sektor-sub sektor tersebut adalah:
§ Perikanan
tangkap meliputi wilayah Banda Aceh, Aceh Besar, Sabang dan sekitarnya.
§ Budidaya air tawar meliputi wilayah Aceh
Tengah, termasuk Bener Meriah dan Gayo Lues, selain Aceh Tengah sendiri.
§ Budidaya air payau, yang meliputi wilayah Aceh
Timur, Langsa dan Aceh Tamiang.
§ Budidaya laut, yang di fokuskan di wilayah
pulau Simelue dan sekitarnya.
Dengan adanya pusat-pusat pertumbuhan ini, diharapkan dapat
memacu tingkat perikanan di Propinsi Aceh sekaligus dapat menarik
wilayah-wilayah di sekitar pusat pertumbuhan itu untuk secara bersama-sama
memberi kontribusi dalam meningkatkan jumlah produksi perikanan di Aceh.
v Sektor Peternakan
Ternak Kecil
|
|||
Kabupaten/ Kota
|
Kambing
|
Domba
|
Babi
|
Aceh Besar
|
71.387
|
25.521
|
0
|
Pidie
|
115.01
|
4.673
|
0
|
Bireuen
|
52.969
|
18.973
|
0
|
Aceh Utara
|
110.806
|
19.807
|
0
|
Aceh Timur
|
45.653
|
2.448
|
0
|
Aceh Tamiang
|
12.563
|
2.887
|
0
|
Bener Meriah
|
1.586
|
127
|
0
|
Aceh Tengah
|
3.986
|
783
|
0
|
Gayo Lues
|
3.688
|
2.71
|
0
|
Aceh Tenggara
|
26.189
|
7.944
|
0
|
Aceh Jaya
|
7.618
|
18
|
0
|
Aceh Barat
|
12.093
|
1.011
|
0
|
Nagan Raya
|
63.087
|
15.342
|
0
|
Aceh Barat Daya
|
53.754
|
15.717
|
0
|
Aceh Selatan
|
34.056
|
5.658
|
0
|
Aceh Singkil
|
23.084
|
12.713
|
0
|
Simeulue
|
7.1
|
0
|
0
|
Banda Aceh
|
6.383
|
2.089
|
0
|
Sabang
|
5.221
|
3
|
0
|
Lhokseumawe
|
6.111
|
1.59
|
0
|
Langsa
|
10.869
|
453
|
0
|
JUMLAH
|
673.213
|
140.467
|
0
|
v Sektor Pariwisata
Daerah/obyek wisata di daerah ini tercatat sebanyak 112 buah,
yang terdiri dari wisata alam, wisata budaya dan wisata bahari. Faktor
pendukung adalah keramah tamahan masyarakat Aceh dalam rangka membantu
pengembangan industri pariwisata di Propinsi Aceh. Berdasarkan rencana
pembangunan industri pariwisata di Propinsi Aceh, ibukota Banda Aceh akan
dijadikan sentra industri pariwisata. Semua ini didukung oleh sub-sub sentra
seperti Sigli, Meulaboh dan Tapaktuan. Yang menjadi sentra II adalah Takengaon,
didukung oleh sub-sub seperti Lhokseumawe, Kutacane dan Langsa. Andalan utama
sentra kedua (Takengon) adalah keindahan panorama alam dan danaunya, lokasi
berburu, sumber daya alam, dan keaneka ragaman flora dan faunanya.
7.
Potensi dan permasalahan utama
·
Potensi kayu dan non kayu
Potensi kayu jenis
perdagangan di Provinsi Aceh baik di Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam, Taman Buru, Hutan Lindung, Hutan
Produksi Tetap dan Hutan Produksi mencapai 59,19 juta m3. Secara lebih rinci
potensi kayu jenis perdagangan tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut :
·
Potensi Sektor
Pangan
Potensi
investasi sektor pangan yang terdapat di Propinsi Aceh antara lain jagung dan
perikanan lobster. Beberapa sentra produksi Jagung di Aceh adalah AcehSelatan
dan Aceh Utara, Produksi Jagung seluruh propinsi Aceh pada tahun 2011 adalah
168.861 ton dengan luas area 41.853 Ha dan produktifitas sebesar 40,35 Kw/ha.
Perkebunan
swasta Nasional biasanya mengajukan Izin Hak Guna Usaha (HGU) untuk mendapatkan
lahan perkebunan dalam jangka waktu > 30 tahun dan dengan luas biasanya di
atas 5.000 ha, sedangkan status tanah Perkebunan Rakyat biasanya adalah hak
milik yang di usahakan turun temurun. Luas tanah berkisar antara 1-3 ha. Luas
perkebunan Aceh 66% di antaranya adalah perkebunan besar dan sisanya 34% adalah
perkebunan kecil yang diusahakan oleh rakyat.
·
Potensi panas bumi Bur Ni
Telong
Menurut Direktorat Jenderal Listrik dan
Pemanfaatan Energi, potensi panas bumi Bur Ni Telong adalah sebesar 104 MWe.
·
Potensi bidang energy
Indikasi peluang investasi sector pangan
yang terdapat di PROVINSI ACEH antara lain panas bumi, batu bara, PLTA/PLTMH
dan lain-lain. Tertariknya investor untuk berinvestasi di PROVINSI ACEH akan
bergantung kepada kesiapan infrastruktur fisik, telekomunikasi dan kemudahan
penyiapan energi.
·
Permasalahan ketersediaan
air bersih
Sumber air rumah tangga terdiri dari dua
kelompok yaitu sumber air terlindung (air kemasan, ledeng, pompa dan sumur
terlindung) dan sumber air tidak terlindung (sumur tidak terlindung, mata air
tak terlindung, air sungai). Rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber
air terlindung sebesar 66,6 persen dari total rumah tangga. Penggunaan sumur
gali merupakan sumber air terbesar (60%) yang digunakan oleh rumah tangga di
Aceh. Sisanya menggunakan sumber air Ledeng (23,6%), pompa (4%), air hujan
(3,35%), air kemasan (3,2%), dan lainnya (Profil Kesehatan Aceh, 2009).
Sampai saat ini,
pembangunan sarana dan prasarana air bersih telah ada di 23 kabupaten/kota,
dengan kapasitas terpasang 3.406 liter/detik yang terdiri dari: sarana dan
prasarana air bersih perkotaan dengan kapasitas 1.927 l/dtk; ibu kota kecamatan
(63 IKK) dengan kapasitas 757 l/dtk; dan perdesaan (135 desa) dengan kapasitas
722 L/dtk. Sedangkan sarana dan prasarana air bersih yang beroperasi 2.037
l/dtk, yaitu: air bersih perkotaan 1.507 l/dtk, air bersih IKK 450,5 l/dtk, dan
air bersih perdesaan 79,5 l/dtk. Selanjutnya, instalasi yang tidak beroperasi
berkapasitas 676 l/dtk, yaitu: 476 l/dtk rusak, 200 l/dtk dalam tahap
pembangunan, dan 693 l/dtk tidak diketahui operasionalnya.
·
Permasalahan rasio daya
listrik
Pada umumnya pelayanan listrik Aceh
dilakukan oleh PT. PLN. Pemerintah Aceh hanya memfokuskan melakukan usaha
pelayanan pada daerah-daerah terpencil yang belum terjangkau oleh PT PLN.
Sistem distribusi saat ini telah mampu mendistribusikan energi listrik sampai
pelosok Provinsi Aceh dengan rasio elektrifikasi sampai Desember 2008 sebesar
87,21 persen.
·
Permasalahan utama pada
lahan kritis
Luas lahan kritis di Provinsi Aceh pada
tahun 2007 seluas 459.469,28 ha dengan kategori kritis seluas 393.025,63 ha dan
sangat kritis seluas 66.443,65 ha. Pada tahun 2011 luas lahan kritis di
provinsi Aceh mengalami peningkatan mencapai 460.099,76 ha, dengan kategori
kritis seluas 393.397,03 ha dan sangat kritis seluas 66.702,73 ha. Salah satu
upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi lahan kritis yaitu melalui kegiatan
penanaman dan pemeliharaan satu miliar pohon (OMOT). Pada tahun 2011, melalui
penanaman pada kegiatan penghijauan sebanyak 24.886.789 batang dan penanaman
reboisasi sebanyak 3.808.598 batang.
B.
PROVINSI
SUMATERA UTARA
1. Letak/ Lokasi
Sumatera Utara terletak pada 1° -
4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera
Utara 72.981,23 km².
Batas wilayah:
Utara Provinsi Aceh dan Selat Malaka Selatan Provinsi Riau, Provinsi Sumatera
Barat dan Samudera Indonesia Barat Provinsi Aceh dan Samudera Indonesia Timur
Selat Malaka.
Sumatera
Utara pada dasarnya dapat dibagi atas:
· Pesisir
Timur
· Pegunungan
Bukit Barisan
· Pesisir
Barat
· Kepulauan
Nias
Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling pesat
perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap
daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga merupakan wilayah yang
relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya. Pada masa
kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini termasuk residentie
Sumatra's Oostkust bersama provinsi Riau.
Pada wilayah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit
Barisan. Di pegunungan ini terdapat beberapa wilayah yang menjadi
kantong-kantong konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar Danau
Toba dan Pulau Samosir, merupakan daerah padat
penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau ini.Pesisir barat merupakan
wilayah yang cukup sempit, dengan komposisi penduduk yang terdiri dari
masyarakat Batak, Minangkabau, dan Aceh. Namun secara kultur dan
etnolinguistik, wilayah ini masuk ke dalam budaya dan Bahasa Minangkabau Batas wilayah.
2.
Luas dan Bentuk Wilayah
Sumatera Utara terletak diantara 10-40 Lintang Utara dan 980-1000 Bujur
Timur. Luas wilayah Provinsi Sumatera Utara mencapai 71.680,68 km2 atau 3,72%
dari luas Wilayah Republik Indonesia, dengan posisi geografis antara 10 - 40 LU
dan 980 – 1000 BT.
![http://www.kanwilsumut.djpbn.depkeu.go.id/images/stories/peta.jpg](file:///C:\Users\Toshiba\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image006.jpg)
Provinsi
Sumatera Utara memiliki 162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan 156 pulau
di Pantai Barat. Batas wilayah Provinsi Sumatera Utara meliputi Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam di sebelah Utara, Provinsi Riau dan Sumatera Barat di
sebelah Selatan, Samudera Hindia di sebelah Barat, serta Selat Malaka di
sebelah Timur.Letak geografis Provinsi Sumatera Utara berada pada jalur
strategis pelayaran Internasional Selat Malaka yang dekat dengan Singapura,
Malaysia dan Thailand
3.
Relief dan Iklim
Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan
dataran tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur ditengah-tengah
dari Utara ke Selatan. Kemiringan tanah antara 0 - 12 % seluas 65,51% seluas
8,64 % dan diatas 40 % seluas 24,28 %, sedangkan luas Wilayah Danau Toba
112.920 Ha atau 1,57 %.
Berdasarkan Topografi Daerah Sumatera Utara dibagi atas 3 (tiga) bagian
yaitu bagian Timur dengan keadaan relatif datar, bagian tengah bergelombang
sampai berbukit dan bagian Barat merupakan dataran bergelombang.Wilayah Pantai
Timur yang merupakan dataran rendah seluas 24.921,99 Km2 atau 34,77 persen dari
luas wilayah Sumatera Utara adalah Daerah yang subur, kelembaban tinggi dengan
curah hujan relatif tinggi pula. Wilayah ini memiliki potensi ekonomi yang
tinggi sehingga cenderung semakin padat karena arus migrasi dari wilayah Pantai
Barat dan dataran tinggi.
Daerah Sumatera Utara termasuk iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin
Passat dan angin Muson. Kelembaban udara rata-rata 78%-91%, Curah hujan
(800-4000) mm / Tahun dan penyinaran matahari 43%.
4.
Geologi dan Geomorfologi
Pegunungan sebelah barat graben tengah
terdiri dari batuan massif yang berumur Kuarter dan sejumlah formasi vulkanik
muda,Bukit Barisan Sumatra Utara dekat Sungai Wampu dan Sungai Barumuadi Bukit
Barisan terdapat kulminasi berbentuk khas disebut Batak Timor.
Danau Toba dari geologinya termasuk
vulkano tektonik. Kenampakan morfologi Toba lebih muda dari lembah Asahan.
Lembah Asahan merupakan aliran tuff dan memotong dekat Porsea oleh Kawah Toba.
Pusat patahan blok Toba, setelah runtuh Kawah Toba mengalami patahan.
Kemiringan terus-menerus sepanjang waktu juga dikelilingi blok. Danau Toba
memiliki lebar 500 m dan tinggi 1400 m dari permukaan air danau toba.Volume
kawah sekitar 1000-2000 km3.Daerah sekeliling Toba merupakan lereng curam,
timbunan danau lebih muda yaitu terletak di sebelah barat laut Samosir
Di Sumatra Utara sebelah timur Batak Tumor jarang terdapat endapan
neogen, tetapi di cekungan minyak Aceh, sebelah utara Sungai Wampu,
memperlihatkan kelipatan hebat di sisi Bukit Barisan yang makin ke timur makin
lemah. Hal ini menunjukkan gejala compressive yang berasal dari Bukit Barisan.
Daerah minyak di Sumatera Utara antara lain :
o Rantau
(1929) : produksi kumulatifnya sudah melebihi 100 juta barrel
o Perlak : sudah tua.
o Lapangan
Gas Arun (1971) : produksinya lebih ½ milyar kaki kubik perhari, cadangan sama
dengan 17 triliun, kandungan co2 = 15 %
5.
Sejarah
Pada jaman pemerintahan Belanda,
Sumatera Utara merupakan suatu pemerintahan yang bernama Gouvernement Van
Sumatera yang meliputi seluruh Sumatera yang di kepalai oleh seorang Gubernur
berkedudukan di Medan.
Sumatera Utara terdiri dari
daerah-daerah administratif yang dinamakan keresidenan. Pada Sidang I Komite
Nasional Daerah (KND) Provinsi Sumatera diputuskan untuk dibagi menjadi 3 sub
Provinsi yaitu sub Provinsi Sumatera Utara (yang terdiri dari Keresidenan Aceh,
Keresidenan Sumatera Timur dan Keresidenan Tapanuli), sub Provinsi Sumatera
Tengah dan sub Provinsi Sumatera Selatan.
Melalui Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1948 tanggal 15 April 1948 pemerintah menetapkan Sumatera menjadi 3
Provinsi yang masing-masing berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri yaitu Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Provinsi Sumatera Selatan dan
pada tanggal 15 selanjutnya ditetapkan menjadi hari jadi Provinsi Sumatera
Utara.
Awal tahun 1949 diadakan
reorganisasi pemerintahan di Sumatera. Dengan keputusan Pemerintah Darurat RI
tanggal 17 Mei 1949 Nomor 22/Pem/PDRI jabatan Gubernur Sumatera Utara
ditiadakan, selanjutnya dengan ketetapan Pemerintah Darurat RI tanggal 17
Desember 1949 dibentuk Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli/Sumatera Timur yang
kemudian dengan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1950
tanggal 14 Agustus 1950, ketetapan ini dicabut dan kembali dibentuk Provinsi
Sumatera Utara.
Tanggal 7 Desember 1956 diundangkan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi
Aceh dan perubahan peraturan pembentukan Provinsi Sumatera Utara yang intinya
Provinsi Sumatera Utara wilayahnya dikurangi dengan bagian-bagian yang
terbentuk sebagai Daerah Otonomi Provinsi Aceh.
6.
Penduduk, Budaya dan Mata Pencaharian
o Penduduk
Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di
Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa timur, Jawa Tengah. Menurut hasil
pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990, penduduk Sumatera Utara berjumlah
10,81 juta jiwa, dan pada tahun 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara telah
meningkat menjadi 12,98 juta jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara pada tahun
1990 adalah 143 jiwa per km² dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 178 jiwa per
km². Dengan Laju Pertumbuhan Penduduk dari tahun 2000-2010 sebesar 1,10 persen.Kadar Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sumatera Utara setiap tahunnya tidak
tetap. Pada tahun 2000 TPAK di daerah ini sebesar 57,34 persen,tahun 2001 naik
menjadi 57,70 persen, tahun 2002 naik lagi menjadi 69,45 persen.
o Budaya
suku
Sumatera Utara merupakan provinsi multietnis dengan Batak,
Nias, dan Melayu sebagai penduduk asli
wilayah ini. Daerah pesisir timur Sumatera Utara, pada umumnya dihuni oleh
orang-orang Melayu. Pantai barat dari Barus hingga Natal, banyak bermukim orang
Minangkabau. Wilayah tengah sekitar Danau
Toba, banyak dihuni oleh Suku Batak yang sebagian besarnya beragama Kristen.
Suku Nias berada di kepulauan sebelah barat. Sejak
dibukanya perkebunan tembakau di Sumatera Timur,
pemerintah kolonial Hindia Belanda banyak mendatangkan
kuli kontrak yang dipekerjakan di perkebunan. Pendatang tersebut kebanyakan
berasal dari etnis Jawa dan Tionghoa.
Bahasa
Penduduk Sumatra utara menggunakan
Bahasa Indonesia. Suku Melayu Deli mayoritas menuturkan
Bahasa Indonesia karena kedekatannya dengan Bahasa Melayu
yang menjadi bahasa ibu masyarakat Deli. Pesisir timur seperi wilayah Serdang
Bedagai, Pangkalan Dodek, Batubara, Asahan, dan Tanjung Balai, memakai Bahasa
Melayu dialek "o" begitu juga di Labuhan Batu dengan sedikit
perbedaan ragam. Di Kabupaten Langkat masih menggunakan bahasa Melayu dialek
"e" yang sering juga disebut bahasa Maya-maya. Mayarakat Jawa di
daerah perkebunan, menuturkan Bahasa Jawa sebagai pengantar sehari-hari.
Agama
Agama utama yang dianut penduduk Sumatra utara, antara lain :
o
Islam: terutama dipeluk oleh suku
Melayu, Pesisir, Minangkabau,Jawa, Aceh, suku Batak Mandailing, sebagian Batak
Karo, Simalungun dan Pakpak
o
Kristen (Protestan dan Katolik):
terutama dipeluk oleh suku Batak Karo, Toba, Simalungun, Pakpak, Mandailing dan
Nias
o
Hindu: terutama dipeluk oleh suku Tamil
di perkotaan
o
Buddha: terutama dipeluk oleh suku
Peranakan di perkotaan
o
Konghucu : terutama dipeluk oleh
suku Peranakan di perkotaan
o
Parmalim: dipeluk oleh sebagian suku
Batak yang berpusat di Huta Tinggi
Seni dan budaya
Musik
Musik yang biasa dimainkan di sumtra utara,cenderung tergantung dengan
upacara-upacara adat yang diadakan, tetapi lebih dominan dengan genderangnya.
Seperti pada Etnis Pesisir terdapat serangkaian alat musik yang dinamakan
Sikambang.
Arsitektur
Dalam bidang seni rupa yang menonjoldi sumtra
utara adalah arsitektur rumah
adat yang merupakan perpaduan dari hasil seni pahat dan seni
ukir serta hasil seni kerajinan. Arsitektur rumah adat terdapat dalam
berbagai bentuk ornamen.Pada umumnya bentuk bangunan rumah adat pada kelompok
adat batak melambangkan "kerbau berdiri tegak". Hal ini lebih jelas
lagi dengan menghias pucuk atap dengan kepala kerbau.
Rumah adat etnis Batak, Ruma Batak, berdiri kokoh dan
megah serta masih banyak ditemui di Samosir. Rumah adat Karo
kelihatan besar dan lebih tinggi dibandingkan dengan rumah adat lainnya.
Atapnya terbuat dari ijuk dan biasanya ditambah dengan
atap-atap yang lebih kecil berbentuk segitiga yang disebut "ayo-ayo
rumah" dan "tersek". Dengan atap menjulang berlapis-lapis itu
rumah Karo memiliki bentuk khas dibanding dengan rumah tradisional lainnya yang
hanya memiliki satu lapis atap di Sumatera Utara.
Bentuk rumah adat di daerah Simalungun cukup memikat. Kompleks rumah adat
di desa Pematang Purba terdiri dari beberapa bangunan yaitu rumah bolon, balai
bolon, jemur, pantangan balai butuh, dan lesung. Bangunan khas Mandailing yang
menonjol disebut "Bagas Gadang" (rumah Namora Natoras) dan "Sopo
Godang" (balai musyawarah adat).
Rumah adat di pesisir barat kelihatan lebih megah dan lebih indah
dibandingkan dengan rumah adat lainnya. Rumah adat ini masih berdiri kokoh di
halaman Gedung Nasional Sibolga.
Tarian
Perbendaharaan seni tari tradisional di sumatera utara meliputi berbagai
jenis. Ada yang bersifat magis, berupa tarian sakral, dan ada yang bersifat
hiburan saja yang berupa tari profan. Di samping tari adat yang merupakan
bagian dari upacara adat, tari sakral biasanya ditarikan oleh dayu-datu.
Termasuk jenis tari ini adalah tari guru dan tari tungkat. Datu menarikannya sambil
mengayunkan tongkat sakti yang disebut Tunggal Panaluan.
Tari profan biasanya ialah tari pergaulan muda-mudi yang ditarikan pada
pesta gembira. Tortor ada yang ditarikan saat acara perkawinan. Biasanya
ditarikan oleh para hadirin termasuk pengantin dan juga para muda-mudi. Tari
muda-mudi ini, misalnya morah-morah, parakut, sipajok, patam-patam sering dan
kebangkiung. Tari magis misalnya tari tortor nasiaran, tortor tunggal panaluan.
Tarian magis ini biasanya dilakukan dengan penuh kekhusukan.Selain tarian Batak
terdapat pula tarian Melayu seperti Serampang XII.
Kerajinan
Selain arsitektur,tenunan merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku
Batak. Contoh tenunan ini adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan
kain adat Batak yang digunakan dalam upacara-upacara perkawinan, kematian,
mendirikan rumah, kesenian,dsb. Bahan kain ulos terbuat dari benang kapas atau
rami. Warna ulos biasanya adalah hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna
tertentu. Sedangkan warna lain merupakan lambang dari variasi kehidupan. Pada
suku Pakpak ada tenunan yang dikenal dengan nama oles. Bisanya warna
dasar oles adalah hitam kecokelatan atau putih. Pada suku Karo ada tenunan yang
dikenal dengan nama uis. Bisanya warna dasar uis adalah biru tua dan
kemerahan. Pada masyarakat pesisir barat ada tenunan yang dikenal dengan nama Songket
Barus. Biasanya warna dasar kerajinan ini adalah Merah Tua atau Kuning
Emas.
Makanan khas
Makanan Khas di Sumatera Utara sangat bervariasi, tergantung dari daerah
tersebut. Saksang dan Babi panggang sangat familiar untuk mereka yang
melaksanakan pesta maupun masakan rumah. Misalkan seperti didaerah Pakpak
Dairi, Pelleng adalah makanan khas dengan bumbu yang sangat pedas.
Di tanah
Batak sendiri ada dengke naniarsik yang merupakan ikan yang digulai
tanpa menggunakan kelapa. Untuk cita rasa, tanah Batak adalah surga bagi
pecinta makanan santan dan pedas. Pasituak Natonggi atau uang beli nira
yang manis adalah istilah yang sangat akrab disana, menggambarkan betapa
dekatnya tuak atau nira dengan kehidupan mereka.
o
Mata pencaharian
Pertanian dan perkebunan
Provinsi sumatara utara ini tersohor karena luas perkebunannya, hingga
kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan
tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. BUMN Perkebunan yang
arealnya terdapat di Sumatera Utara, antara lain PT Perkebunan Nusantara II (PTPN
II), PTPN III dan PTPN IV.
Selain itu Sumatera Utara juga tersohor karena luas perkebunannya. Hingga
kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan
tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. Sumatera Utara
menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu
manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat,
Simalungun, Asahan, Labuhanbatu, dan
Tapanuli Selatan.
·
Luas pertanian padi. Pada tahun 2005
luas areal panen tinggal 807.302 hektare, atau turun sekitar 16.906 hektare
dibanding luas tahun 2004 yang mencapai 824.208 hektare. Produktivitas tanaman
padi tahun 2005 sudah bisa ditingkatkan menjadi berkisar 43,49 kwintal
perhektar dari tahun 2004 yang masih 43,13 kwintal per hektare, dan tanaman
padi ladang menjadi 26,26 kwintal dari 24,73 kwintal per hektare. Tahun 2005,
surplus beras di Sumatera Utara mencapai 429 ton dari sekitar 2.1.27 juta ton
total produksi beras di daerah ini.
·
Luas perkebunan karet. Tahun 2002 luas
areal tanaman karet di Sumut 489.491 hektare dengan produksi 443.743 ton.
Sementara tahun 2005, luas areal karet menurun atau tinggal 477.000 hektare
dengan produksi yang juga anjlok menjadi hanya 392.000 ton.
·
Irigasi. Luas irigasi teknis seluruhnya
di Sumatera Utara seluas 132.254 ha meliputi 174 Daerah Irigasi. Sebanyak
96.823 ha pada 7 Daerah Irigasi mengalami kerusakan sangat kritis.
·
Produk Pertanian. Sumatera Utara
menghasilkan karet, cokelat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu
manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat,
Simalungun, Asahan, Labuhanbatu, dan Tapanuli Selatan. Komoditas tersebut telah
diekspor ke berbagai negara dan memberikan sumbangan devisa yang sangat besar
bagi Indonesia. Selain komoditas perkebunan, Sumatera Utara juga dikenal
sebagai penghasil komoditas holtikultura (sayur-mayur dan buah-buahan);
misalnya Jeruk Medan, Jambu Deli, Sayur Kol, Tomat, Kentang, dan Wortel yang
dihasilkan oleh Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara. Produk
holtikultura tersebut telah diekspor ke Malaysia dan Singapura.
Perbankan
Selain bank umum nasional, bank pemerintah serta bank internasional, saat
ini di Sumatra utara juga terdapat 61 unit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan 7
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Data dari Bank Indonesia
menunjukkan, pada Januari 2006, Dana Pihak Ketiga
(DPK) yang diserap BPR mencapai Rp 253.366.627.000 dan kredit mencapai Rp
260.152.445.000. Sedangkan aktiva mencapai Rp 340.880.837.000.
Sarana dan prasarana
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara juga sudah membangun
berbagai prasarana dan infrastruktur untuk memperlancar perdagangan baik antar
kabupaten maupun antar provinsi. Sektor swasta juga terlibat dengan mendirikan
berbagai properti untuk perdagangan, perkantoran, hotel dan lain-lain. Tentu
saja sektor lain, seperti koperasi, pertambangan dan energi,
industri, pariwisata, pos dan telekomunikasi, transmigrasi,
dan sektor sosial kemasyarakatan juga ikut dikembangkan. Untuk memudahkan
koordinasi pembangunan, maka Sumatera Utara dibagi ke dalam empat wilayah
pembangunan.
Pertambangan
Ada tiga
perusahaan tambang terkemuka di Sumatera Utara:
·
Sorikmas Mining (SMM)
·
Newmont Horas Nauli (PTNHN).
·
Dairi Prima Mineral
Transportasi
Di Sumatera Utara terdapat 2.098,05 kilometer jalan negara, yang
tergolong mantap hanya 1.095,70 kilometer atau 52,22 persen dan 418,60
kilometer atau 19,95 persen dalam keadaan sedang, selebihnya dalam keadaan
rusak. Sementara dari 2.752,41 kilometer jalan provinsi, yang dalam keadaan
mantap panjangnya 1.237,60 kilometer atau 44,96 persen, sementara yang dalam
keadaan sedang 558,46 kilometer atau 20,29 persen. Halnya jalan rusak panjangnya
410,40 kilometer atau 14,91 persen dan yang rusak berat panjangnya 545,95
kilometer atau 19,84 persen. Dari sisi kendaraan, terdapat lebih 1,38 juta
kendaraan roda dua dan empat di Sumatera Utara. Dari jumlah itu, sebanyak 873
ribu lebih berada di Kota Medan.
7. Potensi
dan Permasalahan
Provinsi
Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki potensi pertanian cukup besar dan
sebagai lumbung pangan di wilayah Sumatera bagian barat. Hal ini dikarenakan
agroklimat, sumber daya alam dan budaya serta masyarakatnya sebagian besar
bekerja di sektor pertanian khususnya tanaman pangan.
Disamping
letak geografisnya yang sangat strategis, Provinsi Sumatera Utara menjadi salah
satu potensi lokasi pemasaran produk-produk hasil pertanian. Masalah ketahanan
pangan bagi Provinsi Sumut masih menjadi masalah penting, dimana selama ini
menjadi daerah swasembada pangan. Meskipun masih dapat tercapai, namun pada
akhir-akhir ini untuk mempertahankan status swaaembada pangan tersebut amat
sulit karena terus mengalami penurunan.Dengan kata lain, bebrapa tahun terakhir
mengalami kegagalan pada masalah ketahanan pangan.
Rafdinal
mengatakan,ada beberapa penyebab yang memunculkan lemahnya ketahanan pangan ini
mulai adanya kekeliruan dalam pengelolahan lahan-lahan pertanian hingga pada
lemahnya ketersediaan berbagai sarana produksi yang ada.“Sumut merupakan daerah
yang kaya sumber daya alam (SDA), tetapi itu semua belum bisa dimaksimalkan
secara optimal. Akibatnya, perekonomian masyarakat tidak berkembang, terutama
bagi masyarakat kecil miskin yang makin termarginalkan. Kondisi ini sangat
memperhatinkan. Inilah yang membuat saya termotivasi ikut mencalonkan diri
sebagai Dewan Perwakilan Daerah dariDapil Sumut pada pemilu mendatang .
Masalah
pengelolaan lahan pertanian adalah masalah yang relatif sukar untuk ditangani.
Hal ini karena lahan merupakan faktor produksi yang bersifat terbatas, yang
tidak memiliki potensi untuk mendukung produksi pertanian apabila tidak
dikelola manusia. Selain itu lahan pertanian juga bukan lagi menjadi faktor
penting dalam berproduks, mengingat lahan pertanian semakin lama semakin
berkurang luasannya sebagai akibatnya adanya konversi lahan dari pertanian
mendai non pertanian.
Berdasarkan
kondisi tersebut, maka ketahanan pangan akan memumngkinkan untuk tercipta
melalui modifikasi pertanian maupu ketersediaan infrastruktur dan sarana
produksi. Masalah modifikasi produk pertanian meskipun telah dilakukan kajian,
naumn masalah ketersediaan infrastruktur dan sarana produksi pertanian ini
masih terus menjadi bahan diskusi sehingga masih perlu untuk diteliti lebih
akurat.
Hal
ini dikarenakan sarana dan prasarana pertanian merupakan faktor penting yang
sangat menentukan keberhasilan program ketahanan pangan didaerah. Selain itu,
permasalahan tanah, upah buruh, dan tidak berimbangnya pembagian pendapatan
bagi hasil dari hasil perkebunan dan BUMN dengan pemerintah pusat juga menjadi
perhatian penuh Rafdinal kalau dirinya nanti terpilih dan duduk di senayan
Jakarta.
Ada
beberapa hal yang harus disedikan oleh pemerintah agar bisa mengangkat
perekonomian masyarakat khususnya di Sumut. Diantaranya: pertama, harus
tersedia infrastruktur yang memadai di semua bidang. Kedua, insentifdanstimulan
terutama dalam aspek permodalan bagi industri kecil, UKM dan home
industri perlu diberikan. Ketiga, penyediaan pasar induk, pusat perdagangan dan
sentra industri kecil di berbagai daerah perlu dikembangkan dengan fasilitas
yang modern.Keempat, harus ada regulasi yang memberikan perlindungan kepada
pelaku industri kecil, UKM dan home industri dari gempuran kapitalisme
perdagangan global. Kelima, membuka lapangan kerja baru di berbagai sektor
sesuai dengan potensi daerahan yang ada di Sumut.Dan keenam, sektor penunjang
dan bergeraknya ekonomi, seperti kualitas pendidikan yang merata dan
terjangkau, pelayanan kesehatan terutama bagi rakyat kecil serta
pendapatan/upah buruh yang harus ditingkatkan.
C. PROVINSI SUMATERA BARAT
1.
Letak/Lokasi
a. Letak
Absolut
Secara astronomis, Provinsi Sumatera Barat terletak pada
garis 00 54’ Lintang Utara sampai dengan 30 30’
Lintang Selatan serta 980 36’ – 1010 53’ Bujur
Timur .
b. Letak Relatif
Berdasarkan posisi geografisnya Provinsi Sumatera Barat
terletak di pesisir barat tengah pulau
Sumatera yang mempunyai luas wilayah 42,2 ribu km2 atau setara 2,21
persen dari luar Republik Indonesia. Sumatera Barat berbatasan langsung dengan
Sumatera Utara (Utara), Provinsi Riau (Timur), Provinsi Jambi dan Provinsi Bengkulu (Selatan) serta Samudera
Indonesia (Barat). Satu-satunya hubungan darat hanyalah
dengan Provinsi Sumatera Utara sehingga memiliki ketergantungan yang cukup
tinggi dengan provinsi tersebut.
Analisis, dengan posisinya yang
terletak di pesisir pantai maka provinsi ini berpotensi dalam hal pariwisata, pusat
persinggahan kapal-kapal dagang dan sebagai nelayan atau pencari ikan.
2.
Luas dan
Bentuk Wilayah
Sumatera Barat terletak di
pesisir barat bagian tengah pulau Sumatera yang terdiri dari dataran rendah di
pantai barat dan dataran tinggi vulkanik yang dibentuk oleh Bukit Barisan. Provinsi ini
memiliki daratan seluas 42.297,30 km² yang setara dengan 2,17% luas Indonesia.
Dari luas tersebut, lebih dari 45,17% merupakan kawasan yang masih ditutupi hutan
lindung. Garis pantai provinsi ini seluruhnya bersentuhan dengan Samudera
Hindia sepanjang
2.420.357 km dengan luas perairan laut 186.580 km². Kepulauan Mentawai
yang terletak di Samudera Hindia termasuk dalam provinsi ini.
Secara wilayah, provinsi Sumatera Barat terdiri dari 12 kabupaten yaitu,
Tabel : 1
Luas Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat
NO
|
Kabupaten / Kota
|
Luas / ha
|
Kabupaten
|
||
1
|
Kepulauan Mentawai
|
601.135
|
2
|
Pesisir Selatan
|
579.495
|
3
|
Solok
|
373.800
|
4
|
Solok Selatan
|
334.620
|
5
|
Sijunjung
|
313.080
|
6
|
Dharmasraya
|
296.113
|
7
|
Tanah Datar
|
133.600
|
8
|
Padang Pariaman
|
132.879
|
9
|
Agam
|
223.230
|
10
|
Lima Puluh Kota
|
335.430
|
11
|
Pasaman
|
444.763
|
12
|
Pasaman Barat
|
338.777
|
Kota
|
||
1
|
Padang
|
69.496
|
2
|
Solok
|
5.764
|
3
|
Sawahlunto
|
27.345
|
4
|
Padang Panjang
|
2.300
|
5
|
Bukit Tinggi
|
2.524
|
6
|
Payakumbuh
|
8.034
|
7
|
Pariaman
|
7.336
|
Total Luas Wilayah Provinsi
Sumatera Barat
|
4.299.730
|
Analisis,
dengan bentuk wilayah yang memanjang mengikuti garis pantai, provinsi ini
berpotensi untuk dijadikan tempat persinggahan kapal-kapal dagang dan menjadi
pusat perdagangan , tempat rekreasi, dan tempat untuk mencari pekerjaan,
seperti nelayan. Dan dengan letaknya yang strategis pula pusat pemerintahan
kota ini diletakkan pada kota Padang yang letaknya dekat dengan pantai. Agar
memudahkan segala urusan nantinya.
3.
Relief
/ Topografi dan Iklim
a. Relief
/ Topografi
Sumatera Barat berada
di bagian barat tengah pulau Sumatera, memiliki dataran rendah di pantai barat,
serta dataran tinggi vulkanik yang dibentuk oleh Bukit Barisan yang membentang
dari barat laut ke tenggara. Garis pantai provinsi ini seluruhnya bersentuhan
dengan Samudera Hindia sepanjang 375 km. Kepulauan Mentawai yang terletak di
Samudera Hindia dan beberapa puluh kilometer lepas pantai Sumatera Barat
termasuk dalam provinsi ini.
Keadaan topografi
wilayah Sumatera Barat bervariasi dari topografi datar, landai, curam dan
mempunyai pantai sampai pergunungan. Pada umumnya bagian tengah Sumatera Barat
terbentang Bukit Barisan dengan topografi relatif curam, sedangkan bagian barat
dan timur posisinya relatif datar dan landai. Topografi wilayah Sumatera Barat
yang relatif curam ditemui di Kabupaten Solok, Agam, Tanah Datar. Topografi
yang landai ditemui di Kabupaten 50 Kota dan Sawahlunto Sijunjung, sedangkan
topografi yang relatif datar ditemui di Kabupaten Padang Pariaman, Pesisir
Selatan dan Kabupaten Pasaman.
Analisis, dengan
topografi yang seperti disebutkan di atas, maka provinsi ini merupakan daerah
yang memiliki kenampakan relief yang bervariasi. Dari relief tersebut ada yang
menguntungkan dan ada yang merugikan, seperti di daerah pantai bisa dijadikan
tempat rekreasi dan pegunungan dapat dijadikan lahan perkebunan teh misalnya
atau sebagai tempat rekreasi panjat gunung jika tempatnya memungkinkan. Akan
tetapi, lereng yang curam dan ombak yang terlalu besar bisa membahayakan
keselamatan wisatawan maupun penduduk lokal. Dan kondisi topografi yang seperti
itu dapat mengakibatkan provinsi menjadi rawan bencana, seperti tanah longsor.
b. Iklim
Menurut Schmidt dan Fergusson, type iklim
Sumatera Barat terdiri dari type A, B, C, dan D. Suhu rata-rata di pantai barat
berkisar antara 210C – 380C, pada daerah perbukitan
berkisar antara 150 – 330C,
sedangkan pada daerah dataran di sebelah timur Bukit Barisan mempunyai suhu
antara 190C – 340C.
Meskipun umumnya musim
kemarau terjadi bulan April – Agustus dan musim
hujan jatuh pada bulan September – Maret, namun di pantai
barat masih sering terjadi hujan pada bulan-bulan di musim kemarau.
Puncak
curah hujan maksimum di Sumatera Barat terjadi bulan maret dan Desember dan
jumlah curah hujan paling rendah terjadi pada bulan juni – juli. Jumlah curah
hujan tertinggi mencapai 4.000 mm/tahun terutama di wilayah pantai barat.
Sedangkan curah hujan di beberapa tempat dibagian timur relatif lebih rendah
yakni antara 1.500 – 3.000 mm/tahun.
Analisis, dengan suhu
yang telah disebutkan di atas provinsi ini juga termasuk dalam kategori bersuhu
tinggi dan ini akan berpengaruh pada perkembangan pertanian, perkebunan dan
peternakan yang ada di provinsi tersebut. Akan tetapi, dengan curah hujan yang
relatif tinggi dapat mengimbangi suhu yang tinggi tersebut.
4.
Geologi
dan Geomorfologi
Provinsi
Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki tatanan
geologi kompleks. kondisi ini disebabkan letaknya yang berada pada daerah
tumbukan 2 lempeng besar, yaitu lempeng Indo-australia di bagian Selatan dan
lempeng Eurasia di bagian Utara yang ditandai dengan terdapatnya pusat-pusat
gerakan tektonik di Kepulauan Mentawai dan sekitarnya.
Akibat
tumbukan kedua lempeng tersebut selanjutnya muncul gejala tektonik lainnya
yaitu busur magmatic yang ditandai dengan munculnya rangkaian pegunungan bukit
barisan beserta gunung apinya dan sesar/atau patahan besar Sumatera yang
memanjang searah dengan zona tumbukan dua lempeng yaitu utara-selatan.
Sumatera barat merupakan bagian wilayah sumatera tengah,yakni
juga dilalui zona patahan semangko yang terpengaruhi oleh perbukitan barisan. Patahan Semangko adalah
bentukan geologi yang membentang di Pulau Sumatera dari
utara ke selatan, dimulai dari Aceh hingga Teluk Semangka di Lampung. Patahan inilah yang membentuk Pegunungan Barisan, suatu rangkaian dataran tinggi di
sisi barat pulau ini. Patahan Semangko berusia relatif muda dan paling mudah
terlihat di daerah Ngarai Sianok dan Lembah Anai di
dekat Kota Bukittinggi.
Pada bagian sumatera
barat ini banyak ditemui bentukan akibat aktifitas tektonik maupun gunung api,
seperti bentukan akibat proses ledakan gunung api pada ratusan tahun yang lalu
pada gunung Tinjau yang akhirnya membentuk kawah besar yang berisi volume air
yang banyak sehingga cekungan tersebut dinamakan Danau Maninjau.
Selain itu pembentukan lahan juga terjadi diberbagai tempat
di Sumatera Barat, seperti wilayah air tawar yang dulunya merupakan lautan
namun karena terjadinya proses pergerakan lempeng yang mempengaruhi bibir
pantai menjauhi daratan sehingga kawasan laut tersebut surut dan wilayah yang
tadinya lautan akhirnya menjadi daratan baru.
Analisis, Kondisi geologis seperti yang ada
diatas akan berdampak positif bagi
Provinsi Sumatera Barat dengan munculnya mineral-mineral berharga, seperti
emas, perak, biji besi, mangan, timah hitam dan lainnya. Tanah yang subur dan
banyak sumber air bersih maupun air panas yang berasal dari kawasan
geomorfologi structural, namun dekat dengan sumber panas bumi yang berasal dari
magma dangkal. Sumber air panas dan kawah besar yang akhirnya menjadi sebuah
danau dapat dijadikan tempat rekreasi. Akan tetapi, dengan kondisi geologi dan
geomorfologi di atas dapat mengakibatkan provinsi ini menjadi rawan bencana,
seperti tanah longsor, gempa bumi, bahaya letusan gunung api,
banjir dan tsunami.
5.
Sejarah
Dari zaman prasejarah
sampai kedatangan orang Barat, sejarah Sumatera Barat dapat dikatakan identik
dengan sejarah Minangkabau. Walaupun masyarakat Mentawai diduga telah ada
pada masa itu, tetapi bukti-bukti tentang keberadaan mereka masih sangat
sedikit.
Pada periode kolonialisme Belanda, nama Sumatera Barat
muncul sebagai suatu unit administrasi, sosial-budaya, dan politik. Nama ini
adalah terjemahan dari bahasa Belanda de
Westkust van Sumatra atau Sumatra's Westkust,yaitu
suatu daerah bagian pesisir barat pulau Sumatera.
Di Sumatera Barat banyak
ditemukan peninggalan zaman prasejarah di Kabupaten 50 Koto, di daerah Solok
Selatan dan daerah Taram. Sisa-sisa peninggalan tradisi barn besar
ini berwujud dalam berbagai bentuk; bentuk barn dakon, barn besar berukir, barn
besar berlubang, barn rundell, kubur barn, dan barn altar, namun bentuk yang
paling dominan adalah bentuk menhir. Peninggalan zaman prasejarah lainnya yang
juga ditemukan adalah gua-gua alam yang dijadikan sebagai tempat hunian.
Bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di atas
bisa memberi indikasi bahwa daerah-daerah sekitar Kabupaten 50 Koto merupakan
daerah atau kawasan Minangkabau yang pertama dihuni oleh nenek moyang orang Sumatera
Barat. Penafsiran ini rasanya beralasan, karena dari daerah 50 Koto ini
mengalir beberapa sungai besar yang akhirnya bermuara di pantai timur pulau
Sumatera. Sungai-sungai ini dapat dilayari dan memang menjadi sarana
transportasi yang penting dari zaman dahulu hingga akhir abad yang lalu.
Adityawarman adalah tokoh penting dalam sejarah
Minangkabau. Di samping memperkenalkan sistem pemerintahan dalam bentuk
kerajaan, dia juga membawa suatu sumbangan yang besar bagi alam Minangkabau.
Kontribusinya yang cukup penting itu adalah penyebaran agama Budha. Agama ini
pernah punya pengaruh yang cukup kuat di Minangkabau. Terbukti dari nama
beberapa nagari di Sumatera Barat dewasa ini yang berbau Budaya atau Jawa seperti
Saruaso, Pariangan, Padang Barhalo, Candi, Biaro, Sumpur, dan Selo.
Sejarah Sumatera Barat sepeninggal Adityawarman
hingga pertengahan abad ke-17 terlihat semakin kompleks. Pada masa ini
hubungan Sumatera Barat dengan dunia luar, terutama Aceh semakin intensif.
Sumatera Barat waktu itu berada dalam dominasi politik Aceh yang juga memonopoli
kegiatan perekonomian di daerah ini. Seiring dengan semakin intensifnya
hubungan tersebut, suatu nilai baru mulai dimasukkan ke Sumatera Barat. Nilai
baru itu akhimya menjadi suatu fundamen yang begitu kukuh melandasi kehidupan
sosial-budaya masyarakat Sumatera Barat. Nilai baru tersebut adalah agama
Islam.
Syekh Burhanuddin dianggap sebagai penyebar
pertama Islam di Sumatera Barat. Sebelum mengembangkan agama Islam di Sumatera
Barat, ulama ini pernah menuntut ilmu di Aceh. Pengaruh politik dan ekonomi Aceh yang
demikian dominan membuat warga Sumatera Barat tidak senang kepada Aceh. Rasa
ketidakpuasan ini akhirnya diungkapkan dengan menerima kedatangan orang Belanda.
Namun kehadiran Belanda ini juga membuka lembaran baru sejarah Sumatera Barat.
Kedatangan Belanda ke daerah ini menjadikan Sumatera Barat memasuki era
kolonialisme dalam arti yang sesungguhnya.
Pada awal kemerdekaan
Indonesia pada tahun 1945, wilayah Sumatera Barat tergabung dalam provinsi Sumatera
yang berpusat di Bukit tinggi. Empat tahun kemudian, Provinsi Sumatera
dipecah menjadi tiga provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera
Selatan. Sumatera Barat beserta Riau dan Jambi merupakan bagian dari
keresidenan di dalam Provinsi Sumatera Tengah. Pada masa PRRI, berdasarkan Undang-undang
darurat nomor 19 tahun 1957, Provinsi Sumatera Tengah dipecah lagi menjadi tiga
provinsi yakni Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, dan Provinsi Jambi.
Wilayah Kerinci yang sebelumnya tergabung dalam Kabupaten Pesisir Selatan
Kerinci, digabungkan ke dalam Provinsi Jambi sebagai kabupaten tersendiri.
Begitu pula wilayah Kampar, Rokan Hulu, dan Kuantan Singingi ditetapkan masuk
ke dalam wilayah Provinsi Riau.
Selanjutnya ibu kota provinsi
Sumatera Barat yang baru ini masih tetap di Bukittinggi. Kemudian berdasarkan
Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat No. 1/g/PD/1958, tanggal 29 Mei 1958
ibu kota provinsi dipindahkan ke Padang.
6.
Penduduk,
Budaya, dan Mata Pencaharian
a. Penduduk
Sumatera
Barat dengan luas wilayah 42.297,30 km²
membagi wilayahnya menjadi 12 kabupaten dan 7 kota,175
kecamatan dan 1.858 desa/kelurahan.
Jumlah
penduduk Provinsi Sumatera Barat sebanyak 4.846.909 jiwa yang mencakup mereka
yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 1.877.822 jiwa (38,74
persen) dan di daerah perdesaan sebanyak 2.969.087 jiwa (61,26 persen).
Persentase distribusi penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi dari yang
terendah sebesar 0,97 persen di Kota Padang Panjang hingga yang tertinggi
sebesar ,20 persen di Kota Padang. Provinsi ini memiliki kepadatan penduduk
sekitar 114,591 jiwa/km².
Analisis, Sumatera Barat memiliki kepadatan penduduk
yang cukup padat, hal ini dapat memengaruhi jumlah pemerataan lapangan
pekerjaan, pendidikan. Dan hal ini akan memengaruhi tingkat krimnalitas yang
ada di provinsi tersebut serta akan adanya kesenjangan sosial. Jika jumlah
lapangan pekerjaan tidak sesuai dengan jumlah penduduk, maka akan banyak penduduk
yang menjadi pengangguran yang akhirnya akan melakukan tindak kriminalitas
untuk mendapatkan uang sebagai untuk menopang kehidupannya.
b. Budaya
Kebudayaan
yang hidup dalam Provinsi Sumatera Barat disebut kebudayaan Minangkabau.
Berdasarkan pengamatan dan penelitian, kebudayaan ini cukup kaya, bersumber
dari nilai-nilai luhur yang ditinggalkan atau diwariskan para nenek moyang. Sumatera Barat memiliki banyak
kebudayaan, antara lain :
o
Agama
Islam adalah agama mayoritas
yang dipeluk oleh sekitar 98% penduduk Sumatera Barat. Selain itu ada juga yang
beragama Kristen terutama di kepulauan Mentawai sekitar 1,6%, Buddha sekitar 0,26%, dan Hindu
sekitar 0,01%, yang dianut oleh masyarakat pendatang.
Berbagai tempat ibadah, yang
didominasi oleh masjid dan musala, dapat dijumpai di setiap kabupaten dan kota
di Sumatera Barat. Masjid terbesar adalah Masjid Raya Sumatera Barat di Padang. Sedangkan masjid tertua diantaranya
adalah Masjid Raya Ganting di Padang dan Masjid Tuo Kayu Jao di kabupaten
Solok. Arsitektur khas Minangkabau mendominasi baik bentuk masjid maupun
musala. Masjid Raya Sumatera Barat memiliki bangunan berbentuk gonjong, dihiasi
ukiran Minang sekaligus kaligrafi. Ada juga masjid dengan atap yang terdiri dari beberapa tingkatan yang
makin ke atas makin kecil dan sedikit cekung.
o
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam
keseharian ialah Bahasa Minangkabau yang memiliki beberapa dialek, seperti
dialek Bukittinggi, dialek Pariaman, dialek Pesisir Selatan, dan dialek Payakumbuh.
Di daerah Pasaman dan Pasaman Barat yang berbatasan dengan Sumatera Utara, juga
dituturkan Bahasa Batak dialek Mandailing. Sementara itu di daerah kepulauan
Mentawai banyak digunakan Bahasa Mentawai.
o
Tari-tarian
Tarian Sumatera Barat umumnya di tarikan oleh pria dan
wanita umumnya memiliki gerakan aktif dinamis, namun tetap pada alur dan
tatanan yang khas. Kekhasan ini terletak pada tari Minangkabau yang belajar
kepada alam. Pengaruh agama Islam, keunikan dat matrilineal, dan kebiasaan
merantau jg mempengaruhi tari Minangkabau.
Macam-macam
tari Minangkabau:
1. Tari Piring
2. Tari Payung
3. Tari Randai
4. Tari Pasambahan
5. Tari Indang
Sedangkan seni tari pencak silat
merupakan penggabungan dari gerakan tari dan seni beladiri khas Minang. Tarian
ini biasanya diajarkan pada kaum pria sejak kecil untuk dijadikan bekal
merantau.
![Berkas:Randai2.ogg](file:///C:\Users\Toshiba\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image010.jpg)
Tari Randai
o
Musik
Nuansa Minangkabau yang ada di
dalam setiap musik Sumatera Barat yang dicampur dengan jenis musik apapun saat
ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar di masyarat. Hal
ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran musik jenis apapun sehingga
enak didengar dan bisa diterima oleh masyarakat. Unsur musik pemberi nuansa
terdiri dari instrumen alat musik tradisional saluang, bansi, talempong, rabab,
pupuik, serunai, dan gandang
tabuik.
Ada pula saluang jo dendang,
yakni penyampaian dendang (cerita berlagu) yang diiringi saluang yang dikenal
juga dengan nama sijobang. Musik Minangkabau berupa instrumentalia dan
lagu-lagu dari daerah ini pada umumnya bersifat melankolis. Hal ini berkaitan
erat dengan struktur masyarakatnya yang memiliki rasa persaudaraan, hubungan
kekeluargaan dan kecintaan akan kampung halaman yang tinggi ditunjang dengan
kebiasaan pergi merantau.
Saluang
o
Rumah
Adat
Rumah adat Sumatera Barat disebut Rumah Gadang. Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi
panjang dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang, umumnya berbahan kayu,
dan sepintas kelihatan seperti berbentuk rumah panggung dengan atap yang khas,
menonjol seperti tanduk kerbau, masyarakat setempat menyebutnya Gonjong
dan dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng. Rumah
Bagonjong ini menurut masyarakat setempat diilhami dari tambo, yang
mengisahkan kedatangan nenek moyang mereka dengan kapal dari laut. Ciri khas
lain rumah adat ini adalah tidak memakai paku besi tapi menggunakan pasak dari
kayu, namun cukup kuat sebagai pengikat.
Sementara etnis Mentawai juga
memiliki rumah adat yang berbentuk rumah panggung besar dengan tinggi lantai
dari tanah mencapai satu meter yang disebut dengan uma. Uma ini
dihuni oleh secara bersama oleh lima sampai sepuluh keluarga. Secara umum
konstruksi uma ini dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dipasak
dengan kayu serta sistem sambungan silang bertakik.
o
Senjata
Senjata tradisionalnya
adalah keris dan Kurambiak atau Kerambit. Keris biasanya
digunakan laki-laki dan diletakkan di depan, dan umumnya dipakai oleh para penghulu terutama dalam
setiap acara resmi ada terutama dalam acara malewa gala atau pengukuhan
gelar, selain itu juga biasa dipakai oleh para mempelai pria dalam acara majlis
perkawinan yang masyarakat setempat menyebutnya baralek. Sedangkan
kerambit merupakan senjata tajam kecil yang bentuknya melengkung seperti kuku
harimau, karena memang terinspirasi dari kuku binatang buas tersebut. Senjata
ini dipakai oleh para pendekar silat Minang dalam pertarungan jarak pendek,
terutama yang menggunakan jurus silat harimau. Berbagai jenis senjata lainnya
juga pernah digunakan seperti tombak, pedang panjang, panah, sumpit dan
sebagainya.
Keris
o
Masakan
Dalam dunia kuliner, Sumatera
Barat terkenal dengan masakan Padang dan restoran Padang dengan citarasa yang
pedas. Beberapa contoh makanan dari Sumatera Barat yang cukup populer adalah Rendang,
Sate Padang, Dendeng Balado, Itiak Lado Mudo, Soto Padang, dan Bubur Kampiun.
Setiap kawasan di Sumatera
Barat, memiliki makanan sebagai ciri khas daerah, yang biasa dijadikan sebagai
buah tangan (oleh-oleh) misalnya: Padang terkenal dengan bengkuang, Padang
Panjang terkenal dengan pergedel jaguang, Bukittinggi dengan karupuak sanjai,
Payakumbuh dengan galamai. Selain itu, Sumatera Barat juga memiliki ratusan resep, seperti kipang kacang, bareh
randang, dakak-dakak, rakik maco, pinyaram, Karupuak Balado, dan termasuk juga
menghasilkan Kopi Luwak.
![http://www.indonesia.travel/public/media/images/upload/poi/Kuliner%20Sumbar-resize.JPG](file:///C:\Users\Toshiba\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image016.jpg)
Lamang Baluo
c. Mata
Pencaharian
Mata pencaharian
penduduk yang utama adalah pertanian, terutama pertanian pangan, seperti padi,
holtikultura, dan kacang-kacangan. Kemudian perkebunan yang menghasilkan
komoditi ekspor seperti kelapa, kayu manis,cengkih, gambir, dan lada. Hasil
pertanian lainnya, ialah ikan, baik yang bersal dari perairan umum, atau
danau-danau maupun budidaya. Hasil kehutanan juga cukup baik dan terdapat
terutama pula di Kepulauan Mentawai.
Pada
triwulan IV-2012, sektor pertanian mengalami pertumbuhan relatif tinggi, didorong
oleh menggeliatnya subsektor tanaman bahan makanan. Di triwulan ini pertumbuhan
sektor pertanian mencapai 4,14%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 2,05%. Kinerja sektor perkebunan yang cukup baik pada tahun 2012, telah
menopang pertumbuhan industri pertanian sebesar 4,07%.
Mata pencaharian
lainnya adalah di sektor jasa, perdagangan, dan industry yang akhir-akhir ini
juga menunjukkan peranan yang semakin penting di dalam menunjang pertumbuhan
ekonomi penduduk. Disamping itu, di Sumatera Barat terdapat potensi bahan galian, seperti
batubara, marmer, batu silica, kapur, trass,dan lain sebagainya. Di kepulauan
Mantawai, Danau Maninjau, Danau singkarak, dan Bukittinggi merupakan daerah
parawisata yang dapat dikembangkan dan mempunyai potensi untuk pengembangan
tenaga pembangkit listrik.
Industri
Sumatera Barat didominasi oleh industri skala kecil atau
rumah tangga. Jumlah unit industri sebanyak 47.819 unit, terdiri dari 47.585
unit industri kecil dan 234 unit industri besar menengah. Untuk industri
pengolahan semen, pada tahun 2012 Sumatera Barat telah memproduksi sebanyak
6.522.006 ton, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang hanya sebesar
6.151.636 ton. Sementara volume penjualannya pada tahun 2012 sebesar 6.845.070
ton, meningkat 10,20 % dibandingkan tahun lalu yang sebesar 6.211.603 ton.
7.
Potensi
dan Permasalahan
a. Potensi
Potensi
Barang Tambang
Sumatera
Barat memiliki potensi bahan tambang golongan A, B dan C. Bahan tambang
golongan A, yaitu batu bara terdapat di kota Sawahlunto. Sedangkan Bahan
tambang golongan B yang terdiri dari air raksa, belerang, pasir besi, tembaga,
timah hitam dan perak menyebar di wilayah kabupaten Sijunjung, Dharmasraya,
Solok, Solok Selatan, Lima Puluh Kota, Pasaman, dan Tanah Datar. Bahan tambang
golongan C menyebar di seluruh kabupaten dan kota, sebagian besar terdiri dari
pasir, batu dan kerikil.
Potensi
sektor wisata, Sumatera Barat merupakan salah satu tujuan utama pariwisata di Indonesia.
Fasilitas wisatanya yang cukup baik, serta sering diadakannya berbagai festival
dan even internasional, menjadi pendorong datangnya wisatawan ke provinsi ini.
Beberapa kegiatan internasional
yang diselenggarakan untuk menunjang pariwisata Sumatera Barat adalah lomba
balap sepeda Tour de Singkarak, even paralayang Event Fly for Fun in
Lake Maninjau, serta kejuaraan selancar Mentawai International Pro Surf
Competition.
Sumatera
Barat memiliki hampir semua jenis objek wisata alam seperti laut, pantai,
danau, gunung, dan ngarai. Selain itu pariwisata Sumatera Barat juga banyak
menjual budayanya yang khas, seperti Festival Tabuik, Festival Rendang,
permainan kim, dan seni bertenun. Disamping wisata alam dan budaya, Sumatera
Barat juga terkenal dengan wisata kulinernya.
Sumatera
Barat memiliki akomodasi wisata, seperti hotel dan agen perjalanan yang cukup
baik. Untuk melengkapi fasilitas penunjang pariwisata, pemerintah juga
menyediakan kereta api wisata yang beroperasi pada waktu tertentu.
Untuk
berbagai informasi serta literatur sejarah dan kebudayaan Minangkabau, wisatawan
dapat memperolehnya di Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau
(PDIKM) yang terletak di Perkampungan Minangkabau, Padang Panjang. Di PDIKM
terdapat berbagai dokumentasi berupa foto mikrograf, surat kabar, pakaian
tradisional, kaset rekaman lagu daerah, dokumentasi surat-surat kepemerintahan,
dan alur sejarah masyarakat Minangkabau sejak abad ke-18 hingga tahun 1980-an.
Potensi
penangkapan tuna, sumatera Barat telah ditunjuk sebagai sentral penangkapan
tuna untuk wilayah barat Indonesia. Berdasarkan pembagian zona penangkapan tuna
di Asia Tenggara, Sumatera barat berada pada zona hijau dimana terdapat potensi
tuna yang besar. Selain itu posisi Sumatera Barat strategis sebagai basis
pendaratan dan aktifitas ekspor tuna dari Samudera Hindia.
Tabel;
2
No
|
Kabupaten/kota
|
Produksi (Ton)
|
||
Albakore
(Albacore)
|
Madidihang
(Yellowfin Tuna)
|
Tuna Mata
Besar (Big eye Tuna)
|
||
1
|
Kepulauan
Mentawai
|
-
|
75,7
|
113,2
|
2
|
Pesisir
Selatan
|
554,6
|
604,5
|
-
|
3
|
Agam
|
-
|
-
|
43,5
|
4
|
Kota Padang
|
-
|
1.353,8
|
365,1
|
5
|
Kota Pariaman
|
-
|
332,6
|
-
|
Sumber Data: Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Sumatera Barat
Untuk Fasilitas Pendukung,
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah menyediakan Pelabuhan Perikanan Bungus
dengan panjang dermaga 317 meter. Pelabuhan ini juga disertai dengan kolam
pelabuhan seluas ± 1.5 Ha, areal docking seluas 2.680 m2, receiving
hall dan unit pengolahan ikan dengan luas bangunan ± 3.600 m2 dan
juga fasilitas air tawar dan BBM.
Potensi Industri pengalengan ikan di Sumatera Barat, Studi kelayakan
industri pengalengan ikan di Sumatera Barat telah dilaksanakan pada tahun 2011
dan berdasarkan studi kelayakan tersebut pembangunan pabrik pengalengan ikan di
Sumatera Barat layak untuk dilaksanakan. Dari hasil kajian, diketahui bahwa
Kabupaten Pasaman Barat merupakan lokasi yang cocok untuk pembangunan pabrik
pengalengan ikan. Adapun jenis ikan yang cocok untuk dimanfaatkan dalam
industry pengalengan ikan sardines dan mackerel adalah ikan siengseng, sarden,
laying, kembung, lemuru, embang, japuh serta cakalang. Jumlah produksi
ikan-ikan tersebut di Kabupaten Pasaman Barat pada tahun 2010 tercatat sebesar
2.584 ton.
Tabel: 3
Produksi Ikan Pasaman Barat (Ton)
Tahun
|
Total Produksi
|
Jenis Sarden/Mackerel
|
2006
|
26.764,0
|
6.575,5
|
2007
|
73.443,0
|
8.386,5
|
2008
|
74.878,8
|
2.814,0
|
2009
|
77.616,8
|
2.644,0
|
2010
|
79.100,6
|
2.584,0
|
Sumber Data: Statistik Kelautan dan
Perikanan 2006-2011
Potensi
Kayu
Seiring dengan
perkembangan kebijakan pembatasan produksi kayu dari hutan alam dan semakin
besarnya tekanan dunia (nasional dan internasional) terkait pentingnya pelestarian
hutan alam, cukup berdampak signifikan terhadap penyediaan kayu yang berasal
dari hutan alam. Namun di Sumatera Barat, yang selama ini penyediaan kayu dari
hutan alam berasal dari IUPHHK-HA masih terlihat peningkatan. Statistik Dinas Kehutanan
Sumatera Barat Tahun 2011, menunjukkan bahwa pada tahun 2007, produksi kayu
bulat yang berasal dari IUPHHK di Sumatera Barat sebesar ± 76.873,35 m3
sedangkan pada tahun 2011 sebesar 301.557,37 m3. Hal ini menunjukkan bahwa produksi
kayu dari hutan alam yang ada di Sumatera Barat meningkat. Diharapkan di masa
yang akan datang, produksi kayu akan dapat meningkat seiring dengan
berkembangnya Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Sumatera Barat. Potensi
hasil hutan kayu dalam Kawasan Hutan produksi seluas 359.269,66 Ha dan Hutan
Produksi Terbatas seluas 233.148,49 Ha diharapkan dapat dikelola secara optimal
dan lestari melalui pemberian perizinan pengusahaan hasilhutan kayu yang semakin
meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas.
Potensi
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Potensi HHBK mampu
memberikan andil yang cukup signifikan bagi kontribusi ekonomi sektor kehutanan
di Provinsi Sumatera Barat. HHBK yang dikembangkan antara lain getah pinus,
resin/damar, rotan, tabu-tabu, semambu, dan manau. Selain potensi HHBK, yang tak kalah
pentingnya adalah potensi keanekaragaman hayati bukan kayu seperti Tumbuhan dan
Satwa liar (TSL). TSL ini sebagian dapat diperdagangkan dengan jumlah (kuota)
yang ditetapkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan melalui perizinan
oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam(BKSDA).
b. Permasalahan
o
Keterbatasan Pemanfaatan Lahan
Lahan
untuk pengembangan budidaya di Provinsi Sumatera Barat relatif terbatas. Lahan
dengan kelerengan lebih dari 40 % mencapai luas 1.650.918 Ha (39,03%). Luas
kawasan hutan mencapai 2.599.386 Ha (61,46%) yang terbagi atas kawasan hutan
berfungsi lindung seluas 1.756.608 Ha dan hutan produksi seluas 842.778 Ha.
Luas keseluruhan kawasan lindung di Provinsi Sumatera Barat mencapai luas
1.910.679 Ha (45,17%). Hanya 54,83 % lahan di Provinsi Sumatera Barat yang
dapat dibudidayakan termasuk didalamnya kawasan hutan produksi.
Dengan
karakteristik alam yang berbukit dan bergunung serta dengan luas kawasan
lindung yang mencapai 45,17 %, maka lahan yang dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan budidaya terbatas. Beberapa daerah kabupaten seperti Kabupaten Solok,
Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pesisir Selatan memiliki luas kawasan budidaya
memiliki proporsi kawasan budidaya sangat kecil yaitu kurang dari setengah luas
wilayah administratif yaitu masing-masingnya 17,91 % dan 16,12%, dan 41,34%.
Kalau
dikaitkan dengan jumlah keluarga miskin, persentasi kemiskinan pada kabupaten
ini termasuk tinggi yaitu masing-masingnya 31,50 % ,48,89 % dan 39,27 %, diatas
rata-rata Provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar 28 %. Keterbatasan lahan dan
keterisoliran menjadi diantara penyebab dari kemiskinan penduduk. Di Provinsi
Sumatera Barat masih terdapat desa terisolir atau daerah tertinggal dan akses
antar daerah terhambat karena kendala geografis atau karena larangan membuka
akses melewati kawasan hutan lindung. Pada daerah dengan proporsi kawasan
lindung yang besar banyak terdapat kantong-kantong permukiman terisolir ini.
Kawasan terisolir tersebut banyak terdapat di Kabupaten Solok Solok Selatan,
Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Limapuluh
Kota, Kabupaten Pasaman, dan Kabupaten Pasaman Barat dan Kepulauan Mentawai.
o
Konflik Pemanfaatan Lahan
Potensi
pertambangan yang ada terkandung di dalam kawasan hutan lindung itu, seperti
biji besi, logam dasar dan emas. Kabupaten yang mempunyai tingkat ekonomi yang
relatif tertinggal dibanding kabupaten lain seperti Kabupaten Pasaman dan
Kabupaten Solok Selatan yang memiliki lahan budidaya terbatas merupakan daerah
potensial untuk mengembangkan kegiatan pertambangan. Kalau potensi tersebut
dapat digarap maka kabupaten tersebut dapat menjadi kabupaten yang maju
perekonomiannya dibanding kabupaten lain di Provinsi Sumatera Barat.
Akan
tetapi permasalahannya lahan tambang umumnya terdapat pada kawasan berstatus
lindung dan merupakan lahan tambang terbuka sedangkan eksploitasi tambang
terbuka tidak dibolehkan dilakukan di kawasan lindung.
o
Kerawanan terhadap Bencana Alam
Lahan
di Provinsi Sumatera Barat lebih dari 52 % adalah dataran tinggi pegunungan dan
sekitar 92 % mempunyai landform atau posisi geomorfik volkan. Sebagian besar
menurut umur geologi tergolong batuan muda yang berasal dari zaman kuarter
(Fiantis, 2007). Faktor kelerengan yang besar, curah hujan yang tinggi dan
kondisi geologi menyebabkan Sumatera Barat merupakan daerah yang rawan terhadap
bencana gerakan tanah.
Di
Sumatera, terdapat Patahan Besar Sumatera (Great Sumatra Fault) di sepanjang
pesisir barat Sumatera yang membentuk Bukit Barisan dan Patahan Mentawai
(Mentawai Fault) di kepulauan Mentawai. Provinsi Sumatera Barat merupakan salah
satu wilayah di Kepulauan Indonesia yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks.
Berdasarkan data yang diperoleh, luas lahan kritis hasil identifikasi citra
landsat Badan Planologi Kehutanan pada tahun 2001 yaitu 551.387 Ha yang terdiri
dari 339.748 Ha didalam kawasan hutan dan 211.639 Ha diluar kawasan hutan.
Sampai saat ini baru kurang lebih 30% yang telah direboisasi dan
direhabilitasi. Lahan kritis ini menjadi penyebab meningkatnya kerawanan
terhadap bencana banjir.
Provinsi
Sumatera Barat dengan demikian merupakan daerah yang rawan terhadap berbagai
bahaya bencana alam seperti tanah longsor, gempa bumi, bahaya letusan gunung api, banjir dan tsunami.
o
Pencemaran Sungai
Provinsi
Sumatera terbagi atas 6 Satuan Wilayah Sungai (SWS), 30 DAS dan 13 Sub DAS. SWS
tersebut yaitu Anai Sualang, Rokan, Kampar, Indragiri, Silaut, dan Batang Hari.
SWS yang bermuara di Pantai Barat yaitu Anai Sualang dan Silaut dan SWS lainnya
bermuara di pantai timur Pulau Sumatera. Sungai-sungai yang bermuara di pantai
timur merupakan satu sistem jaringan sungai dimana SWS Rokan, SWS Kampar dan
SWS Inderagiri mengalir melalui Provinsi Riau dan SWS Batang Hari mengalir
melalui Provinsi Jambi. Dengan demikian terpeliharanya sumber air di Provinsi
Sumatera Barat merupakan hal penting bukan saja untuk kepentingan provinsi
sendiri tetapi juga untuk provinsi tetangga.
Beberapa
sungai di Provinsi Sumatera Barat terindikasi telah tercemar. Zat pencemar
kimia anorganik yang ditemukan seperti cuprum, nitrit, zinc, O2 terlarut, dan
Hg (air raksa). Zat pencemar mikrobiologi fecal coliform dan total coliform.
Zat pencemar tersebut dihasilkan oleh kegiatan pertambangan, industri dan
permukiman penduduk sepanjang alur sungai.
Air sungai Batang Hari di Kabupaten Solok
Selatan dan Kabupaten Dharmasraya dan air Sungai Batang Bubus/Malandu di
Kabupaten Pasaman (Bapedalda Provinsi Sumatera Barat dan Dinas PSDA Provinsi
Sumbar) terindikasi telah tercemar air raksa (Hg) akibat pertambangan emas yang
dilakukan. Hal ini menjadi masalah penting karena air sungai tersebut sebagian
menjadi sumber air bersih penduduk pinggir sungai yang bukan saja di Provinsi
Sumatera Barat tetapi juga provinsi Jambi.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Geografi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang lokasi tentang persamaan dan
perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.
Regional yaitu suatu
wilayah yang secara jelas teridentifikasi meskipun sebenarnya untuk wilayah
tersebut relatif tergantung pada konteks waktu, selain itu unsur yang mendorong
identifikasi diri adalah secara sejarah dan juga geografisnya serta aktivitas
yang dilakukan terutama di bidang ekonomi.
Letak astronomis Banda Aceh adalah
05°16' 15" - 05° 36' 16" Lintang Utara dan 95° 16' 15" -
95° 22' 35" Bujur Timur
dengan tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan laut. Jumlah Penduduk
Propinsi Aceh berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk tahun 2010 adalah
4.437.198 orang, yang terdiri atas 2.243.578 laki-laki dan 2.242.992 perempuan.
Penyebaran penduduk Aceh masih bertumpu di Kabupaten Aceh Utara yakni sebesar
11,81%, kemudian diikuti oleh Kabupaten Bireuen dan Pidie yang masing-masing
sebesar 8,67 dan 8,43%, sedangkan kabupaten lainnya di bawah 8%.
Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur
Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 72.981,23 km². Sumatera Utara
merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat,
Jawa timur, Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus
Penduduk (SP) 1990, penduduk Sumatera Utara berjumlah 10,81 juta jiwa, dan pada
tahun 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara telah meningkat menjadi 12,98 juta
jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km²
dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 178 jiwa per km².
Secara astronomis, Provinsi Sumatera Barat terletak pada garis 00 54’
Lintang Utara sampai dengan 30 30’ Lintang Selatan serta 980 36’
– 1010 53’ Bujur Timur . Sumatera
Barat dengan luas wilayah 42.297,30 km²
membagi wilayahnya menjadi 12 kabupaten
dan 7 kota,175 kecamatan dan 1.858 desa/kelurahan. Jumlah penduduk
Provinsi Sumatera Barat sebanyak 4.846.909 jiwa yang mencakup mereka yang
bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 1.877.822 jiwa (38,74 persen)
dan di daerah perdesaan sebanyak 2.969.087 jiwa (61,26 persen). Persentase
distribusi penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi dari yang terendah
sebesar 0,97 persen di Kota Padang Panjang hingga yang tertinggi sebesar ,20
persen di Kota Padang. Provinsi ini memiliki kepadatan penduduk sekitar 114,591
jiwa/km².
DAFTAR
ACUAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar