Selasa, 09 Juni 2015

KAJIAN REGIONAL



BAB I
PENDAHULUAN
A.       LATAR BELAKANG
Geografi adalah suatu  ilmu yang mempelajari tentang lokasi tentang persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi. Kata geografi berasal dari bahasa Yunani yaitu gêo (Bumi) dan graphein (tulisan atau menjelaskan).
Regional yaitu suatu wilayah yang secara jelas teridentifikasi meskipun sebenarnya untuk wilayah tersebut relatif tergantung pada konteks waktu, selain itu unsur yang mendorong identifikasi diri adalah secara sejarah dan juga geografisnya serta aktivitas yang dilakukan terutama di bidang ekonomi.
Jadi geografi regional indonesia merupakan suatu studi yang mempelajari tentang variasi penyebaran gejala dalam ruang pada suatu wilayah tertentu baik secara lokal, negara maupun wilayah yang luas seperti benua. Geografi Regional mempelajari suatu hubungan yang bertautan antara aspek-aspek fisik dengan aspek manusia dan kaitan keruangan di suatu wilayah/region tertentu.
Karakteristik regional ada berdasarkan karakteristik fisik dan sosialnya. Adapun karakteristik fisik yaitu seperti keadaan topografi, bentang alam dan lain-lainnya. Sedangkan karakteristik sosial meliputi bentang budaya, ekonomi, politik dan lain sebagainya.







B.       RUMUSAN MASALAH
Karakteristik ditinjau dari beberapa aspek antara lain sebagai berikut :
1.      Letak/lokasi
2.      Luas (ukuran) dan bentuk wilayah
3.      Relief dan iklim
4.      Geologi dan geomorfologi
5.      Sejarah
6.      Penduduk, budaya dan mata pencaharian
7.      Potensi dan permasalahan utama

C.       MANFAAT ATAU TUJUAN
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah mengkaji tentang karakteristik suatu wilayah ditinjau dari beberapa aspek antara lain sebagai berikut :
1.      Letak/lokasi
2.      Luas (ukuran) dan bentuk wilayah
3.      Relief dan iklim
4.      Geologi dan geomorfologi
5.      Sejarah
6.      Penduduk, budaya dan mata pencaharian
7.      Potensi dan permasalahan utama








BAB II
DASAR TEORI
A.      PENGERTIAN ILMU GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA
Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi. Kata geografi berasal dari bahasa Yunani yaitu gêo (Bumi) dan graphein (tulisan atau menjelaskan).
Regional yaitu wilayah yang jelas teridentifikasi meskipun sebenarnya untukwilayah tersebut relatif tergantung konteks waktu selain itu unsur yang mendorong identifikasi diri adalah secara sejarah dan juga geografisnya serta aktivitas yang dilakukan terutama di bidang ekonomi.
Jadi geografi regional indonesia ialah suatu studi tentang variasi penyebaran gejala dalam ruang pada suatu wilayah tertentu baik secara lokal, negara maupun wilayah yang luas seperti benua. Geografi Regional mempelajari hubungan yang bertautan antara aspek-aspek fisik dengan aspek manusia dan kaitan keruangan di suatu wilayah/region tertentu.
B.       PENGERTIAN KARAKTERISTIK REGIONAL
Karakteristik regional ada berdasarkan karakteristik fisik dan sosial. Adapun karakteristik fisik seperti keadaan topografi, bentang alam dan lain-lainnya. Sedangkan karakteristik sosial meliputi bentang budaya, ekonomi, politik dan lain sebagainya.






BAB III
PEMBAHASAN
A.    Analisis Kajian Regional di Wilayah Aceh
1.      Letak/lokasi
a.       Absolute/letak astronomis
Letak astronomis Banda Aceh adalah 05°16' 15" - 05° 36' 16" Lintang Utara dan 95° 16' 15" - 95° 22' 35" Bujur Timur dengan tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan laut.
b.      Relatif/letak geografis
Kota Banda Aceh terdiri dari 9 Kecamatan dan 90 Desa. Luas wilayah administratif Kota Banda Aceh sebesar 61.359 Ha atau kisaran 61, 36 Km2 dengan batas-batas sebagai berikut :

Utara
Selat Malaka
Selatan
Kecamatan Darul Imarah Dan Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh besar
Timur
Kecamatan Barona Jaya Dan Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar
Barat
Kecamaan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar

Tabel Letak Geografis, 2011
Nama Daerah
Provinsi Aceh
Status
Otonomi Khusus
Letak
01O  58’ 37,2” - 06 O 04’ 33,6”  LU

94 O 57’ 57,6” – 98 O  17’ 13,2” BT
Luas Daerah
56.770,81 Km2
Tinggi Rata-Rata
125 M di Atas Permukaan Laut
Batas-Batas Daerah

Sebelah Utara
Selat Malaka
Sebelah Selatan
Propinsi Sumatera Utara
SebelahTimur
Selat Malaka
Sebelah Barat
Samudera Indonesia
Daerah Melingkupi
119 Pulau

35 Gunung

73 Sungai Penting
Jumlah Daerah Tk.II
18 Kabupaten

5   Kota
Jumlah Kecamatan
284 kecamatan
Jumlah Mukim
755 mukim
Gampong
6.450 gampong

Secara geografi kecamatan-kecamatan di wiliyah Kabupaten Aceh berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Pada jalur ini disepanjang pantai juga merupakan tempat permukiman penduduk yang terpadat dibandingkan dengan daerah pemukiman yang jauh dari pantai. Pada jaringan jalan yang menyusuri pinggir pantai yang menghubungkan Banda Aceh dengan kota-kota di bagian barat dan selatan provinsi ini juga menjadi salah satu faktor yang sangat mendukung bagi penduduk untuk membangun suatu permukiman di sepanjang pantai. Pusat-pusat perdagangan dan berbagai aktivitas perekonomian lainnya pun pada umumnya bertempat/berlokasi di kota-kota kecamatan yang berada di sepanjang pantai wilayah ini. Sampai saat ini pun, ada 16 pulau yang terdata dan mempunyai nama. Pulau-pulau tersebut tersebar di empat kecamatan. Terdapat juga dua danau/rawa yang terletak di Kecamatan Teunom dan Panga.


2.      Luas dan Bentuk Wilayah
a.       Luas wilayah
Luas wilayah Provinsi Aceh adalah 57.948,94 km2. Provinsi Aceh yang beribukota di Banda Aceh, terdiri dari 18 kabupaten dan 5 kota, 280 kecamatan, 755 Mukim, dan 6.423 Gampong atau Desa. Kabupaten dan kota di provinsi Aceh yaitu Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Barat daya, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Bener Meriah, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Simeulue, Kota Banda Aceh, Kota Langsa, Kota Lhokseumawe, Kota Sabang, dan Kota Subulussalam.
Pulau dan Sungai
Provinsi Aceh memiliki 119 buah pulau, 73 sungai yang besar dan 2 buah danau. Karena letak geografisnya, Aceh memiliki beberapa pelabuhan laut. Selain itu, Aceh juga menjadi salah satu pintu gerbang masuk pedagang-pedagang ke wilayah Indonesia. Beberapa pelabuhan laut yang dijadikan sebagai pintu masuk antara lain, Malahayati-Krueng Raya, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa.
3.      Relief dan Iklim
Aceh beriklimkan tropis. Artinya dalam setahun terdiri atas musim kering (Maret- Agustus) dan musim hujan (September – Februari). Kelembaban Udara di wilayah provinsi Aceh mencapai 79%, dengan rata rata curah hujan adalah 131,4 mm. Di daerah pesisir, curah hujan berkisar antara 1.000 - 2.000 mm dan di dataran tinggi dan pantai barat selatan antara 1.500 - 2.500 mm. Penyebaran hujan ke semua daerah tidak sama, di daerah dataran tinggi dan pantai barat selatan relatif lebih tinggi. Rata-rata suhu udara mencapai 26,9°C dengan rata-rata suhu udara maksimum 32,5° C dan minimumnya yaitu 22,9°C, serta tekanan udara mencapai 1.008,8 atm.
4.      Geologi dan Geomorfologi
a.       Tanah
Asosiasi tanah di Aceh menyebar sesuai dengan penyebaran geologinya. Jenis tanah antara lain:
- Organosol dan gle humus,
- Aluvial,
- Hidromorf kelabu,
- Regosol,
- Podsolik merah kuning,
- Rensina,
- Andosol,
- Latosol,
- Komplek podsolik merah kuning dan litosol,
- Komplek podsolik merah kuning, litosol dan latosol,
- Komplek podsolik coklat, podsol dan litosol, dan
- Jenis komplek rensina dan litosol
b.      Batuan
Berdasarkan Peta geologi, Jenis-jenis batuan yang terdapat di Aceh diantaranya :
- Batuan sedimen alluvium,
- Batuan vulkanik, dan
- Batuan Pluton
5.      Sejarah
Banda Aceh sebagai ibukota Kesultanan Aceh Darussalam berdiri pada abad ke-14. Kesultanan Aceh Darussalam dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha yang pernah ada sebelumnya, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura (Indrapuri). Dari batu nisan Sultan Firman Syah, salah seorang sultan yang pernah memerintah Kesultanan Aceh, didapat keterangan bahwa Kesultanan Aceh beribukota di Kutaraja (Banda Aceh). (H. Mohammad Said a, 1981:157).
Kemunculan Kesultanan Aceh Darussalam yang beribukota di Banda Aceh tidak lepas dari eksistensi Kerajaan Islam Lamuri. Pada akhir abad ke-15, dengan terjalinnya suatu hubungan baik dengan kerajaan tetangganya, maka pusat singgasana Kerajaan Lamuri dipindahkan ke Meukuta Alam (Rusdi Sufi & Agus Budi Wibowo a, 2006:72-73). Lokasi istana Meukuta Alam berada di wilayah Banda Aceh.
Sultan Ali Mughayat Syah memerintah Kesultanan Aceh Darussalam yang beribukota di Banda Aceh, hanya selama 10 tahun. Menurut prasasti yang ditemukan dari batu nisan Sultan Ali Mughayat Syah, pemimpin pertama Kesultanan Aceh Darussalam ini meninggal dunia pada 12 Dzulhijah Tahun 936 Hijriah atau bertepatan dengan tanggal 7 Agustus 1530 Masehi. Kendati masa pemerintahan Sultan Mughayat Syah relatif singkat, namun ia berhasil membangun Banda Aceh sebagai pusat peradaban Islam di Asia Tenggara. Pada masa ini, Banda Aceh telah berevolusi menjadi salah satu kota pusat pertahanan yang ikut mengamankan jalur perdagangan maritim dan lalu lintas jemaah haji dari perompakan yang dilakukan armada Portugis.
Pada masa Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh tumbuh kembali sebagai pusat perdagangan maritim, khususnya untuk komoditas lada yang saat itu sangat tinggi permintaannya dari Eropa. Iskandar Muda menjadikan Banda Aceh sebagai taman dunia, yang dimulai dari komplek istana. Komplek istana Kesultanan Aceh juga dinamai Darud Dunya (Taman Dunia).
Pada masa agresi Belanda yang kedua, terjadi evakuasi besar-besaran pasukan Aceh keluar dari Banda Aceh yang kemudian dirayakan oleh Van Swieten dengan memproklamirkan jatuhnya kesultanan Aceh dan mengubah nama Banda Aceh menjadi Kuta Raja. Setelah masuk dalam pangkuan Pemerintah Republik Indonesia baru sejak 28 Desember 1962 nama kota ini kembali diganti menjadi Banda Aceh berdasarkan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei 1963 No. Des 52/1/43-43
Pada tanggal 26 Desember 2004, kota ini dilanda gelombang pasang tsunami yang diakibatkan oleh gempa 9,2 Skala Richter di Samudera Indonesia. Bencana ini menelan ratusan ribu jiwa penduduk dan menghancurkan lebih dari 60% bangunan kota ini. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan Pemerintah Kota Banda Aceh, jumlah penduduk Kota Banda Aceh hingga akhir Mei 2012 adalah sebesar 248.727 jiwa.
6.      Penduduk, budaya dan mata pencaharian
·         Penduduk
Jumlah Penduduk Propinsi Aceh berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk tahun 2010 adalah 4.437.198 orang, yang terdiri atas 2.243.578 laki-laki dan 2.242.992 perempuan. Penyebaran penduduk Aceh masih bertumpu di Kabupaten Aceh Utara yakni sebesar 11,81%, kemudian diikuti oleh Kabupaten Bireuen dan Pidie yang masing-masing sebesar 8,67 dan 8,43%, sedangkan kabupaten lainnya di bawah 8%. Rata-rata tingkat kepadatan penduduk Aceh adalah sebanyak 77 orang/km². Daerah yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Banda Aceh yakni sebanyak 3.654 orang/km² sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Gayo Lues yakni sebanyak 14 orang/km². Sebaran penduduk berdasarkan wilayah (pesisir Timur, pesisir Barat - Selatan dan Kawasan Tengah), wilayah pesisir Timur Aceh, Kabupaten Aceh Utara, Bireuen, dan Pidie merupakan tiga kabupaten dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yang masing-masing berjumlah 529.746 orang, 389.024 orang, dan 378.278 orang. Kabupaten Aceh Selatan merupakan yang paling banyak penduduknya untuk wilayah pesisir Barat Selatan, yakni sebanyak 202.003 orang, sementara itu untuk kawasan tengah, penduduk yang paling banyak ditemui terdapat di Kabupaten Aceh Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai 178.852 orang. Rata-rata tingkat kepadatan penduduk Aceh adalah sebanyak 77 orang/km².
Tabel kependudukan di wilayah Aceh
No
Kabupaten/ Kota
2007
2008
2009
2010
2011
Rata-rata Pertumbuhan Penduduk
1
Simeulue
81.127
81.127
82.344
82.962
83.584
0,81
2
Aceh Singkil
94.961
100.265
102.505
106.513
110.677
3,44
3
Aceh Selatan
209.853
210.111
215.315
218.114
220.949
2,14
4
Aceh Tenggara
174.371
175.501
177.024
178.366
179.718
0,76
5
Aceh Timur
313.333
332.915
340.728
355.373
370.648
3,04
6
Aceh Tengah
170.766
182.533
189.298
199.328
209.889
4,29
7
Aceh Barat
152.557
153.396
158.499
161.571
164.703
1,51
8
Aceh Besar
307.362
310.107
312.762
315.497
318.257
0,92
9
Pidie
373.234
380.382
386.053
392.628
399.314
1,81
10
Bireuen
355.989
357.564
359.032
360.563
362.101
0,47
11
Aceh Utara
510.494
517.741
532.537
543.926
555.559
1,72
12
Aceh Barat Daya
121.302
123.101
124.813
126.606
128.426
1,49
13
Gayo Lues
74.312
74.794
75.165
75.595
76.028
0,63
14
Aceh Tamiang
239.451
239.899
241.734
242.885
244.041
0,34
15
Nagan Raya
124.141
124.340
125.425
126.073
126.724
0,39
16
Aceh Jaya
70.673
75.597
82.904
89.799
97.267
7,90
17
Bener Meriah
111.040
112.549
114.464
116.216
117.994
1,51
18
Pidie Jaya
128.446
130.906
135.345
138.936
142.622
2,44
19
Banda Aceh
219.659
217.918
212.241
208.635
205.091
2,13
20
Sabang
29.144
29.221
29.184
29.204
29.224
0,10
21
Langsa
140.005
140.260
140.415
140.620
140.826
0,12
22
Lhokseumawe
158.169
158.760
159.239
159.777
160.316
0,34
23
Subulussalam
63.444
64.256
66.451
68.011
69.608
2,41
Total
4.223.833
4.293.915
4.363.477
4.437.198
4.513.565








v  Suku bangsa
Aceh memiliki 13 suku bangsa asli. Yang terbesar adalah Suku Aceh yang mendiami wilayah pesisir mulai dari Langsa di pesisir timur utara sampai dengan Trumon di pesisir barat selatan. Etnis kedua terbesar adalah Suku Gayo yang mendiami wilayah pegunungan tengah Aceh. Selain itu juga dijumpai suku-suku lainnya seperti, Aneuk Jamee di pesisir barat dan selatan, Singkil dan Pakpak di Subulussalam dan Singkil, Alas di Aceh Tenggara, Kluet di Aceh Selatan dan Tamiang di Tamiang.
Suku Devayan mendiami wilayah selatan Pulau Simeulue sedangkan Suku Sigulai dan Suku Lekon di utaranya. Suku Haloban dan Suku Nias terdapat di Pulau Banyak. Hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan hasil sebagai berikut: Aceh (50,32%), Jawa (15,87%), Gayo (11,46%), Alas (3,89%), Singkil (2,55%), Simeulue (2,47%), Batak (2,26%), Minangkabau (1,09%), Lain-lain (10,09%).
v  Agama
Sebagian besar penduduk di Aceh menganut agama Islam. Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh hanya suku Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam. Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agama Kristen yang dianut oleh pendatang suku Batak dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku Hakka. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu. Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam, berdasar UU No.18/2001. Kalangan intelektual Aceh sendiri masih memperdebatkan apakah yang diberlakukan di Aceh sudah benar-benar syariat atau itu cuma karena alasan politis saja. Alasan yang juga kemudian disebutkan adalah kondisi konkret ketika itu berkenaan dengan politik, polemik di kalangan jumhur ulama soal bisa tidaknya hukum Islam diproduksi pasca kenabian selain persoalan dualisme aliran dalam Islam, dua aliran besar dalam tradisi tafsir hukum Islam.
v  Budaya
Provinsi Aceh memiliki tiga belas suku, yaitu Aceh (mayoritas), Tamiang (Aceh Timur Bagian Timur), Alas (Aceh Tenggara), Aneuk Jamee (Aceh Selatan), Naeuk Laot, Semeulu dan Sinabang (Semeulue), Gayo (Bener Meriah, Aceh Tengah dan Gayo Lues), Pakpak, Lekon, Haloban dan Singkil (Aceh Singkil), Kluet (Aceh Selatan), Masing-masing suku mempunyai budaya, bahasa dan pola pikir masing-masing.
Aceh merupakan kawasan yang sangat kaya dengan seni budaya galibnya wilayah Indonesia lainnya. Aceh mempunyai aneka seni budaya yang khas seperti tari-tarian, dan budaya lainnya seperti:
·         Meuseukee Eungkot (sebuah tradisi di wilayah Aceh Barat)
·         Peusijuek (atau Tepung tawar dalam tradisi Melayu)

ü  Sastra

·         Bustanussalatin
·         Hikayat Prang Sabi
·         Hikayat Malem Diwa
·         Legenda Amat Rhang Manyang
·         Legenda Putroe Neng
·         Legenda Magasang dan Magaseueng

ü  Senjata tradisional

Rencong adalah senjata tradisional Aceh, bentuknya menyerupai huruf L, dan bila dilihat lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan bismillah. Rencong termasuk dalam kategori dagger atau belati (bukan pisau ataupun pedang).
Selain rencong, bangsa Aceh juga memiliki beberapa senjata khas lainnya, seperti Sikin Panjang, Perisai Awe, Perisai Teumaga, siwah, geuliwang dan peudeueng.

ü  Rumah Tradisional

Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur).

ü  Tarian

Tari Seudati di Sama Langa tahun 1907
Tari Saman dari Gayo Lues
Provinsi Aceh yang memiliki setidaknya 10 suku bangsa, memiliki kekayaan tari-tarian yang sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal di tingkat nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Aceh, seperti Tari Rateb Meuseukat dan Tari Saman.
o   Tarian Suku Aceh
·         Tari Laweut
·         Tari Likok Pulo
·         Tari Pho
·         Tari Ranup lam Puan
·         Tari Rapa'i Geleng
·         Tari Rateb Meuseukat
·         Tari Ratoh Duek
·         Tari Seudati
·         Tari Tarek Pukat
o   Tarian Suku Gayo
·         Tari Saman
·         Tari Bines
·         Tari Didong
·         Tari Guel
·         Tari Munalu
·         Tari Turun Ku Aih Aunen
o   Tarian Suku Alas
·         Tari Mesekat
o   Tarian Suku Melayu Tamiang
·         Tari Ula-ula Lembing
·         Mata pencaharian

v  Sumber daya alam

·         Minyak bumi
·         Gas alam
·         Emas
·         Hutan
·         Kayu
·         Kopi
·         Ikan
·         Rempah-rempah
·         Kakao
·         Pinang

v  Industri

Aceh memiliki sejumlah industri besar di antaranya
·         PT Arun: Kilang Pencairan Gas Alam di Lhokseumawe
·         PT Pupuk Iskandar Muda (PIM): Pabrik Pupuk Iskandar Muda di Lhokseumawe
·         PT Aceh Asean Fertilizer (AAF): Pabrik Pupuk Asean di Lhokseumawe
·         PT Kertas Kraft Aceh (KKA): Pabrik Kertas di Lhokseumawe
·         PT Semen Andalas Indonesia-Lafarge (SAI): Semen Andalas di Aceh Besar
·         ExxonMobil: Kilang Gas Alam di Lhokseumawe

v  Pertambangan

·         Emas di Woyla, Seunagan, Aceh Barat; Pisang Mas di Beutong, Payakolak, Takengon Aceh Tengah
·         Batubara di Kaway XI, di Semayan di Aceh Barat,
·         Batu gamping di Tanah Greuteu, Aceh Besar; di Tapaktuan
v  Sektor Perkebunan
Secara umum, bentuk perkebunan yang terdapat di Aceh terbagi dua, yaitu perkebunan besar, yang dimiliki oleh Perusahaan Swasta Nasional dan Perkebunan Rakyat. Perkebunan Swasta Nasional biasanya mengajukan Izin Hak Guna Usaha (HGU) untuk mendapatkan lahan perkebunannya dalam jangka waktu > 30 Tahun dan dengan luas diatas 5.000 ha. Sedangkan Perkebunan Rakyat status tanah biasanya adalah hak milik yang diusahakan turun temurun. Luas tanah biasanya berkisar antara 1-3 ha. Luas perkebunan di Aceh 66 % diantaranya adalah perkebuan besar dan sisanya 34% adalah perkebunan kecil yang diusahakan oleh rakyat.
v  Sektor Perikanan
Wilayah pesisir di propinsi Aceh mempunyai panjang garis pantai 1.660 km, dengan luas wilayah perairan laut seluas 295.370 km terdiri dari laut wilayah (perairan teritorial dan perairan kepulauan) 56.563 km, dan zona ekonomi eksklusif (ZEE) 238.807 km. Sektor perikanan dari seri serapan tenaga kerja menyerap 257.300 jiwa yang terdiri dari 4 (empat) sektor yaitu: sektor penangkapan, sektor budidaya, sektor pengolahan, dan sektor pemasaran hasil perikanan.
Sektor penangkapan terdiri dari nelayan tetap dan nelayan tidak tetap sebanyak 164.080 jiwa, sektor budidaya sebanyak 56.300 jiwa, sektor pengolahan sebanyak 20.670 jiwa, dan sektor pemasaran hasil perikanan melalui penjual ikan (mugee eungkoet) mencapai 16.250 jiwa. Dinas kelautan dan perikanan propinsi Aceh telah melakukan penentuan tempat-tempat pertumbuhan untuk berbagai sub di sektor perikanan yang disebut dengan pusat pertumbuhan. Sub sektor-sub sektor tersebut adalah:
§  Perikanan tangkap meliputi wilayah Banda Aceh, Aceh Besar, Sabang dan sekitarnya.
§   Budidaya air tawar meliputi wilayah Aceh Tengah, termasuk Bener Meriah dan Gayo Lues, selain Aceh Tengah sendiri.
§   Budidaya air payau, yang meliputi wilayah Aceh Timur, Langsa dan Aceh Tamiang.
§   Budidaya laut, yang di fokuskan di wilayah pulau Simelue dan sekitarnya.
Dengan adanya pusat-pusat pertumbuhan ini, diharapkan dapat memacu tingkat perikanan di Propinsi Aceh sekaligus dapat menarik wilayah-wilayah di sekitar pusat pertumbuhan itu untuk secara bersama-sama memberi kontribusi dalam meningkatkan jumlah produksi perikanan di Aceh.
v  Sektor Peternakan
Ternak Kecil
Kabupaten/ Kota
Kambing
Domba
Babi
Aceh Besar
71.387
25.521
0
Pidie
115.01
4.673
0
Bireuen
52.969
18.973
0
Aceh Utara
110.806
19.807
0
Aceh Timur
45.653
2.448
0
Aceh Tamiang
12.563
2.887
0
Bener Meriah
1.586
127
0
Aceh Tengah
3.986
783
0
Gayo Lues
3.688
2.71
0
Aceh Tenggara
26.189
7.944
0
Aceh Jaya
7.618
18
0
Aceh Barat
12.093
1.011
0
Nagan Raya
63.087
15.342
0
Aceh Barat Daya
53.754
15.717
0
Aceh Selatan
34.056
5.658
0
Aceh Singkil
23.084
12.713
0
Simeulue
7.1
0
0
Banda Aceh
6.383
2.089
0
Sabang
5.221
3
0
Lhokseumawe
6.111
1.59
0
Langsa
10.869
453
0
JUMLAH
673.213
140.467
0

v  Sektor Pariwisata
Daerah/obyek wisata di daerah ini tercatat sebanyak 112 buah, yang terdiri dari wisata alam, wisata budaya dan wisata bahari. Faktor pendukung adalah keramah tamahan masyarakat Aceh dalam rangka membantu pengembangan industri pariwisata di Propinsi Aceh. Berdasarkan rencana pembangunan industri pariwisata di Propinsi Aceh, ibukota Banda Aceh akan dijadikan sentra industri pariwisata. Semua ini didukung oleh sub-sub sentra seperti Sigli, Meulaboh dan Tapaktuan. Yang menjadi sentra II adalah Takengaon, didukung oleh sub-sub seperti Lhokseumawe, Kutacane dan Langsa. Andalan utama sentra kedua (Takengon) adalah keindahan panorama alam dan danaunya, lokasi berburu, sumber daya alam, dan keaneka ragaman flora dan faunanya.
7.      Potensi dan permasalahan utama
·         Potensi kayu dan non kayu
Potensi kayu jenis perdagangan di Provinsi Aceh baik di Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam, Taman Buru, Hutan Lindung, Hutan Produksi Tetap dan Hutan Produksi mencapai 59,19 juta m3. Secara lebih rinci potensi kayu jenis perdagangan tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut :
·         Potensi Sektor Pangan
Potensi investasi sektor pangan yang terdapat di Propinsi Aceh antara lain jagung dan perikanan lobster. Beberapa sentra produksi Jagung di Aceh adalah AcehSelatan dan Aceh Utara, Produksi Jagung seluruh propinsi Aceh pada tahun 2011 adalah 168.861 ton dengan luas area 41.853 Ha dan produktifitas sebesar 40,35 Kw/ha.
Perkebunan swasta Nasional biasanya mengajukan Izin Hak Guna Usaha (HGU) untuk mendapatkan lahan perkebunan dalam jangka waktu > 30 tahun dan dengan luas biasanya di atas 5.000 ha, sedangkan status tanah Perkebunan Rakyat biasanya adalah hak milik yang di usahakan turun temurun. Luas tanah berkisar antara 1-3 ha. Luas perkebunan Aceh 66% di antaranya adalah perkebunan besar dan sisanya 34% adalah perkebunan kecil yang diusahakan oleh rakyat.
·         Potensi panas bumi Bur Ni Telong
Menurut Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, potensi panas bumi Bur Ni Telong adalah sebesar 104 MWe.
·         Potensi bidang energy
Indikasi peluang investasi sector pangan yang terdapat di PROVINSI ACEH antara lain panas bumi, batu bara, PLTA/PLTMH dan lain-lain. Tertariknya investor untuk berinvestasi di PROVINSI ACEH akan bergantung kepada kesiapan infrastruktur fisik, telekomunikasi dan kemudahan penyiapan energi.
·         Permasalahan ketersediaan air bersih
Sumber air rumah tangga terdiri dari dua kelompok yaitu sumber air terlindung (air kemasan, ledeng, pompa dan sumur terlindung) dan sumber air tidak terlindung (sumur tidak terlindung, mata air tak terlindung, air sungai). Rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air terlindung sebesar 66,6 persen dari total rumah tangga. Penggunaan sumur gali merupakan sumber air terbesar (60%) yang digunakan oleh rumah tangga di Aceh. Sisanya menggunakan sumber air Ledeng (23,6%), pompa (4%), air hujan (3,35%), air kemasan (3,2%), dan lainnya (Profil Kesehatan Aceh, 2009).
Sampai saat ini, pembangunan sarana dan prasarana air bersih telah ada di 23 kabupaten/kota, dengan kapasitas terpasang 3.406 liter/detik yang terdiri dari: sarana dan prasarana air bersih perkotaan dengan kapasitas 1.927 l/dtk; ibu kota kecamatan (63 IKK) dengan kapasitas 757 l/dtk; dan perdesaan (135 desa) dengan kapasitas 722 L/dtk. Sedangkan sarana dan prasarana air bersih yang beroperasi 2.037 l/dtk, yaitu: air bersih perkotaan 1.507 l/dtk, air bersih IKK 450,5 l/dtk, dan air bersih perdesaan 79,5 l/dtk. Selanjutnya, instalasi yang tidak beroperasi berkapasitas 676 l/dtk, yaitu: 476 l/dtk rusak, 200 l/dtk dalam tahap pembangunan, dan 693 l/dtk tidak diketahui operasionalnya.
·         Permasalahan rasio daya listrik
Pada umumnya pelayanan listrik Aceh dilakukan oleh PT. PLN. Pemerintah Aceh hanya memfokuskan melakukan usaha pelayanan pada daerah-daerah terpencil yang belum terjangkau oleh PT PLN. Sistem distribusi saat ini telah mampu mendistribusikan energi listrik sampai pelosok Provinsi Aceh dengan rasio elektrifikasi sampai Desember 2008 sebesar 87,21 persen.
·         Permasalahan utama pada lahan kritis
Luas lahan kritis di Provinsi Aceh pada tahun 2007 seluas 459.469,28 ha dengan kategori kritis seluas 393.025,63 ha dan sangat kritis seluas 66.443,65 ha. Pada tahun 2011 luas lahan kritis di provinsi Aceh mengalami peningkatan mencapai 460.099,76 ha, dengan kategori kritis seluas 393.397,03 ha dan sangat kritis seluas 66.702,73 ha. Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi lahan kritis yaitu melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan satu miliar pohon (OMOT). Pada tahun 2011, melalui penanaman pada kegiatan penghijauan sebanyak 24.886.789 batang dan penanaman reboisasi sebanyak 3.808.598 batang.



B.     PROVINSI SUMATERA UTARA
1.      Letak/ Lokasi
Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 72.981,23 km².
Batas wilayah: Utara Provinsi Aceh dan Selat Malaka Selatan Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat dan Samudera Indonesia Barat Provinsi Aceh dan Samudera Indonesia Timur Selat Malaka.
Sumatera Utara pada dasarnya dapat dibagi atas:
·  Pesisir Timur
·  Pegunungan Bukit Barisan
·  Pesisir Barat
·  Kepulauan Nias
Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya. Pada masa kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini termasuk residentie Sumatra's Oostkust bersama provinsi Riau.
Pada wilayah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di pegunungan ini terdapat beberapa wilayah yang menjadi kantong-kantong konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir, merupakan daerah padat penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau ini.Pesisir barat merupakan wilayah yang cukup sempit, dengan komposisi penduduk yang terdiri dari masyarakat Batak, Minangkabau, dan Aceh. Namun secara kultur dan etnolinguistik, wilayah ini masuk ke dalam budaya dan Bahasa Minangkabau Batas wilayah.
2.      Luas dan Bentuk Wilayah
Sumatera Utara terletak diantara 10-40 Lintang Utara dan 980-1000 Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi Sumatera Utara mencapai 71.680,68 km2 atau 3,72% dari luas Wilayah Republik Indonesia, dengan posisi geografis antara 10 - 40 LU dan 980 – 1000 BT.
http://www.kanwilsumut.djpbn.depkeu.go.id/images/stories/peta.jpg
Provinsi Sumatera Utara memiliki 162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan 156 pulau di Pantai Barat. Batas wilayah Provinsi Sumatera Utara meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam di sebelah Utara, Provinsi Riau dan Sumatera Barat di sebelah Selatan, Samudera Hindia di sebelah Barat, serta Selat Malaka di sebelah Timur.Letak geografis Provinsi Sumatera Utara berada pada jalur strategis pelayaran Internasional Selat Malaka yang dekat dengan Singapura, Malaysia dan Thailand
3.      Relief dan Iklim
Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur ditengah-tengah dari Utara ke Selatan. Kemiringan tanah antara 0 - 12 % seluas 65,51% seluas 8,64 % dan diatas 40 % seluas 24,28 %, sedangkan luas Wilayah Danau Toba 112.920 Ha atau 1,57 %.
Berdasarkan Topografi Daerah Sumatera Utara dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu bagian Timur dengan keadaan relatif datar, bagian tengah bergelombang sampai berbukit dan bagian Barat merupakan dataran bergelombang.Wilayah Pantai Timur yang merupakan dataran rendah seluas 24.921,99 Km2 atau 34,77 persen dari luas wilayah Sumatera Utara adalah Daerah yang subur, kelembaban tinggi dengan curah hujan relatif tinggi pula. Wilayah ini memiliki potensi ekonomi yang tinggi sehingga cenderung semakin padat karena arus migrasi dari wilayah Pantai Barat dan dataran tinggi.
Daerah Sumatera Utara termasuk iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin Passat dan angin Muson. Kelembaban udara rata-rata 78%-91%, Curah hujan (800-4000) mm / Tahun dan penyinaran matahari 43%.
4.      Geologi dan Geomorfologi
Pegunungan sebelah barat graben tengah terdiri dari batuan massif yang berumur Kuarter dan sejumlah formasi vulkanik muda,Bukit Barisan Sumatra Utara dekat Sungai Wampu dan Sungai Barumuadi Bukit Barisan terdapat kulminasi berbentuk khas disebut Batak Timor.
Danau Toba dari geologinya termasuk vulkano tektonik. Kenampakan morfologi Toba lebih muda dari lembah Asahan. Lembah Asahan merupakan aliran tuff dan memotong dekat Porsea oleh Kawah Toba. Pusat patahan blok Toba, setelah runtuh Kawah Toba mengalami patahan. Kemiringan terus-menerus sepanjang waktu juga dikelilingi blok. Danau Toba memiliki lebar 500 m dan tinggi 1400 m dari permukaan air danau toba.Volume kawah sekitar 1000-2000 km3.Daerah sekeliling Toba merupakan lereng curam, timbunan danau lebih muda yaitu terletak di sebelah barat laut Samosir
Di Sumatra Utara sebelah timur Batak Tumor jarang terdapat endapan neogen, tetapi di cekungan minyak Aceh, sebelah utara Sungai Wampu, memperlihatkan kelipatan hebat di sisi Bukit Barisan yang makin ke timur makin lemah. Hal ini menunjukkan gejala compressive yang berasal dari Bukit Barisan. Daerah minyak di Sumatera Utara antara lain :
o   Rantau (1929) : produksi kumulatifnya sudah melebihi 100 juta barrel
o   Perlak              : sudah tua.
o   Lapangan Gas Arun (1971) : produksinya lebih ½ milyar kaki kubik perhari, cadangan sama dengan 17 triliun, kandungan co2 = 15 %
5.      Sejarah
Pada jaman pemerintahan Belanda, Sumatera Utara merupakan suatu pemerintahan yang bernama Gouvernement Van Sumatera yang meliputi seluruh Sumatera yang di kepalai oleh seorang Gubernur berkedudukan di Medan.
Sumatera Utara terdiri dari daerah-daerah administratif yang dinamakan keresidenan. Pada Sidang I Komite Nasional Daerah (KND) Provinsi Sumatera diputuskan untuk dibagi menjadi 3 sub Provinsi yaitu sub Provinsi Sumatera Utara (yang terdiri dari Keresidenan Aceh, Keresidenan Sumatera Timur dan Keresidenan Tapanuli), sub Provinsi Sumatera Tengah dan sub Provinsi Sumatera Selatan.
Melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 tanggal 15 April 1948 pemerintah menetapkan Sumatera menjadi 3 Provinsi yang masing-masing berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yaitu Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Provinsi Sumatera Selatan dan pada tanggal 15 selanjutnya ditetapkan menjadi hari jadi Provinsi Sumatera Utara.
Awal tahun 1949 diadakan reorganisasi pemerintahan di Sumatera. Dengan keputusan Pemerintah Darurat RI tanggal 17 Mei 1949 Nomor 22/Pem/PDRI jabatan Gubernur Sumatera Utara ditiadakan, selanjutnya dengan ketetapan Pemerintah Darurat RI tanggal 17 Desember 1949 dibentuk Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli/Sumatera Timur yang kemudian dengan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950, ketetapan ini dicabut dan kembali dibentuk Provinsi Sumatera Utara.
Tanggal 7 Desember 1956 diundangkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan perubahan peraturan pembentukan Provinsi Sumatera Utara yang intinya Provinsi Sumatera Utara wilayahnya dikurangi dengan bagian-bagian yang terbentuk sebagai Daerah Otonomi Provinsi Aceh.
6.      Penduduk, Budaya dan Mata Pencaharian
o   Penduduk
Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa timur, Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990, penduduk Sumatera Utara berjumlah 10,81 juta jiwa, dan pada tahun 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara telah meningkat menjadi 12,98 juta jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 178 jiwa per km². Dengan Laju Pertumbuhan Penduduk dari tahun 2000-2010 sebesar 1,10 persen.Kadar Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sumatera Utara setiap tahunnya tidak tetap. Pada tahun 2000 TPAK di daerah ini sebesar 57,34 persen,tahun 2001 naik menjadi 57,70 persen, tahun 2002 naik lagi menjadi 69,45 persen.
o   Budaya
suku
Sumatera Utara merupakan provinsi multietnis dengan Batak, Nias, dan Melayu sebagai penduduk asli wilayah ini. Daerah pesisir timur Sumatera Utara, pada umumnya dihuni oleh orang-orang Melayu. Pantai barat dari Barus hingga Natal, banyak bermukim orang Minangkabau. Wilayah tengah sekitar Danau Toba, banyak dihuni oleh Suku Batak yang sebagian besarnya beragama Kristen. Suku Nias berada di kepulauan sebelah barat. Sejak dibukanya perkebunan tembakau di Sumatera Timur, pemerintah kolonial Hindia Belanda banyak mendatangkan kuli kontrak yang dipekerjakan di perkebunan. Pendatang tersebut kebanyakan berasal dari etnis Jawa dan Tionghoa.
Bahasa
Penduduk Sumatra utara menggunakan  Bahasa Indonesia. Suku Melayu Deli mayoritas menuturkan Bahasa Indonesia karena kedekatannya dengan Bahasa Melayu yang menjadi bahasa ibu masyarakat Deli. Pesisir timur seperi wilayah Serdang Bedagai, Pangkalan Dodek, Batubara, Asahan, dan Tanjung Balai, memakai Bahasa Melayu dialek "o" begitu juga di Labuhan Batu dengan sedikit perbedaan ragam. Di Kabupaten Langkat masih menggunakan bahasa Melayu dialek "e" yang sering juga disebut bahasa Maya-maya. Mayarakat Jawa di daerah perkebunan, menuturkan Bahasa Jawa sebagai pengantar sehari-hari.
Agama
Agama utama yang dianut penduduk Sumatra utara, antara lain :
o   Islam: terutama dipeluk oleh suku Melayu, Pesisir, Minangkabau,Jawa, Aceh, suku Batak Mandailing, sebagian Batak Karo, Simalungun dan Pakpak
o   Kristen (Protestan dan Katolik): terutama dipeluk oleh suku Batak Karo, Toba, Simalungun, Pakpak, Mandailing dan Nias
o   Hindu: terutama dipeluk oleh suku Tamil di perkotaan
o   Buddha: terutama dipeluk oleh suku Peranakan di perkotaan
o   Konghucu : terutama dipeluk oleh suku Peranakan di perkotaan
o   Parmalim: dipeluk oleh sebagian suku Batak yang berpusat di Huta Tinggi
Seni dan budaya

Musik

Musik yang biasa dimainkan di sumtra utara,cenderung tergantung dengan upacara-upacara adat yang diadakan, tetapi lebih dominan dengan genderangnya. Seperti pada Etnis Pesisir terdapat serangkaian alat musik yang dinamakan Sikambang.

Arsitektur

Dalam bidang seni rupa yang menonjoldi sumtra utara  adalah arsitektur rumah adat yang merupakan perpaduan dari hasil seni pahat dan seni ukir serta hasil seni kerajinan. Arsitektur rumah adat terdapat dalam berbagai bentuk ornamen.Pada umumnya bentuk bangunan rumah adat pada kelompok adat batak melambangkan "kerbau berdiri tegak". Hal ini lebih jelas lagi dengan menghias pucuk atap dengan kepala kerbau.
Rumah adat etnis Batak, Ruma Batak, berdiri kokoh dan megah serta masih banyak ditemui di Samosir. Rumah adat Karo kelihatan besar dan lebih tinggi dibandingkan dengan rumah adat lainnya. Atapnya terbuat dari ijuk dan biasanya ditambah dengan atap-atap yang lebih kecil berbentuk segitiga yang disebut "ayo-ayo rumah" dan "tersek". Dengan atap menjulang berlapis-lapis itu rumah Karo memiliki bentuk khas dibanding dengan rumah tradisional lainnya yang hanya memiliki satu lapis atap di Sumatera Utara.
Bentuk rumah adat di daerah Simalungun cukup memikat. Kompleks rumah adat di desa Pematang Purba terdiri dari beberapa bangunan yaitu rumah bolon, balai bolon, jemur, pantangan balai butuh, dan lesung. Bangunan khas Mandailing yang menonjol disebut "Bagas Gadang" (rumah Namora Natoras) dan "Sopo Godang" (balai musyawarah adat).
Rumah adat di pesisir barat kelihatan lebih megah dan lebih indah dibandingkan dengan rumah adat lainnya. Rumah adat ini masih berdiri kokoh di halaman Gedung Nasional Sibolga.

Tarian

Perbendaharaan seni tari tradisional di sumatera utara meliputi berbagai jenis. Ada yang bersifat magis, berupa tarian sakral, dan ada yang bersifat hiburan saja yang berupa tari profan. Di samping tari adat yang merupakan bagian dari upacara adat, tari sakral biasanya ditarikan oleh dayu-datu. Termasuk jenis tari ini adalah tari guru dan tari tungkat. Datu menarikannya sambil mengayunkan tongkat sakti yang disebut Tunggal Panaluan.
Tari profan biasanya ialah tari pergaulan muda-mudi yang ditarikan pada pesta gembira. Tortor ada yang ditarikan saat acara perkawinan. Biasanya ditarikan oleh para hadirin termasuk pengantin dan juga para muda-mudi. Tari muda-mudi ini, misalnya morah-morah, parakut, sipajok, patam-patam sering dan kebangkiung. Tari magis misalnya tari tortor nasiaran, tortor tunggal panaluan. Tarian magis ini biasanya dilakukan dengan penuh kekhusukan.Selain tarian Batak terdapat pula tarian Melayu seperti Serampang XII.

Kerajinan

Selain arsitektur,tenunan merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku Batak. Contoh tenunan ini adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan kain adat Batak yang digunakan dalam upacara-upacara perkawinan, kematian, mendirikan rumah, kesenian,dsb. Bahan kain ulos terbuat dari benang kapas atau rami. Warna ulos biasanya adalah hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna tertentu. Sedangkan warna lain merupakan lambang dari variasi kehidupan. Pada suku Pakpak ada tenunan yang dikenal dengan nama oles. Bisanya warna dasar oles adalah hitam kecokelatan atau putih. Pada suku Karo ada tenunan yang dikenal dengan nama uis. Bisanya warna dasar uis adalah biru tua dan kemerahan. Pada masyarakat pesisir barat ada tenunan yang dikenal dengan nama Songket Barus. Biasanya warna dasar kerajinan ini adalah Merah Tua atau Kuning Emas.

Makanan khas

Makanan Khas di Sumatera Utara sangat bervariasi, tergantung dari daerah tersebut. Saksang dan Babi panggang sangat familiar untuk mereka yang melaksanakan pesta maupun masakan rumah. Misalkan seperti didaerah Pakpak Dairi, Pelleng adalah makanan khas dengan bumbu yang sangat pedas.
Di tanah Batak sendiri ada dengke naniarsik yang merupakan ikan yang digulai tanpa menggunakan kelapa. Untuk cita rasa, tanah Batak adalah surga bagi pecinta makanan santan dan pedas. Pasituak Natonggi atau uang beli nira yang manis adalah istilah yang sangat akrab disana, menggambarkan betapa dekatnya tuak atau nira dengan kehidupan mereka.
o   Mata pencaharian

Pertanian dan perkebunan

Provinsi sumatara utara ini tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. BUMN Perkebunan yang arealnya terdapat di Sumatera Utara, antara lain PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II), PTPN III dan PTPN IV.
Selain itu Sumatera Utara juga tersohor karena luas perkebunannya. Hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. Sumatera Utara menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhanbatu, dan Tapanuli Selatan.
·                      Luas pertanian padi. Pada tahun 2005 luas areal panen tinggal 807.302 hektare, atau turun sekitar 16.906 hektare dibanding luas tahun 2004 yang mencapai 824.208 hektare. Produktivitas tanaman padi tahun 2005 sudah bisa ditingkatkan menjadi berkisar 43,49 kwintal perhektar dari tahun 2004 yang masih 43,13 kwintal per hektare, dan tanaman padi ladang menjadi 26,26 kwintal dari 24,73 kwintal per hektare. Tahun 2005, surplus beras di Sumatera Utara mencapai 429 ton dari sekitar 2.1.27 juta ton total produksi beras di daerah ini.
·                      Luas perkebunan karet. Tahun 2002 luas areal tanaman karet di Sumut 489.491 hektare dengan produksi 443.743 ton. Sementara tahun 2005, luas areal karet menurun atau tinggal 477.000 hektare dengan produksi yang juga anjlok menjadi hanya 392.000 ton.
·                      Irigasi. Luas irigasi teknis seluruhnya di Sumatera Utara seluas 132.254 ha meliputi 174 Daerah Irigasi. Sebanyak 96.823 ha pada 7 Daerah Irigasi mengalami kerusakan sangat kritis.
·                      Produk Pertanian. Sumatera Utara menghasilkan karet, cokelat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhanbatu, dan Tapanuli Selatan. Komoditas tersebut telah diekspor ke berbagai negara dan memberikan sumbangan devisa yang sangat besar bagi Indonesia. Selain komoditas perkebunan, Sumatera Utara juga dikenal sebagai penghasil komoditas holtikultura (sayur-mayur dan buah-buahan); misalnya Jeruk Medan, Jambu Deli, Sayur Kol, Tomat, Kentang, dan Wortel yang dihasilkan oleh Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara. Produk holtikultura tersebut telah diekspor ke Malaysia dan Singapura.

Perbankan

Selain bank umum nasional, bank pemerintah serta bank internasional, saat ini di Sumatra utara juga terdapat 61 unit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan 7 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Data dari Bank Indonesia menunjukkan, pada Januari 2006, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang diserap BPR mencapai Rp 253.366.627.000 dan kredit mencapai Rp 260.152.445.000. Sedangkan aktiva mencapai Rp 340.880.837.000.

Sarana dan prasarana

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara juga sudah membangun berbagai prasarana dan infrastruktur untuk memperlancar perdagangan baik antar kabupaten maupun antar provinsi. Sektor swasta juga terlibat dengan mendirikan berbagai properti untuk perdagangan, perkantoran, hotel dan lain-lain. Tentu saja sektor lain, seperti koperasi, pertambangan dan energi, industri, pariwisata, pos dan telekomunikasi, transmigrasi, dan sektor sosial kemasyarakatan juga ikut dikembangkan. Untuk memudahkan koordinasi pembangunan, maka Sumatera Utara dibagi ke dalam empat wilayah pembangunan.

Pertambangan

Ada tiga perusahaan tambang terkemuka di Sumatera Utara:
·                      Sorikmas Mining (SMM)
·                      Newmont Horas Nauli (PTNHN).
·                      Dairi Prima Mineral
Transportasi
Di Sumatera Utara terdapat 2.098,05 kilometer jalan negara, yang tergolong mantap hanya 1.095,70 kilometer atau 52,22 persen dan 418,60 kilometer atau 19,95 persen dalam keadaan sedang, selebihnya dalam keadaan rusak. Sementara dari 2.752,41 kilometer jalan provinsi, yang dalam keadaan mantap panjangnya 1.237,60 kilometer atau 44,96 persen, sementara yang dalam keadaan sedang 558,46 kilometer atau 20,29 persen. Halnya jalan rusak panjangnya 410,40 kilometer atau 14,91 persen dan yang rusak berat panjangnya 545,95 kilometer atau 19,84 persen. Dari sisi kendaraan, terdapat lebih 1,38 juta kendaraan roda dua dan empat di Sumatera Utara. Dari jumlah itu, sebanyak 873 ribu lebih berada di Kota Medan.
7.      Potensi dan Permasalahan
Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki potensi pertanian cukup besar dan sebagai lumbung pangan di wilayah Sumatera bagian barat. Hal ini dikarenakan agroklimat, sumber daya alam dan budaya serta masyarakatnya sebagian besar bekerja di sektor pertanian khususnya tanaman pangan.
Disamping letak geografisnya yang sangat strategis, Provinsi Sumatera Utara menjadi salah satu potensi lokasi pemasaran produk-produk hasil pertanian. Masalah ketahanan pangan bagi Provinsi Sumut masih menjadi masalah penting, dimana selama ini menjadi daerah swasembada pangan. Meskipun masih dapat tercapai, namun pada akhir-akhir ini untuk mempertahankan status swaaembada pangan tersebut amat sulit karena terus mengalami penurunan.Dengan kata lain, bebrapa tahun terakhir mengalami kegagalan pada masalah ketahanan pangan.
Rafdinal mengatakan,ada beberapa penyebab yang memunculkan lemahnya ketahanan pangan ini mulai adanya kekeliruan dalam pengelolahan lahan-lahan pertanian hingga pada lemahnya ketersediaan berbagai sarana produksi yang ada.“Sumut merupakan daerah yang kaya sumber daya alam (SDA), tetapi itu semua belum bisa dimaksimalkan secara optimal. Akibatnya, perekonomian masyarakat tidak berkembang, terutama bagi masyarakat kecil miskin yang makin termarginalkan. Kondisi ini sangat memperhatinkan. Inilah yang membuat saya termotivasi ikut mencalonkan diri sebagai Dewan Perwakilan Daerah dariDapil Sumut pada pemilu mendatang .
Masalah pengelolaan lahan pertanian adalah masalah yang relatif sukar untuk ditangani. Hal ini karena lahan merupakan faktor produksi yang bersifat terbatas, yang tidak memiliki potensi untuk mendukung produksi pertanian apabila tidak dikelola manusia. Selain itu lahan pertanian juga bukan lagi menjadi faktor penting dalam berproduks, mengingat lahan pertanian semakin lama semakin berkurang luasannya sebagai akibatnya adanya konversi lahan dari pertanian mendai non pertanian.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka ketahanan pangan akan memumngkinkan untuk tercipta melalui modifikasi pertanian maupu ketersediaan infrastruktur dan sarana produksi. Masalah modifikasi produk pertanian meskipun telah dilakukan kajian, naumn masalah ketersediaan infrastruktur dan sarana produksi pertanian ini masih terus menjadi bahan diskusi sehingga masih perlu untuk diteliti lebih akurat.
Hal ini dikarenakan sarana dan prasarana pertanian merupakan faktor penting yang sangat menentukan keberhasilan program ketahanan pangan didaerah. Selain itu, permasalahan tanah, upah buruh, dan tidak berimbangnya pembagian pendapatan bagi hasil dari hasil perkebunan dan BUMN dengan pemerintah pusat juga menjadi perhatian penuh Rafdinal kalau dirinya nanti terpilih dan duduk di senayan Jakarta.
Ada beberapa hal yang harus disedikan oleh pemerintah agar bisa mengangkat perekonomian masyarakat khususnya di Sumut. Diantaranya:  pertama, harus tersedia infrastruktur yang memadai di semua bidang. Kedua, insentifdanstimulan terutama dalam aspek permodalan bagi industri  kecil, UKM dan home industri perlu diberikan. Ketiga, penyediaan pasar induk, pusat perdagangan dan sentra industri kecil di berbagai daerah perlu dikembangkan dengan fasilitas yang modern.Keempat, harus ada regulasi yang memberikan perlindungan kepada pelaku industri kecil, UKM dan home industri dari gempuran kapitalisme perdagangan global. Kelima, membuka lapangan kerja baru di berbagai sektor sesuai dengan potensi daerahan yang ada di Sumut.Dan keenam, sektor penunjang dan bergeraknya ekonomi, seperti kualitas pendidikan yang merata dan terjangkau, pelayanan kesehatan terutama bagi rakyat kecil serta pendapatan/upah buruh yang harus ditingkatkan.

C.    PROVINSI SUMATERA BARAT
Sumatera Barat
1.      Letak/Lokasi
a.       Letak Absolut
Secara astronomis, Provinsi Sumatera Barat terletak pada garis 054’ Lintang Utara sampai dengan 330’ Lintang Selatan serta 9836’ – 1010 53’ Bujur Timur .
b.      Letak Relatif
Berdasarkan posisi geografisnya Provinsi Sumatera Barat terletak di pesisir barat  tengah pulau Sumatera yang mempunyai luas wilayah 42,2 ribu km2 atau setara 2,21 persen dari luar Republik Indonesia. Sumatera Barat berbatasan langsung dengan Sumatera Utara (Utara), Provinsi Riau (Timur), Provinsi Jambi dan  Provinsi Bengkulu (Selatan) serta Samudera Indonesia (Barat). Satu-satunya hubungan darat hanyalah dengan Provinsi Sumatera Utara sehingga memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan provinsi tersebut.
Analisis, dengan posisinya yang terletak di pesisir pantai maka provinsi ini berpotensi dalam hal pariwisata, pusat persinggahan kapal-kapal dagang dan sebagai nelayan atau pencari ikan.
2.      Luas dan Bentuk Wilayah
Sumatera Barat terletak di pesisir barat bagian tengah pulau Sumatera yang terdiri dari dataran rendah di pantai barat dan dataran tinggi vulkanik yang dibentuk oleh Bukit Barisan. Provinsi ini memiliki daratan seluas 42.297,30 km² yang setara dengan 2,17% luas Indonesia. Dari luas tersebut, lebih dari 45,17% merupakan kawasan yang masih ditutupi hutan lindung. Garis pantai provinsi ini seluruhnya bersentuhan dengan Samudera Hindia sepanjang 2.420.357 km dengan luas perairan laut 186.580 km². Kepulauan Mentawai yang terletak di Samudera Hindia termasuk dalam provinsi ini.
Secara wilayah, provinsi Sumatera Barat terdiri dari 12 kabupaten yaitu,
    Tabel : 1
Luas Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat
NO
Kabupaten / Kota
Luas / ha
Kabupaten
1
Kepulauan Mentawai
601.135
2
Pesisir Selatan
579.495
3
Solok
373.800
4
Solok Selatan
334.620
5
Sijunjung
313.080
6
Dharmasraya
296.113
7
Tanah Datar
133.600
8
Padang Pariaman
132.879
9
Agam
223.230
10
Lima Puluh Kota
335.430
11
Pasaman
444.763
12
Pasaman Barat
338.777
Kota
1
Padang
69.496
2
Solok
5.764
3
Sawahlunto
27.345
4
Padang Panjang
2.300
5
Bukit Tinggi
2.524
6
Payakumbuh
8.034
7
Pariaman
7.336
Total Luas Wilayah Provinsi Sumatera Barat
4.299.730

Analisis, dengan bentuk wilayah yang memanjang mengikuti garis pantai, provinsi ini berpotensi untuk dijadikan tempat persinggahan kapal-kapal dagang dan menjadi pusat perdagangan , tempat rekreasi, dan tempat untuk mencari pekerjaan, seperti nelayan. Dan dengan letaknya yang strategis pula pusat pemerintahan kota ini diletakkan pada kota Padang yang letaknya dekat dengan pantai. Agar memudahkan segala urusan nantinya.

3.      Relief / Topografi dan Iklim
a.       Relief / Topografi
Sumatera Barat berada di bagian barat tengah pulau Sumatera, memiliki dataran rendah di pantai barat, serta dataran tinggi vulkanik yang dibentuk oleh Bukit Barisan yang membentang dari barat laut ke tenggara. Garis pantai provinsi ini seluruhnya bersentuhan dengan Samudera Hindia sepanjang 375 km. Kepulauan Mentawai yang terletak di Samudera Hindia dan beberapa puluh kilometer lepas pantai Sumatera Barat termasuk dalam provinsi ini.
Keadaan topografi wilayah Sumatera Barat bervariasi dari topografi datar, landai, curam dan mempunyai pantai sampai pergunungan. Pada umumnya bagian tengah Sumatera Barat terbentang Bukit Barisan dengan topografi relatif curam, sedangkan bagian barat dan timur posisinya relatif datar dan landai. Topografi wilayah Sumatera Barat yang relatif curam ditemui di Kabupaten Solok, Agam, Tanah Datar. Topografi yang landai ditemui di Kabupaten 50 Kota dan Sawahlunto Sijunjung, sedangkan topografi yang relatif datar ditemui di Kabupaten Padang Pariaman, Pesisir Selatan dan Kabupaten Pasaman.
Analisis, dengan topografi yang seperti disebutkan di atas, maka provinsi ini merupakan daerah yang memiliki kenampakan relief yang bervariasi. Dari relief tersebut ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan, seperti di daerah pantai bisa dijadikan tempat rekreasi dan pegunungan dapat dijadikan lahan perkebunan teh misalnya atau sebagai tempat rekreasi panjat gunung jika tempatnya memungkinkan. Akan tetapi, lereng yang curam dan ombak yang terlalu besar bisa membahayakan keselamatan wisatawan maupun penduduk lokal. Dan kondisi topografi yang seperti itu dapat mengakibatkan provinsi menjadi rawan bencana, seperti tanah longsor.
b.      Iklim
Menurut Schmidt dan Fergusson, type iklim Sumatera Barat terdiri dari type A, B, C, dan D. Suhu rata-rata di pantai barat berkisar antara 210C – 380C, pada daerah perbukitan berkisar antara 150 – 330C,  sedangkan pada daerah dataran di sebelah timur Bukit Barisan mempunyai suhu antara 190C – 340C.
Meskipun umumnya musim kemarau terjadi bulan April – Agustus dan musim hujan jatuh pada bulan September – Maret, namun di pantai barat masih sering terjadi hujan pada bulan-bulan di musim kemarau.
Puncak curah hujan maksimum di Sumatera Barat terjadi bulan maret dan Desember dan jumlah curah hujan paling rendah terjadi pada bulan juni – juli. Jumlah curah hujan tertinggi mencapai 4.000 mm/tahun terutama di wilayah pantai barat. Sedangkan curah hujan di beberapa tempat dibagian timur relatif lebih rendah yakni antara 1.500 – 3.000 mm/tahun.
Analisis, dengan suhu yang telah disebutkan di atas provinsi ini juga termasuk dalam kategori bersuhu tinggi dan ini akan berpengaruh pada perkembangan pertanian, perkebunan dan peternakan yang ada di provinsi tersebut. Akan tetapi, dengan curah hujan yang relatif tinggi dapat mengimbangi suhu yang tinggi tersebut.

4.      Geologi dan Geomorfologi
Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki tatanan geologi kompleks. kondisi ini disebabkan letaknya yang berada pada daerah tumbukan 2 lempeng besar, yaitu lempeng Indo-australia di bagian Selatan dan lempeng Eurasia di bagian Utara yang ditandai dengan terdapatnya pusat-pusat gerakan tektonik di Kepulauan Mentawai dan sekitarnya.
Akibat tumbukan kedua lempeng tersebut selanjutnya muncul gejala tektonik lainnya yaitu busur magmatic yang ditandai dengan munculnya rangkaian pegunungan bukit barisan beserta gunung apinya dan sesar/atau patahan besar Sumatera yang memanjang searah dengan zona tumbukan dua lempeng yaitu utara-selatan.
Sumatera barat merupakan bagian wilayah sumatera tengah,yakni juga dilalui zona patahan semangko yang terpengaruhi oleh perbukitan barisan. Patahan Semangko adalah bentukan geologi yang membentang di Pulau Sumatera dari utara ke selatan, dimulai dari Aceh hingga Teluk Semangka di Lampung. Patahan inilah yang membentuk Pegunungan Barisan, suatu rangkaian dataran tinggi di sisi barat pulau ini. Patahan Semangko berusia relatif muda dan paling mudah terlihat di daerah Ngarai Sianok dan Lembah Anai di dekat Kota Bukittinggi.
 Pada bagian sumatera barat ini banyak ditemui bentukan akibat aktifitas tektonik maupun gunung api, seperti bentukan akibat proses ledakan gunung api pada ratusan tahun yang lalu pada gunung Tinjau yang akhirnya membentuk kawah besar yang berisi volume air yang banyak sehingga cekungan tersebut dinamakan Danau Maninjau.
Selain itu pembentukan lahan juga terjadi diberbagai tempat di Sumatera Barat, seperti wilayah air tawar yang dulunya merupakan lautan namun karena terjadinya proses pergerakan lempeng yang mempengaruhi bibir pantai menjauhi daratan sehingga kawasan laut tersebut surut dan wilayah yang tadinya lautan akhirnya menjadi daratan baru.
Analisis, Kondisi geologis seperti yang ada diatas akan  berdampak positif bagi Provinsi Sumatera Barat dengan munculnya mineral-mineral berharga, seperti emas, perak, biji besi, mangan, timah hitam dan lainnya. Tanah yang subur dan banyak sumber air bersih maupun air panas yang berasal dari kawasan geomorfologi structural, namun dekat dengan sumber panas bumi yang berasal dari magma dangkal. Sumber air panas dan kawah besar yang akhirnya menjadi sebuah danau dapat dijadikan tempat rekreasi. Akan tetapi, dengan kondisi geologi dan geomorfologi di atas dapat mengakibatkan provinsi ini menjadi rawan bencana, seperti tanah longsor, gempa bumi, bahaya letusan gunung api, banjir dan tsunami.
5.      Sejarah
Dari zaman prasejarah sampai kedatangan orang Barat, sejarah Suma­tera Barat dapat dikatakan identik dengan sejarah Minangkabau. Walau­pun masyarakat Mentawai diduga te­lah ada pada masa itu, tetapi bukti-bukti tentang keberadaan mereka masih sa­ngat sedikit.
Pada periode kolonialisme Belanda, nama Suma­tera Barat muncul sebagai suatu u­nit administrasi, sosial-budaya, dan po­litik. Nama ini a­dalah terjemahan dari bahasa Belanda de Westkust van Sumatra atau Sumatra's Westkust,yaitu suatu daerah bagian pe­sisir barat pulau Sumatera. 
Di Sumatera Barat banyak ditemukan peninggalan zaman prasejarah di Kabupaten 50 Koto, di daerah Solok Selatan dan daerah Taram. Sisa-­sisa peninggalan tradisi barn besar ini berwujud dalam berbagai bentuk; bentuk barn dakon, barn besar berukir, barn besar berlubang, barn rundell, kubur barn, dan barn altar, namun ben­tuk yang paling dominan adalah bentuk menhir. Peninggalan zaman prasejarah lainnya yang juga ditemukan adalah gua-gua alam yang dijadikan sebagai tempat hunian.
Bukti-bukti arkeologis yang dite­mukan di atas bisa memberi indikasi bahwa daerah-daerah sekitar Kabu­paten 50 Koto merupakan daerah atau kawasan Minangkabau yang pertama dihuni oleh nenek moyang orang Su­matera Barat. Penafsiran ini rasanya ber­alasan, karena dari daerah 50 Koto ini mengalir beberapa sungai besar yang akhirnya bermuara di pantai timur pu­lau Sumatera. Sungai-sungai ini dapat dilayari dan memang menjadi sarana transportasi yang penting dari zaman dahulu hingga akhir abad yang lalu.
Adityawarman adalah tokoh pen­ting dalam sejarah Minangkabau. Di samping memperkenalkan sistem pe­merintahan dalam bentuk kerajaan, dia juga membawa suatu sumbangan yang besar bagi alam Minangkabau. Kon­tribusinya yang cukup penting itu adalah penyebaran agama Budha. Agama ini pernah punya pengaruh yang cukup kuat di Minangkabau. Ter­bukti dari nama beberapa nagari di Sumatera Barat dewasa ini yang berbau Budaya atau Jawa seperti Saruaso, Pa­riangan, Padang Barhalo, Candi, Bia­ro, Sumpur, dan Selo.
Sejarah Sumatera Barat sepe­ninggal Adityawarman hingga perte­ngahan abad ke-17 terlihat semakin kompleks. Pada masa ini hubungan Su­matera Barat dengan dunia luar, ter­utama Aceh semakin intensif. Sumate­ra Barat waktu itu berada dalam dominasi politik Aceh yang juga memo­nopoli kegiatan perekonomian di dae­rah ini. Seiring dengan semakin inten­sifnya hubungan tersebut, suatu nilai baru mulai dimasukkan ke Sumatera Barat. Nilai baru itu akhimya menjadi suatu fundamen yang begitu kukuh melandasi kehidupan sosial-budaya masyarakat Sumatera Barat. Nilai baru tersebut adalah agama Islam.
Syekh Burhanuddin dianggap sebagai pe­nyebar pertama Islam di Sumatera Barat. Sebelum mengembangkan aga­ma Islam di Sumatera Barat, ulama ini pernah menuntut ilmu di Aceh. Pengaruh politik dan ekonomi A­ceh yang demikian dominan membuat warga Sumatera Barat tidak senang kepada Aceh. Rasa ketidak­puasan ini akhirnya diungkapkan de­ngan menerima kedatangan orang Be­landa. Namun kehadiran Belanda ini juga membuka lembaran baru sejarah Sumatera Barat. Kedatangan Belanda ke daerah ini menjadikan Sumatera Ba­rat memasuki era kolonialisme dalam arti yang sesungguhnya.
Pada awal kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, wilayah Sumatera Barat tergabung dalam provinsi Sumatera yang berpusat di Bukit tinggi. Empat tahun kemudian, Provinsi Sumatera dipecah menjadi tiga provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Sumatera Barat beserta Riau dan Jambi merupakan bagian dari keresidenan di dalam Provinsi Sumatera Tengah. Pada masa PRRI, berdasarkan Undang-undang darurat nomor 19 tahun 1957, Provinsi Sumatera Tengah dipecah lagi menjadi tiga provinsi yakni Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, dan Provinsi Jambi. Wilayah Kerinci yang sebelumnya tergabung dalam Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci, digabungkan ke dalam Provinsi Jambi sebagai kabupaten tersendiri. Begitu pula wilayah Kampar, Rokan Hulu, dan Kuantan Singingi ditetapkan masuk ke dalam wilayah Provinsi Riau.
Selanjutnya ibu kota provinsi Sumatera Barat yang baru ini masih tetap di Bukittinggi. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat No. 1/g/PD/1958, tanggal 29 Mei 1958 ibu kota provinsi dipindahkan ke Padang.
6.      Penduduk, Budaya, dan Mata Pencaharian
a.       Penduduk
Sumatera Barat dengan luas wilayah 42.297,30 km² membagi wilayahnya menjadi 12 kabupaten dan 7 kota,175 kecamatan dan 1.858 desa/kelurahan.
Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat sebanyak 4.846.909 jiwa yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 1.877.822 jiwa (38,74 persen) dan di daerah perdesaan sebanyak 2.969.087 jiwa (61,26 persen). Persentase distribusi penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi dari yang terendah sebesar 0,97 persen di Kota Padang Panjang hingga yang tertinggi sebesar ,20 persen di Kota Padang. Provinsi ini memiliki kepadatan penduduk sekitar 114,591 jiwa/km².
Analisis,  Sumatera Barat memiliki kepadatan penduduk yang cukup padat, hal ini dapat memengaruhi jumlah pemerataan lapangan pekerjaan, pendidikan. Dan hal ini akan memengaruhi tingkat krimnalitas yang ada di provinsi tersebut serta akan adanya kesenjangan sosial. Jika jumlah lapangan pekerjaan tidak sesuai dengan jumlah penduduk, maka akan banyak penduduk yang menjadi pengangguran yang akhirnya akan melakukan tindak kriminalitas untuk mendapatkan uang sebagai untuk menopang kehidupannya.
b.      Budaya
Kebudayaan yang hidup dalam Provinsi Sumatera Barat disebut kebudayaan Minangkabau. Berdasarkan pengamatan dan penelitian, kebudayaan ini cukup kaya, bersumber dari nilai-nilai luhur yang ditinggalkan atau diwariskan para nenek moyang. Sumatera Barat memiliki banyak kebudayaan, antara lain :
o   Agama
Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 98% penduduk Sumatera Barat. Selain itu ada juga yang beragama Kristen terutama di kepulauan Mentawai sekitar 1,6%, Buddha sekitar 0,26%, dan Hindu sekitar 0,01%, yang dianut oleh masyarakat pendatang.
Berbagai tempat ibadah, yang didominasi oleh masjid dan musala, dapat dijumpai di setiap kabupaten dan kota di Sumatera Barat. Masjid terbesar adalah Masjid Raya Sumatera Barat di Padang. Sedangkan masjid tertua diantaranya adalah Masjid Raya Ganting di Padang dan Masjid Tuo Kayu Jao di kabupaten Solok. Arsitektur khas Minangkabau mendominasi baik bentuk masjid maupun musala. Masjid Raya Sumatera Barat memiliki bangunan berbentuk gonjong, dihiasi ukiran Minang sekaligus kaligrafi. Ada juga masjid dengan atap yang terdiri dari beberapa tingkatan yang makin ke atas makin kecil dan sedikit cekung.
o   Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam keseharian ialah Bahasa Minangkabau yang memiliki beberapa dialek, seperti dialek Bukittinggi, dialek Pariaman, dialek Pesisir Selatan, dan dialek Payakumbuh. Di daerah Pasaman dan Pasaman Barat yang berbatasan dengan Sumatera Utara, juga dituturkan Bahasa Batak dialek Mandailing. Sementara itu di daerah kepulauan Mentawai banyak digunakan Bahasa Mentawai.
o   Tari-tarian
Tarian Sumatera Barat umumnya di tarikan oleh pria dan wanita umumnya memiliki gerakan aktif dinamis, namun tetap pada alur dan tatanan yang khas. Kekhasan ini terletak pada tari Minangkabau yang belajar kepada alam. Pengaruh agama Islam, keunikan dat matrilineal, dan kebiasaan merantau jg mempengaruhi tari Minangkabau.
Macam-macam tari Minangkabau:
1.      Tari Piring
2.      Tari Payung
3.      Tari Randai
4.      Tari Pasambahan
5.      Tari Indang
            Sedangkan seni tari pencak silat merupakan penggabungan dari gerakan tari dan seni beladiri khas Minang. Tarian ini biasanya diajarkan pada kaum pria sejak kecil untuk dijadikan bekal merantau.
Berkas:Randai2.ogg
                                                                            Tari Randai
o   Musik
Nuansa Minangkabau yang ada di dalam setiap musik Sumatera Barat yang dicampur dengan jenis musik apapun saat ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar di masyarat. Hal ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran musik jenis apapun sehingga enak didengar dan bisa diterima oleh masyarakat. Unsur musik pemberi nuansa terdiri dari instrumen alat musik tradisional saluang, bansi, talempong, rabab, pupuik, serunai, dan gandang tabuik.
Ada pula saluang jo dendang, yakni penyampaian dendang (cerita berlagu) yang diiringi saluang yang dikenal juga dengan nama sijobang. Musik Minangkabau berupa instrumentalia dan lagu-lagu dari daerah ini pada umumnya bersifat melankolis. Hal ini berkaitan erat dengan struktur masyarakatnya yang memiliki rasa persaudaraan, hubungan kekeluargaan dan kecintaan akan kampung halaman yang tinggi ditunjang dengan kebiasaan pergi merantau.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/9f/Saluang_flute.jpg/200px-Saluang_flute.jpg
   Saluang
o   Rumah Adat
Rumah adat Sumatera Barat disebut Rumah Gadang. Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang, umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti berbentuk rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau, masyarakat setempat menyebutnya Gonjong dan dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng. Rumah Bagonjong ini menurut masyarakat setempat diilhami dari tambo, yang mengisahkan kedatangan nenek moyang mereka dengan kapal dari laut. Ciri khas lain rumah adat ini adalah tidak memakai paku besi tapi menggunakan pasak dari kayu, namun cukup kuat sebagai pengikat.
Sementara etnis Mentawai juga memiliki rumah adat yang berbentuk rumah panggung besar dengan tinggi lantai dari tanah mencapai satu meter yang disebut dengan uma. Uma ini dihuni oleh secara bersama oleh lima sampai sepuluh keluarga. Secara umum konstruksi uma ini dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dipasak dengan kayu serta sistem sambungan silang bertakik.
o   Senjata
Senjata tradisionalnya adalah keris dan Kurambiak atau Kerambit. Keris biasanya digunakan laki-laki dan diletakkan di depan, dan umumnya dipakai oleh para penghulu terutama dalam setiap acara resmi ada terutama dalam acara malewa gala atau pengukuhan gelar, selain itu juga biasa dipakai oleh para mempelai pria dalam acara majlis perkawinan yang masyarakat setempat menyebutnya baralek. Sedangkan kerambit merupakan senjata tajam kecil yang bentuknya melengkung seperti kuku harimau, karena memang terinspirasi dari kuku binatang buas tersebut. Senjata ini dipakai oleh para pendekar silat Minang dalam pertarungan jarak pendek, terutama yang menggunakan jurus silat harimau. Berbagai jenis senjata lainnya juga pernah digunakan seperti tombak, pedang panjang, panah, sumpit dan sebagainya.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkaqeDPDkp15yApX62H6VHDUt-jxfeqX1Xcw8u54qdKfyaY99iqLBQ2zlUt0rdZaylQjHc3RPJwK1f1Mxv8S5zYL1DtxyQnSZCms2axqStSxMcDwqO-BEG_miH9ThmZXLzDuo7ILN3Fqs/s200/keris_dapur_nogo_sosro.jpg        
      Keris       

o   Masakan
Dalam dunia kuliner, Sumatera Barat terkenal dengan masakan Padang dan restoran Padang dengan citarasa yang pedas. Beberapa contoh makanan dari Sumatera Barat yang cukup populer adalah Rendang, Sate Padang, Dendeng Balado, Itiak Lado Mudo, Soto Padang, dan Bubur Kampiun.
Setiap kawasan di Sumatera Barat, memiliki makanan sebagai ciri khas daerah, yang biasa dijadikan sebagai buah tangan (oleh-oleh) misalnya: Padang terkenal dengan bengkuang, Padang Panjang terkenal dengan pergedel jaguang, Bukittinggi dengan karupuak sanjai, Payakumbuh dengan galamai. Selain itu, Sumatera Barat juga memiliki ratusan resep, seperti kipang kacang, bareh randang, dakak-dakak, rakik maco, pinyaram, Karupuak Balado, dan termasuk juga menghasilkan Kopi Luwak.
http://www.indonesia.travel/public/media/images/upload/poi/Kuliner%20Sumbar-resize.JPG
         Lamang Baluo
c.       Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk yang utama adalah pertanian, terutama pertanian pangan, seperti padi, holtikultura, dan kacang-kacangan. Kemudian perkebunan yang menghasilkan komoditi ekspor seperti kelapa, kayu manis,cengkih, gambir, dan lada. Hasil pertanian lainnya, ialah ikan, baik yang bersal dari perairan umum, atau danau-danau maupun budidaya. Hasil kehutanan juga cukup baik dan terdapat terutama  pula di Kepulauan Mentawai.
Pada triwulan IV-2012, sektor pertanian mengalami pertumbuhan relatif tinggi, didorong oleh menggeliatnya subsektor tanaman bahan makanan. Di triwulan ini pertumbuhan sektor pertanian mencapai 4,14%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,05%. Kinerja sektor perkebunan yang cukup baik pada tahun 2012, telah menopang pertumbuhan industri pertanian sebesar 4,07%.
Mata pencaharian lainnya adalah di sektor jasa, perdagangan, dan industry yang akhir-akhir ini juga menunjukkan peranan yang semakin penting di dalam menunjang pertumbuhan ekonomi penduduk. Disamping itu, di Sumatera Barat  terdapat potensi bahan galian, seperti batubara, marmer, batu silica, kapur, trass,dan lain sebagainya. Di kepulauan Mantawai, Danau Maninjau, Danau singkarak, dan Bukittinggi merupakan daerah parawisata yang dapat dikembangkan dan mempunyai potensi untuk pengembangan tenaga pembangkit listrik.
Industri Sumatera Barat didominasi oleh industri skala kecil atau rumah tangga. Jumlah unit industri sebanyak 47.819 unit, terdiri dari 47.585 unit industri kecil dan 234 unit industri besar menengah. Untuk industri pengolahan semen, pada tahun 2012 Sumatera Barat telah memproduksi sebanyak 6.522.006 ton, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang hanya sebesar 6.151.636 ton. Sementara volume penjualannya pada tahun 2012 sebesar 6.845.070 ton, meningkat 10,20 % dibandingkan tahun lalu yang sebesar 6.211.603 ton.

7.      Potensi dan Permasalahan
a.       Potensi
Potensi Barang Tambang
Sumatera Barat memiliki potensi bahan tambang golongan A, B dan C. Bahan tambang golongan A, yaitu batu bara terdapat di kota Sawahlunto. Sedangkan Bahan tambang golongan B yang terdiri dari air raksa, belerang, pasir besi, tembaga, timah hitam dan perak menyebar di wilayah kabupaten Sijunjung, Dharmasraya, Solok, Solok Selatan, Lima Puluh Kota, Pasaman, dan Tanah Datar. Bahan tambang golongan C menyebar di seluruh kabupaten dan kota, sebagian besar terdiri dari pasir, batu dan kerikil.
Potensi sektor wisata, Sumatera Barat merupakan salah satu tujuan utama pariwisata di Indonesia. Fasilitas wisatanya yang cukup baik, serta sering diadakannya berbagai festival dan even internasional, menjadi pendorong datangnya wisatawan ke provinsi ini. Beberapa kegiatan internasional yang diselenggarakan untuk menunjang pariwisata Sumatera Barat adalah lomba balap sepeda Tour de Singkarak, even paralayang Event Fly for Fun in Lake Maninjau, serta kejuaraan selancar Mentawai International Pro Surf Competition.
Sumatera Barat memiliki hampir semua jenis objek wisata alam seperti laut, pantai, danau, gunung, dan ngarai. Selain itu pariwisata Sumatera Barat juga banyak menjual budayanya yang khas, seperti Festival Tabuik, Festival Rendang, permainan kim, dan seni bertenun. Disamping wisata alam dan budaya, Sumatera Barat juga terkenal dengan wisata kulinernya.
Sumatera Barat memiliki akomodasi wisata, seperti hotel dan agen perjalanan yang cukup baik. Untuk melengkapi fasilitas penunjang pariwisata, pemerintah juga menyediakan kereta api wisata yang beroperasi pada waktu tertentu.
Untuk berbagai informasi serta literatur sejarah dan kebudayaan Minangkabau, wisatawan dapat memperolehnya di Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM) yang terletak di Perkampungan Minangkabau, Padang Panjang. Di PDIKM terdapat berbagai dokumentasi berupa foto mikrograf, surat kabar, pakaian tradisional, kaset rekaman lagu daerah, dokumentasi surat-surat kepemerintahan, dan alur sejarah masyarakat Minangkabau sejak abad ke-18 hingga tahun 1980-an.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/3b/Harau_valley.jpg/200px-Harau_valley.jpg                      http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/4d/Surf_holiday_in_the_Mentawai_islands.jpg/200px-Surf_holiday_in_the_Mentawai_islands.jpg                      Lembah Harau di Lima Puluh Kota            Ombak Kepulauan Mentawai
Potensi penangkapan tuna, sumatera Barat telah ditunjuk sebagai sentral penangkapan tuna untuk wilayah barat Indonesia. Berdasarkan pembagian zona penangkapan tuna di Asia Tenggara, Sumatera barat berada pada zona hijau dimana terdapat potensi tuna yang besar. Selain itu posisi Sumatera Barat strategis sebagai basis pendaratan dan aktifitas ekspor tuna dari Samudera Hindia.
Tabel; 2
No
Kabupaten/kota
Produksi (Ton)
Albakore (Albacore)
Madidihang (Yellowfin Tuna)
Tuna Mata Besar (Big eye Tuna)
1
Kepulauan Mentawai
-
75,7
113,2
2
Pesisir Selatan
554,6
604,5
-
3
Agam
-
-
43,5
4
Kota Padang
-
1.353,8
365,1
5
Kota Pariaman
-
332,6
-

Sumber Data: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat
Untuk Fasilitas Pendukung, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah menyediakan Pelabuhan Perikanan Bungus dengan panjang dermaga 317 meter. Pelabuhan ini juga disertai dengan kolam pelabuhan seluas ± 1.5 Ha, areal docking seluas 2.680 m2, receiving hall dan unit pengolahan ikan dengan luas bangunan ± 3.600 m2 dan juga fasilitas air tawar dan BBM.
Potensi Industri pengalengan ikan di Sumatera Barat, Studi kelayakan industri pengalengan ikan di Sumatera Barat telah dilaksanakan pada tahun 2011 dan berdasarkan studi kelayakan tersebut pembangunan pabrik pengalengan ikan di Sumatera Barat layak untuk dilaksanakan. Dari hasil kajian, diketahui bahwa Kabupaten Pasaman Barat merupakan lokasi yang cocok untuk pembangunan pabrik pengalengan ikan. Adapun jenis ikan yang cocok untuk dimanfaatkan dalam industry pengalengan ikan sardines dan mackerel adalah ikan siengseng, sarden, laying, kembung, lemuru, embang, japuh serta cakalang. Jumlah produksi ikan-ikan tersebut di Kabupaten Pasaman Barat pada tahun 2010 tercatat sebesar 2.584 ton.
Tabel: 3
Produksi Ikan Pasaman Barat (Ton)
Tahun
Total Produksi
Jenis Sarden/Mackerel
2006
26.764,0
6.575,5
2007
73.443,0
8.386,5
2008
74.878,8
2.814,0
2009
77.616,8
2.644,0
2010
79.100,6
2.584,0

Sumber Data: Statistik Kelautan dan Perikanan 2006-2011
Potensi Kayu
Seiring dengan perkembangan kebijakan pembatasan produksi kayu dari hutan alam dan semakin besarnya tekanan dunia (nasional dan internasional) terkait pentingnya pelestarian hutan alam, cukup berdampak signifikan terhadap penyediaan kayu yang berasal dari hutan alam. Namun di Sumatera Barat, yang selama ini penyediaan kayu dari hutan alam berasal dari IUPHHK-HA masih terlihat peningkatan. Statistik Dinas Kehutanan Sumatera Barat Tahun 2011, menunjukkan bahwa pada tahun 2007, produksi kayu bulat yang berasal dari IUPHHK di Sumatera Barat sebesar ± 76.873,35 m3 sedangkan pada tahun 2011 sebesar 301.557,37 m3. Hal ini menunjukkan bahwa produksi kayu dari hutan alam yang ada di Sumatera Barat meningkat. Diharapkan di masa yang akan datang, produksi kayu akan dapat meningkat seiring dengan berkembangnya Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Sumatera Barat. Potensi hasil hutan kayu dalam Kawasan Hutan produksi seluas 359.269,66 Ha dan Hutan Produksi Terbatas seluas 233.148,49 Ha diharapkan dapat dikelola secara optimal dan lestari melalui pemberian perizinan pengusahaan hasilhutan kayu yang semakin meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas.
Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Potensi HHBK mampu memberikan andil yang cukup signifikan bagi kontribusi ekonomi sektor kehutanan di Provinsi Sumatera Barat. HHBK yang dikembangkan antara lain getah pinus, resin/damar, rotan, tabu-tabu, semambu, dan manau.  Selain potensi HHBK, yang tak kalah pentingnya adalah potensi keanekaragaman hayati bukan kayu seperti Tumbuhan dan Satwa liar (TSL). TSL ini sebagian dapat diperdagangkan dengan jumlah (kuota) yang ditetapkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan melalui perizinan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam(BKSDA).
b.      Permasalahan
o   Keterbatasan Pemanfaatan Lahan
Lahan untuk pengembangan budidaya di Provinsi Sumatera Barat relatif terbatas. Lahan dengan kelerengan lebih dari 40 % mencapai luas 1.650.918 Ha (39,03%). Luas kawasan hutan mencapai 2.599.386 Ha (61,46%) yang terbagi atas kawasan hutan berfungsi lindung seluas 1.756.608 Ha dan hutan produksi seluas 842.778 Ha. Luas keseluruhan kawasan lindung di Provinsi Sumatera Barat mencapai luas 1.910.679 Ha (45,17%). Hanya 54,83 % lahan di Provinsi Sumatera Barat yang dapat dibudidayakan termasuk didalamnya kawasan hutan produksi.
Dengan karakteristik alam yang berbukit dan bergunung serta dengan luas kawasan lindung yang mencapai 45,17 %, maka lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya terbatas. Beberapa daerah kabupaten seperti Kabupaten Solok, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pesisir Selatan memiliki luas kawasan budidaya memiliki proporsi kawasan budidaya sangat kecil yaitu kurang dari setengah luas wilayah administratif yaitu masing-masingnya 17,91 % dan 16,12%, dan 41,34%.
Kalau dikaitkan dengan jumlah keluarga miskin, persentasi kemiskinan pada kabupaten ini termasuk tinggi yaitu masing-masingnya 31,50 % ,48,89 % dan 39,27 %, diatas rata-rata Provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar 28 %. Keterbatasan lahan dan keterisoliran menjadi diantara penyebab dari kemiskinan penduduk. Di Provinsi Sumatera Barat masih terdapat desa terisolir atau daerah tertinggal dan akses antar daerah terhambat karena kendala geografis atau karena larangan membuka akses melewati kawasan hutan lindung. Pada daerah dengan proporsi kawasan lindung yang besar banyak terdapat kantong-kantong permukiman terisolir ini. Kawasan terisolir tersebut banyak terdapat di Kabupaten Solok Solok Selatan, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Limapuluh Kota, Kabupaten Pasaman, dan Kabupaten Pasaman Barat dan Kepulauan Mentawai.
o   Konflik Pemanfaatan Lahan
Potensi pertambangan yang ada terkandung di dalam kawasan hutan lindung itu, seperti biji besi, logam dasar dan emas. Kabupaten yang mempunyai tingkat ekonomi yang relatif tertinggal dibanding kabupaten lain seperti Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Solok Selatan yang memiliki lahan budidaya terbatas merupakan daerah potensial untuk mengembangkan kegiatan pertambangan. Kalau potensi tersebut dapat digarap maka kabupaten tersebut dapat menjadi kabupaten yang maju perekonomiannya dibanding kabupaten lain di Provinsi Sumatera Barat.
Akan tetapi permasalahannya lahan tambang umumnya terdapat pada kawasan berstatus lindung dan merupakan lahan tambang terbuka sedangkan eksploitasi tambang terbuka tidak dibolehkan dilakukan di kawasan lindung.
o   Kerawanan terhadap Bencana Alam
Lahan di Provinsi Sumatera Barat lebih dari 52 % adalah dataran tinggi pegunungan dan sekitar 92 % mempunyai landform atau posisi geomorfik volkan. Sebagian besar menurut umur geologi tergolong batuan muda yang berasal dari zaman kuarter (Fiantis, 2007). Faktor kelerengan yang besar, curah hujan yang tinggi dan kondisi geologi menyebabkan Sumatera Barat merupakan daerah yang rawan terhadap bencana gerakan tanah.
Di Sumatera, terdapat Patahan Besar Sumatera (Great Sumatra Fault) di sepanjang pesisir barat Sumatera yang membentuk Bukit Barisan dan Patahan Mentawai (Mentawai Fault) di kepulauan Mentawai. Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah di Kepulauan Indonesia yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks. Berdasarkan data yang diperoleh, luas lahan kritis hasil identifikasi citra landsat Badan Planologi Kehutanan pada tahun 2001 yaitu 551.387 Ha yang terdiri dari 339.748 Ha didalam kawasan hutan dan 211.639 Ha diluar kawasan hutan. Sampai saat ini baru kurang lebih 30% yang telah direboisasi dan direhabilitasi. Lahan kritis ini menjadi penyebab meningkatnya kerawanan terhadap bencana banjir.
Provinsi Sumatera Barat dengan demikian merupakan daerah yang rawan terhadap berbagai bahaya bencana alam seperti tanah longsor, gempa bumi, bahaya letusan gunung api, banjir dan tsunami.
o   Pencemaran Sungai
Provinsi Sumatera terbagi atas 6 Satuan Wilayah Sungai (SWS), 30 DAS dan 13 Sub DAS. SWS tersebut yaitu Anai Sualang, Rokan, Kampar, Indragiri, Silaut, dan Batang Hari. SWS yang bermuara di Pantai Barat yaitu Anai Sualang dan Silaut dan SWS lainnya bermuara di pantai timur Pulau Sumatera. Sungai-sungai yang bermuara di pantai timur merupakan satu sistem jaringan sungai dimana SWS Rokan, SWS Kampar dan SWS Inderagiri mengalir melalui Provinsi Riau dan SWS Batang Hari mengalir melalui Provinsi Jambi. Dengan demikian terpeliharanya sumber air di Provinsi Sumatera Barat merupakan hal penting bukan saja untuk kepentingan provinsi sendiri tetapi juga untuk provinsi tetangga.
Beberapa sungai di Provinsi Sumatera Barat terindikasi telah tercemar. Zat pencemar kimia anorganik yang ditemukan seperti cuprum, nitrit, zinc, O2 terlarut, dan Hg (air raksa). Zat pencemar mikrobiologi fecal coliform dan total coliform. Zat pencemar tersebut dihasilkan oleh kegiatan pertambangan, industri dan permukiman penduduk sepanjang alur sungai.
 Air sungai Batang Hari di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Dharmasraya dan air Sungai Batang Bubus/Malandu di Kabupaten Pasaman (Bapedalda Provinsi Sumatera Barat dan Dinas PSDA Provinsi Sumbar) terindikasi telah tercemar air raksa (Hg) akibat pertambangan emas yang dilakukan. Hal ini menjadi masalah penting karena air sungai tersebut sebagian menjadi sumber air bersih penduduk pinggir sungai yang bukan saja di Provinsi Sumatera Barat tetapi juga provinsi Jambi.















BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Geografi adalah suatu  ilmu yang mempelajari tentang lokasi tentang persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.
Regional yaitu suatu wilayah yang secara jelas teridentifikasi meskipun sebenarnya untuk wilayah tersebut relatif tergantung pada konteks waktu, selain itu unsur yang mendorong identifikasi diri adalah secara sejarah dan juga geografisnya serta aktivitas yang dilakukan terutama di bidang ekonomi.
Letak astronomis Banda Aceh adalah 05°16' 15" - 05° 36' 16" Lintang Utara dan 95° 16' 15" - 95° 22' 35" Bujur Timur dengan tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan laut. Jumlah Penduduk Propinsi Aceh berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk tahun 2010 adalah 4.437.198 orang, yang terdiri atas 2.243.578 laki-laki dan 2.242.992 perempuan. Penyebaran penduduk Aceh masih bertumpu di Kabupaten Aceh Utara yakni sebesar 11,81%, kemudian diikuti oleh Kabupaten Bireuen dan Pidie yang masing-masing sebesar 8,67 dan 8,43%, sedangkan kabupaten lainnya di bawah 8%.
Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 72.981,23 km². Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa timur, Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990, penduduk Sumatera Utara berjumlah 10,81 juta jiwa, dan pada tahun 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara telah meningkat menjadi 12,98 juta jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 178 jiwa per km².
Secara astronomis, Provinsi Sumatera Barat terletak pada garis 054’ Lintang Utara sampai dengan 330’ Lintang Selatan serta 9836’ – 1010 53’ Bujur Timur . Sumatera Barat dengan luas wilayah 42.297,30 km² membagi wilayahnya menjadi 12 kabupaten dan 7 kota,175 kecamatan dan 1.858 desa/kelurahan. Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat sebanyak 4.846.909 jiwa yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 1.877.822 jiwa (38,74 persen) dan di daerah perdesaan sebanyak 2.969.087 jiwa (61,26 persen). Persentase distribusi penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi dari yang terendah sebesar 0,97 persen di Kota Padang Panjang hingga yang tertinggi sebesar ,20 persen di Kota Padang. Provinsi ini memiliki kepadatan penduduk sekitar 114,591 jiwa/km².




























DAFTAR ACUAN


Tidak ada komentar:

Posting Komentar