Rabu, 08 Oktober 2014

daftar pustaka



DAFTAR PUSTAKA

lanjutan bab 1



Banjarmasin, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Dengan letak astronomis berada pada 2°29’50” - 3°30’18” Lintang Selatan dan 114°20’50” - 114°50’18” Bujur Timur. Kabupaten Barito Kuala berada pada hamparan wilayah yang datar dengan kelerengan 0% - 2%, dengan ketinggian elevasi berkisar antara 1-3 meter di atas permukaan laut.
Angin pada bulan Januari, Pebruari dan Maret berhembus dari arah Barat Laut, bulan April dari arah Tenggara dan pada bulan Nopember, arah angin dari Barat Laut. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh iklim, geografi dan pertemuan arus udara.
Jumlah curah hujan selama Tahun 2009 sebesar 2.047 mm. Curah hujan tertinggi pada Tahun 2009 terjadi pada bulan Januari dan Desember yaitu sebesar 359,7 dan 334 mm. Sedangkan curah hujan terendah terjadi di bulan September yakni sebesar 9,7 mm. Jumlah hari hujan selama Tahun 2009 sebanyak 107 hari dengan hari hujan terbanyak adalah di bulan Januari sebesar 19 hari. Hari hujan terjarang terjadi di bulan Agustus dan September sebanyak 1 hari hujan.
A.    RUMUSAN MASALAH
1.      Jelaskan pengertian ekosistem ?
2.      Bagaimana ekosistem sawah pasang surut yang ada di Barito Kuala ?
3.      Sebutkan dan jelaskan urutan satuan-satuan makhluk hidup dalam ekosistem ?
B.     TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu :
1.      Untuk memenuhi tugas makalah geografi tanah.
2.      Menambah wawasan mengenai pasang surut sawah.
3.      Dapat menguraikan tentang devinisi-devinisi dari ekosistem sawah pasang surut.

bab 1



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Ekosistem adalah suatu proses yang terbentuk karena adanya hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya, jadi kita tahu bahwa ada komponen biotik (hidup) dan juga komponen abiotik(tidak hidup) yang terlibat dalam suatu ekosistem ini, kedua komponen ini tentunya saling mempengaruhi, contohnya saja hubungan heewan dengan air. Interaksi antara makhluk hidup dan tidak hidup ini akan membentuk suatu kesatuan dan keteraturan.
Antara makhluk hidup satu dengan yang lain akan selalu terjadi interaksi. Ekosistem  tersusun atas komponen-komponen yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Komponenitu membentuk satuan-satuan organisme kehidupan. Antara individu yang satu dengan lainnya dalam satu daerah akan membentuk populasi. Selanjutnya, antara populasi yang satu dengan yang lainnya dalam satu daerah akan terjadi interaksi membentuk komunitas.  Selanjutnya, komunitas  ini  juga akan selalu beriteraksi dengan tempat hidupnya.
Hubungan antara makhluk hidup dengan  lingkungannya akan membentuk ekosistem. Kumpulan ekosistem di dunia akan membentuk biosfer. Urutan satuan-satuan makhluk hidup dalam ekosistem dari yang kecil sampai yang besar adalah sebagai berikut: Individu, Populasi, Komunitas, Ekosistem, dan Biosfer. 
 Kabupaten Barito Kuala yang ber-ibukota Marabahan terletak paling barat dari Provinsi Kalimantan Selatan dengan batas-batas: sebelah utara Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tapin, sebelah selatan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banjar dan Kota

bab 2 dan 3



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN EKOSISTEM
Ekosistem adalah suatu proses yang terbentuk karena adanya hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya, jadi kita tahu bahwa ada komponen biotik (hidup) dan juga komponen abiotik(tidak hidup) yang terlibat dalam suatu ekosistem ini, kedua komponen ini tentunya saling mempengaruhi, contohnya saja hubungan heewan dengan air. Interaksi antara makhluk hidup dan tidak hidup ini akan membentuk suatu kesatuan dan keteraturan. Setiap komponen yang terlibat memiliki fungsinya masing-masing, dan selama tidak ada fungsi yang terngganggu maka keseimbangan dari ekosistem ini akan terus terjaga.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMem0e4ho1n4iFS80vK_OXDPO1PYxvam6aND87TqE_EKDc59f2rdmlVRjBE7kHRw-RqoE2snPLE2Upmswrh2DqncPqXGX2EHU4Eg7Eq1_KJf-PEdLrz9kfdFA35c_toiT-qmdTefbR4ho/s320/ekosistem.jpg
Gambar 1.1 menggambarkan kesatuan ekosistem
Berikut ini adalah definisi Ekosistem menurut para ahli
1)      Ekosistem adalah tatanan dari satuan unsur-unsur lingkungan hidup dan kehidupan (biotik maupun abiotik) secara utuh dan menyeluruh, yang saling mempengaruhi dan saling tergantung satu dengan yang lainnya. Ekosistem mengandung keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas dengan lingkungannya yang berfungsi sebagai suatu satuan interaksi kehidupan dalam alam (Dephut, 1997).
2)      Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara kompleks di dalamnya terdapat habitat, tumbuhan, dan binatang yang dipertimbangkan sebagai unit kesatuan secara utuh, sehingga semuanya akan menjadi bagian mata rantai siklus materi dan aliran energi (Woodbury, 1954 dalam Setiadi, 1983).
3)      Ekosistem, yaitu unit fungsional dasar dalam ekologi yang di dalamnya tercakup organisme dan lingkungannya (lingkungan biotik dan abiotik) dan di antara keduanya saling memengaruhi (Odum, 1993). Ekosistem dikatakan sebagai suatu unit fungsional dasar dalam ekologi karena merupakan satuan terkecil yang memiliki komponen secara lengkap, memiliki relung ekologi secara lengkap, serta terdapat proses ekologi secara lengkap, sehingga di dalam unit ini siklus materi dan arus energi terjadi sesuai dengan kondisi ekosistemnya.
4)      Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi (UU Lingkungan Hidup Tahun 1997). Unsur-unsur lingkungan hidup baik unsur biotik maupun abiotik, baik makhluk hidup maupun benda mati, semuanya tersusun sebagai satu kesatuan dalam ekosistem yang masing-masing tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa hidup sendiri, melainkan saling berhubungan, saling mempengaruhi, saling berinteraksi, sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan.
5)      Ekosistem, yaitu suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya (Soemarwoto, 1983). Tingkatan organisasi ini dikatakan sebagai suatu sistem karena memiliki komponen-komponen dengan fungsi berbeda yang terkoordinasi secara baik sehingga masing-masing komponen terjadi hubungan timbal balik. Hubungan timbal balik terwujudkan dalam rantai makanan dan jaring makanan yang pada setiap proses ini terjadi aliran energi dan siklus materi.
a)      Hukum Toleransi
Hukum toleransi berbunyi: Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut. Misalnya: Panda memiliki toleransi yang luas terhadap suhu, namun memiliki toleransi yang sempit terhadap makanannya (bambu). Berbeda dengan makhluk hidup yang lain, manusia dapat memperlebar kisaran toleransinya karena kemampuannya untuk berpikir, mengembangkan teknologi dan memanipulasi alam.
b)      Pengertian Sawah Pasang Surut
Sawah pasang surut adalah sawah yang pengairannya berasal dari air sungai yang melimpah ke daratan akibat tertahan oleh air laut yang pasang. Biasanya tersebar di daerah pantai dan rawa-rawa. Jenis padi yang ditanam berupa padi yang berbatang tinggi. Sawah pasang surut terdapat di pantai timur Sumatra, pantai utara Jawa, serta pantai selatan dan barat Kalimantan.
B.     KOMPONEN PEMBENTUK EKOSISTEM
1.      Lingkungan ekosistem terdiri atas dua jenis :
a.      Lingkungan biotik (komponen makhluk hidup), misalnya hewan, tumbuh-tumbuhan dan mikroba.
b.      Lingkungan abiotik (komponen benda mati), misalnya cahaya, air, udara, tanah, dan energi. Komponen abiotik yaitu komponen fisik dan kimia yang merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup. Sebagian besar komponen abiotik bervariasi dalam ruang dan waktunya. Komponen abiotik dapat berupa bahan organik, senyawa anorganik, dan faktor yang mempengaruhi distribusi organisme, yaitu:

1.      Suhu.
Proses biologi dipengaruhi suhu. Mamaliadan unggas membutuhkan energi untuk meregulasi  temperatur dalam tubuhnya.
2.      Air.
Ketrsediaan air mempengaruhi distribusi organisme. Organisme di gurun     beradaptasi terhadap ketersediaan air di gurun.
3.      Garam.
konsentrasi garam mempengaruhi kesetimbangan air dalam organisme melalui osmosis. Beberapa organisme terestrial beradaptasi dengan lingkungan dengan kandungan garam tinggi.
4.      Cahaya matahari.
Intensitas dan kualitas cahaya mempengaruhi proses fotosintesis. Air dapat menyerap cahaya sehingga pada lingkungan air, fotosintesis terjadi di sekitar permukaan yang terjangkau cahaya matahari. Di gurun, intensitas cahaya yang besar membuat peningkatan suhu sehingga hewan dan tumbuhan tertekan.
5.      Tanah dan batu.
Beberapa karakteristik tanah yang meliputi struktur fisik, pH, dan komposisi mineral membatasi penyebaran organisme berdasarkan pada kandungan sumber makanannya di tanah.
6.      Iklim.
Iklim adalah kondisi cuaca dalam jangka waktu lama dalam suatu area. Iklim makro meliputi iklim global, regional dan lokal.  Iklim mikro meliputi iklim dalam suatu daerah yang dihuni komunitas tertentu. Komponen autotrof Terdiri dari organisme yang dapat membuat makanannya sendiri dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti sinar matahari (fotoautotrof) dan bahan kimia (khemo-autotrof). Komponen autotrof berperan sebagai produsen. Organisme autotrof adalah tumbuhan berklorofil, seperti padi sawah.
Gambar 1.2
Dari segi makanan ekosistem memiliki 2 komponen yang biasanya secara bagian terpisah dalam ruang dan waktu yaitu:        
1.      Komponen autotrofik (autotrophic). Kata autotrofik berasal dari kata autos artinya sendiri, dan trophikos artinya menyediakan makanan. Komponen autotrofik, yaitu organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanannya sendiri berupa bahan organik berasal dari bahan-bahan anorganik dengan bantuan klorofil dan energi utama berupa radiasi matahari. Oleh karena itu, organisme yang mengandung klorofil termasuk ke dalam golongan autotrof dan pada umumnya adalah golongan tumbuh-tumbuhan hijau. Pada komponen autotrofik terjadi pengikatan energi radiasi matahari dan sintesis bahan anorganik menjadi bahan organik kompleks.      
2.      Komponen heterotrofik (heterotrofhic). Kata heterotrof berasal dari kata hetero artinya berbeda atau lain, dan trophikos artinya menyediakan makanan. Komponen heterotrofik, yaitu organisme yang hidupnya selalu memanfaatkan bahan organik sebagai bahan makanannya, sedangkan bahan organik yang dimanfaatkan itu disediakan oleh organisme lain. Jadi, komponen heterotrofit memperoleh bahan makanan dari komponen autotrofik, kemudian sebagian anggota komponen ini menguraikan bahan organik kompleks ke dalam bentuk bahan anorganik yang sederhana dengan demikian, binatang, jamur, jasad renik termasuk ke dalam golongan komponen heterotrofik atau terdiri dari organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik yang disediakan oleh organisme lain sebagai makanannya. Komponen heterotrof disebut juga konsumen makro (fagotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih kecil. Yang tergolong heterotrof adalah manusia,  hewan, jamur, dan mikroba.  Pengurai (dekomposer) Pengurai adalah organisme yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati.

C.    Pengurai disebut juga konsumen makro
Karena makanan yang dimakan berukuran lebih besar. Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Yang tergolong pengurai adalah bakteri dan jamur. Ada pula detritivor yaitu hewan pengurai yang memakan sisa-sisa bahan organik, contohnya adalah kutu kayu. Tipe dkomposisi ada tiga, yaitu:
1. secara aerobik : oksigen adalah penerima elektron / oksidan
2. secara anaerobik : oksigen tidak terlibat. Bahan organik sebagai penerima elektron /oksidan.
D.    Fermentasi :
anaerobik namun bahan organik yang teroksidasi juga sebagai penerima elektron.  Semua komponen  tersebut berada pada suatu  tempat dan berinteraksi membentuk suatu kesatuan ekosistem yang teratur. Misalnya, pada suatu ekosistem akuarium, ekosistem ini terdiri dari ikan sebagai  komponen heterotrof, tumbuhan air sebagai komponen autotrof, plankton yang terapung di air sebagai komponen pengurai, sedangkan yang termasuk komponen abiotik adalah air, pasir, batu, mineral dan oksigen yang terlarut dalam air.  Konsep Produktivitas Energi bersifat kekal, namun pada setiap pertukaran energi dari satu bentuk ke bentuk lainnya akan mengalami kehilangan energi.  Produktivitas primer suatu ekosistem adalah laju penyimpanan energi melalui proses fotosintesa oleh produsen dalam bentuk senyawa organik yang dapat dipakai sebagai bahan makanan. Produktifitas sekunder adalah laju penyimpanan energi pada tingkat konsumen. Produktivitas primer kotor adalah hasil seluruh fotosintesa, termasuk yang terpakai untuk respirasi. Produktivitas primer bersih adalah hasil bersih fotosintesa. Produktivitas komunitas bersih adalah laju penyimpanan bahan organik yang tidak digunakan oleh heterotrof per satuan waktu. Produktivitas setiap jenis ekosistem berbeda-beda. 
E.     Kebergantungan
Kebergantungan pada ekosistem dapat terjadi antar komponen biotik atau antara komponen biotik dan abiotik. Kebergantungan antar komponen biotik dapat terjadi melalui:
1.      Rantai makanan, yaitu perpindahan materi dan energi melaluiproses makan dan dimakan dengan urutan tertentu. Tiap tingkat dari rantai makanan disebut tingkat trofi atau taraf trofi. Karena organisme pertama yang mampu menghasilkan zat makanan adalah tumbuhan maka tingkat trofi pertama selalu diduduki tumbuhan hijau atau produsen. Tingkat selanjutnya adalah tingkat trofi kedua, terdiri atas hewan pemakan tumbuhan yang biasa disebut konsumen primer. Hewan pemakan konsumen primer merupakan tingkat trofi ketiga, terdiri atas hewan-hewan karnivora.
2.       Jaring- jaring makanan, yaitu rantai-rantai makanan yang saling berhubungan satu sama  lain sedemikian  rupa sehingga membentuk seperi jaring-jaring. Jaring-jaring makanan terjadi karena setiap jenis makhluk hidup tidak hanya memakan satu jenis makhluk hidup lainnya. Kebergantungan antara komponen biotik dan abiotik dapat terjadi melalui siklus materi, seperti:
1.  siklus karbon
2.  siklus air 
3.  siklus nitrogen
4.  siklus sulfur
Siklus ini berfungsi untuk mencegah suatu bentuk materi menumpuk pada suatu tempat. Kegiatan manusia telah membuat suatu sistem yang awalnya siklik menjadi nonsiklik, kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh manusia cenderung mengganggu keseimbangan lingkungan alam.
Gambar 1.3


F.     Satuan dalam Ekosistem
Antara makhluk hidup satu dengan yang lain akan selalu terjadi interaksi. Ekosistem  tersusun atas komponen-komponen yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Komponenitu membentuk satuan-satuan organisme kehidupan. Antara individu yang satu dengan lainnya dalam satu daerah akan membentuk populasi. Selanjutnya, antara populasi yang satu dengan yang lainnya dalam satu daerah akan terjadi interaksi membentuk komunitas.  Selanjutnya, komunitas  ini  juga akan selalu beriteraksi dengan tempat hidupnya. Misalnya, rumput hidup di tanah, belalang hidup di rerumputan, dan ikanikan hidup di air.
Hubungan antara makhluk hidup dengan  lingkungannya akan membentuk ekosistem. Kumpulan ekosistem di dunia akan membentuk biosfer. Urutan satuan-satuan makhluk hidup dalam ekosistem dari yang kecil sampai yang besar adalah sebagai berikut:
1.      Individu
2.      Populasi
3.      Komunitas
4.      Ekosistem
5.      Biosfer. 
Pembahasan :
1.      Individu Tanaman Padi
Istilah individu berasal dari bahasa Latin individum yang berarti tidak dapat dibagi. Di dalam ekologi, individu dapat diartikan sebagai sebutan untuk makhluk tunggal. Beberapa pengertian individu antara lain:
a)      Suatu individu selalu menggambarkan sifat tunggal
b)      Dalam diri yang tunggal terjadi proses hidup sendiri
c)      Proses hidup yang satu dengan lainnya berbeda.




Gambar 1.4 Mendeskripsikan individu tanaman padi

2.      Populasi Padi
Populasi adalah semua individu sejenis yang menempati suatu daerah tertentu. Suatu organisme disebut sejenis bila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a)      Menempati daerah atau habitat yang sama
b)      Mempunyai persamaan bentuk, susunan tubuh, dan aktifitas
c)      Mampu menghasilkan keturunan yang subur, yaitu yang mampu berkembang biak.
Sebagai contoh, pada suatu lahan seluas 200 m² terdapat 500 batang tanaman padi, 100 ekor belalang, 50 ekor jangkrik, 10 batang tanaman sengon, dan 30 batang tanaman kelapa. Berdasarkan data tersebut maka di dalam lahan atau daerah tersebut terdapat beberapa populasi, yaitu populasi padi, populasi belalang, populasi jangkrik, populasi sengon dan populasi kelapa.

Gambar 1.5 Populasi Padi yang menempati daerah yang sama
3.      Komunitas
Komunitas dapat diartikan sebagai seluruh populasi yang menempati daerah yang sama. Di daerah tersebut, antar jenis makhluk hidup yang satu dengan yang  lainnya akan  terjadi  interaksi, Kemudian  interaksi  itu membentuk suatu kumpulan, dimana di dalamnya setiap individu menemukan  lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Di dalam kumpulan tersebut  terdapat suatu kerukunan untuk hidup bersama,  toleransi kebersamaan, dan hubungan timbal balik yang menguntungkan dan ada pula yang merugikan.
Gambar 1.6
4.      Ekosistem Sawah
Ekosistem merupakan  tatanan secara utuh dari seluruh unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang kompleks antara organisme dengan lingkungannya. Berdasarkan sejarah  terbentuknya, ekosistem dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Ekosistem Alami, yaitu ekosistem yang terbentuk secara alami, tanpa adanya pengaruh atau campur tangan manusia. Misalnya, ekosistem gurun pasir, ekosistem hutan tropis, dan ekosistem hutan gugur. Setiap ekosistem mempunyai ciri khas. Ciri itu sangat ditentukan oleh faktor suhu, curah hujan, iklim, dan lain-lain.
b. Ekosistem Buatan, yaitu ekosistem yang sengaja dibuat oleh manusia. Misalnya, kolam, waduk, sawah, ladang, dan tanam. Pada umumnya, ekosistem buatan mempunyai komponen biotik sesuai dengan yang diinginkan pembuatnya. Pada ekosistem sawah, komponen biotik yang banyak, yaitu padi dan kacang.
c. Ekosistem Suksesi, yaitu ekosistem yang merupakan hasil suksesi lingkungan yang sebelumnya didahului oleh kerusakan. Pada lingkungan demikian,  jenis  tumbuhan yang berkembang ditentukan oleh jenis organisme yang hidup di sekitarnya.
.Gambar 1.7
5.      Biosfer
Biosfer adalah kumpulan dari semua ekosistem yang terdapat di permukaan bumi ini. Ada pula ahli yang menyatakan bahwa biosfer adalah tempat beroperasinya ekosistem. Bagian bumi yang dihuni organisme hanya beberapa meter di bawah permukaan tanah hingga 9.000 meter di atas permukaan bumi, serta beberapa meter di bawah permukaan laut. Jadi, tidak di seluruh bagian bumi ini terdapat ekosistem sebab hanya daerah yang terdapat kehidupanlah yang dapat disebut ekosistem.
Gambar 1.8 Biosfer lahan sawah
G.    Rantai Makanan
Rantai makanan adalah perjalanan makan dan dimakan dengan urutan tertentu antar makhluk hidup. Di lautan, yang menjadi produsen adalah fitoplankton, yaitu sekumpulan tumbuhan hijau yang sangat kecil ukurannya dan melayang-layang dalam air. Konsumen I adalah zooplankton (hewan pemakan fitoplankton), sedangkan konsumen II-nya adalah ikan-ikan  kecil, konsumen III-nya adalah ikan-ikan sedang, konsumen IV-nya adalah ikan-ikan besar.
Gambar 1.9 Rantai makanan pada ekosistem sawah
H.    Skema Rantai Makanan
Urutan peristiwa makan dan dimakan di atas dapat berjalan seimbang dan lancar bila seluruh komponen tersebut ada. Bila salah satu komponen tidak ada, maka terjadi ketimpangan dalam urutan makan dan dimakan tersebut. Agar rantai makanan dapat terus berjalan, maka jumlah produsen harus lebih banyak daripada jumlah konsumen kesatu, konsumen kesatu lebih banyak daripada konsumen kedua, dan begitulah seterusnya.  Ada satu lagi komponen yang berperan besar dalam rantai makanan, yaitu pengurai. Pengurai adalah makhluk hidup yang menguraikan kembali zat-zat yang semula terdapat dalam tubuh hewan dan tumbuhan yang telah mati. Hasil kerja pengurai dapat membantu proses penyuburan tanah. Contoh  pengurai adalah bakteri dan jamur.  Ekosistem merupakan tempat berlangsungnya hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.  Ekosistem dibedakan menjadi dua, yaitu :  ekosistem alam dan ekosistem buatan. Contoh ekosistem alam adalah hutan, danau, laut, dan padang pasir. Contoh ekosistem buatan adalah sawah, waduk, kolam, dan akuarium.
Gambar 1.1.1
Pada sebuah ekosistem terdapat banyak komponen. Komponen-komponen ekosistem, antara lain, produsen, konsumen, pengurai, dan komponen abiotik.
a.       Produsen
Semua tumbuhan hijau adalah produsen dalam sebuah ekosistem. Produsen artinya penghasil, yaitu menghasilkan bahan-bahan organik bagi makhluk hidup lainnya. Contoh produsen adalah padi, ubi, sagu, dan tomat.
b.      Konsumen
Konsumen adalah pemakai bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Berikut ini beberapa tingkatan konsumen menurut apa yang dimakan.
a)      Konsumen Tingkat I.
Konsumen tingkat I adalah makhluk hidup yang memperoleh energi langsung dari produsen.

b)      Konsumen Tingkat II.
Konsumen tingkat II adalah makhluk hidup yang memperoleh makanan dari konsumen tingkat I.
c)      Konsumen Tingkat III.
Konsumen tingkat III adalah makhluk hidup yang memperoleh makanan dari konsumen tingkat II.
c.       Pengurai
Pengurai adalah makhluk hidup yang menguraikan kembali zat-zat  yang semula terdapat dalam tubuh hewan dan tumbuhan yang telah mati. Pengurai membantu proses penyuburan tanah. Misalnya, bakteri dan jamur. Komponen Abiotik. Komponen abiotik adalah tempat tumbuhan hijau (produsen) tumbuh. Kesuburan lingkungan abiotik ditentukan oleh kerja pengurai. 
I.       Ekosistem Buatan
Ekosistem buatan adalah ekosistem yang diciptakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Ekosistem buatan mendapatkan subsidi energi dari luar, tanaman atau hewan peliharaan didominasi pengaruh manusia, dan memiliki keanekaragaman rendah. Contoh ekosistem buatan adalah: 
1)      Bendungan 
2)      Hutan tanaman produksi seperti jati dan pinus 
3)      Agroekosistem berupa sawah tadah hujan 
4)      Sawah irigasi 
5)      Perkebunan sawit 
6)      Ekosistem pemukiman seperti kota dan desa 
7)      Ekosistem ruang angkasa.  
Ekosistem kota memiliki metabolisme tinggi sehingga butuh energi yang banyak. Kebutuhan materi juga tinggi dan tergantung dari luar, serta memiliki pengeluaran yang eksesif seperti polusi dan panas. Ekosistem ruang angkasa bukan merupakan suatu sistem tertutup yang dapat memenuhi sendiri kebutuhannya tanpa tergantung input dari luar.   
J.      Ekosistem Sawah
Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi. Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau air hujan. Sawah yang terakhir dikenal sebagai sawah tadah hujan, sementara yang lainnya adalah sawah irigasi. Padi yang ditanam di sawah dikenal sebagai padi lahan basah (lowland rice). Padi adalah salah satu tanaman budidaya  terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Hasil dari pengolahan padi dinamakan beras. Teknik budidaya padi telah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sejumlah sistem budidaya diterapkan untuk padi.
1.      Budidaya padi sawah (Ing. paddy atau paddy field), diduga dimulai dari daerah lembah Sungai Yangtse di Tiongkok.
2.      Budidaya padi  lahan kering, dikenal manusia  lebih dahulu daripada budidaya padi sawah.
3.      Budidaya padi lahan rawa, dilakukan di beberapa tempat di Pulau Kalimantan.
4.      Budidaya gogo rancahatau disingkat gora, yang merupakan modifikasi dari budidaya lahan kering. Sistem  ini sukses diterapkan di Pulau Lombok, yang hanya memiliki musim hujan singkat. 
Setiap sistem budidaya memerlukan kultivar yang adaptif untuk masing-masing sistem. Kelompok kultivar padi yang cocok untuk lahan kering dikenal dengan nama padi gogo. Secara ringkas, bercocok tanam padi mencakup pengolahan tanah, persemaian, pemindahan atau penanaman, pemeliharaan (termasuk pengairan, penyiangan, perlindungan tanaman, serta pemupukan), dan panen. Aspek lain yang penting namun bukan termasuk dalam rangkaian bercocok tanam padi adalah pemilihan kultivar, pemrosesan biji dan penyimpanan biji. 
Gambar 1.1.2
K.    Hama Dan Penyakit
Hama-hama penting
1. Penggerek batang padi putih ("sundep", Scirpophaga innotata)
2. Penggerek batang padi kuning (S. incertulas)
3. Wereng batang punggung putih (Sogatella furcifera)
4.  Wereng coklat (Nilaparvata lugens)
5. Wereng hijau (Nephotettix impicticeps)
6. Lembing hijau (Nezara viridula)
7.  Walang sangit (Leptocorisa oratorius)
8. Ganjur (Pachydiplosis oryzae)
9.  Lalat bibit (Arterigona exigua)
10. Ulat tentara/Ulat grayak (Spodoptera litura dan S. exigua)
11. Tikus sawah (Rattus argentiventer) 
Penyakit-Penyakit Penting
1. blas (Pyricularia oryzae, P. grisea)
2. hawar daun bakteri ("kresek", Xanthomonas oryzae pv. oryzae) 
Gambar 1.1.3
Gambar 1.1.4
L.     EKOSISTEM PERTANIAN: SAWAH-MUSUH ALAMI
Ekosistem pertanian adalah ekosistem yang sederhana dan monokultur jika dilihat dari komunitas, pemilihan vegetasi, diversitas spesies, serta resiko terjadi ledakan hama dan penyakit.  Musuh alami berperan dalam menurunkan populasi hama sampai pada tingkat populasi yang tidak merugikan.  Hal ini terbukti dari setiap pengamatan dilahan pertanian, khususnya padi, beberapa jenis musuh alami selalu hadir dipertanaman.  Ekosistem persawahan secara teoritis  merupakan ekosistem yang tidak stabil. Kestabilan ekosistem persawahan tidak hanya ditentukan oleh diversitas struktur komunitas, tetapi juga oleh sifat-sifat komponen, interaksi antar komponen ekosistem.  Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti mengenai kajian habitat menunjukkan bahwa tidak kurang dari 700 serangga termasuk parasitoid  dan predator ditemukan di ekosistem persawahan dalam kondisi tanaman tidak ada hama khususnya  wereng batang coklat (WBC).  Predator WBC umumnya polifag, akan memangsa berbagai jenis serangga.  Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa komunitas persawahan merupakan komunitas yang beranekaragam. Tidak tertutup kemungkinan bahwa pada ekosistem pertanian dapat dijumpai keadaan yang stabil. Apabila interaksi antar komponen dapat dikelola secara tepat maka kestabilan ekosistem pertanian dapat diusahakan.  
Untuk mempertahankan ekosistem persawahan yang stabil maka konsep pengendalian hama terpadu (PHT) dapat diterapkan. PHT mendapatkan efisiensi pengendalian yaitu mengurangi insektisida dan memanfaatkan metoda non kimia.  Di persawahan, musuh alami jelas berfungsi, sehingga akan terjadi keseimbangan biologis.  Keseimbangan biologis ini kadang-kadang tercapai, tetapi bisa juga sebaliknya.  Hal ini disebabkan karena faktor lain yang mempengaruhi, yaitu perlakuan agronomis dan penggunaan insektisida.
Salah satu pendorong meningkatnya serangga pengganggu adalah tersedianya makanan terus menerus sepanjang waktu dan disetiap tempat. Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian rentan terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT).  Untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan maka tindakan mengurangi serangan OPT melalui pemanfaatan serangga khususnya musuh alami dan meningkatkan diversitas  tanaman seperti penerapan  tanaman  tumpang sari, rotasi tanaman dan penanaman lahan-lahan terbuka dapat dilakukan karena meningkatkan stabilitas ekosistem serta mengurangi resiko gangguan OPT.  Mekanisme alami seperti predatisme, parasitisme, patogenisitas, persaingan intraspesies dan  interspesies, suksesi, produktivitas, stabilitas dan          keanekaragaman hayati dapat dimanfaatkan untuk mencapai pertanian berkelanjutan.
Salah satu komponen PHT adalah pengendalian dengan menggunakan musuh alami.  Teori mendasar dalam pengelolaan hama adalah mempertimbangkan komponen musuh alami dalam strategi pemanfaatan dan pengembangannya.  Taktik pengelolaan hama melibatkan musuh alami untuk mendapatkan penurunan status hama disebut pengendalian hayati.  Pemanfaatan musuh alami tidak menimbulkan pencemaran, dari segi ekologi tetap lestari dan untuk jangka panjang relatif murah.  Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami atau secara biologis adalah kerja dari faktor biotis seperti parasitoid, predator dan patogen terhadap mangsa atau inang, sehingga menghasilkan suatu keseimbangan umum yang lebih rendah daripada keadaan yang ditunjukkan apabila faktor tersebut tidak ada atau tidak bekerja.
Pengendalian HAYATI merupakan salah satu pengendalian yang dinilai cukup aman karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu :
1)  selektivitas tinggi dan tidak menimbulkan hama baru,
2)  organisme yang digunakan sudah tersedia dialam,
3)  organisme yang digunakan dapat mencari dan menemukan inangnya,
4)  dapat berkembang biak dan menyebar,
5)  hama tidak menjadi resisten atau kalau terjadi sangat lambat, dan
6)  pengendalian berjalan dengan sendirinya. 
Pengendalian biologi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
1)      pengendalian biologi alami yaitu pengendalian hama dengan musuh alami, tanpa campur tangan manusia,
2)      pengendalian biologi terapan yaitu pengendalian hayati dengan campur tangan manusia.
Telah diketahui berbagai jenis  musuh alami yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : parasitoid, predator dan patogen.  Terdapat 79 jenis musuh alami WBC diantaranya adalah parasitoid, predator dan patogen.  Musuh alami yang potensial untuk penggerek batang padi (PBP) adalah parasitoid. Ada 3 jenis parasitoid PBP yaitu : Tetrastichus schenobii Ferr., Telenomus rowani Gah., dan Trichogramma  japonicum Ashm  (Jepson, 1954; Soehardjan, 1976).  Sampai saat ini telah diketahui banyak spesies jamur patogen serangga (JPS) pada tanaman padi.  Di antara patogen tersebut Hirsutella citriformis, Metarrhizium anisopliae dan Beauveria bassiana mempunyai potensi untuk mengendalikan WBC.  Keberadaan musuh alami hama khususnya hama padi sangat penting dalam menentukan populasi hama tersebut.  Parasitoid dan predator mampu menurunkan padat populasi hama, sedangkan  infeksi JPS dapat mematikan dan mempengaruhi perkembangan hama, menurunkan kemampuan  reproduksi, serta menurunkan ketahanan hama terhadap predator, parasitoid dan patogen lainnya. Berbagai jenis artropoda terdapat dalam ekosistem padi sawah  dan turut berperan dalam keseimbangan hayati untuk mencapai pengendalian hama yang ramah lingkungan dan menuju pertanian berkelanjutan. 
Potensi berbagai jenis musuh alami khususnya parasitoid dan predator hama wereng coklat dan penggerek batang padi serta pelestariannya yang dapat dijadikan agen hayati untuk pengendalian hama utama tanaman padi.  Konsep PHT adalah cara pengendalian yang cocok untuk mewujudkan sistem pengendalian yang ramah lingkungan. Hal ini terbukti dari keanekaragaman hayati serangga sesudah PHT lebih komplek dibandingkan sebelum PHT.
M.   EKOSISTEM SAWAH: IRIGASI
Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertaniannya. Dalam dunia modern saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada zaman dahulu jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mangalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun demikian irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian menuangkan pada tanaman satu-persatu.  Untuk irigasi dengan model seperti ini di Indonesia biasa disebut menyiram.
1.      Irigasi Permukaan
Irigasi Permukaan merupakan sistem irigasi yang menyadap air langsung di sungai melalui bangunan bendung maupun melalui bangunan pengambilan bebas (free intake) kemudian air irigasi dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian. Di sini dikenal saluran primer, sekunder dan tersier. Pengaturan air ini dilakukan dengan pintu air. Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang tinggi akan mendapat air lebih dulu. 
Gambar 1.1.5
1)      Irigasi Lokal
Sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Di sini juga berlaku gravitasi, di mana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu. Namun air yang disebar hanya terbatas sekali atau secara lokal.
2)      Irigasi dengan Penyemprotan
Penyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau sprinkle. Air yang disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar.
3)      Irigasi Tradisional dengan Ember
Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali. Di samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember.
4)      Irigasi Pompa Air
Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air, kemudia dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran. Pada musim kemarau irigasi ini dapat terus mengairi sawah.
Gambar 1.1.6
IRIGASI PASANG-SURUT DI SUMATERA, KALIMANTAN, DAN PAPUA
memanfaatkan pasang-surut air di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Papua dikenal apa yang dinamakan Irigasi Pasang-Surat (Tidal Irrigation). Teknologi yang diterapkan di sini adalah: pemanfaatan lahan pertanian di dataran rendah dan daerah rawa-rawa, di mana air diperoleh dari sungai pasang-surut di mana pada waktu pasang air dimanfaatkan. Di sini dalam dua minggu diperoleh 4 sampai 5 waktu pada air pasang. Teknologi ini telah dikenal sejak Abad XIX. Pada waktu itu pendatang di Pulau Sumatera memanfaatkan rawa sebagai kebun kelapa. Di Indonesia terdapat 5,6 juta Ha dari 34 Ha yang ada cocok untuk dikembangkan. Hal ini bisa dihubungkan dengan pengalaman Jepang di Wilayah Sungai Chikugo untuk wilayah Kyushu, di mana di sana dikenal dengan sistem irigasi Ao-Shunsui yang mirip. Dengan
5)      Irigasi Lahan Kering dan Irigasi Tetes
Di lahan kering, air sangat langka dan pemanfaatannya harus efisien. Jumlah air irigasi yang diberikan ditetapkan berdasarkan kebutuhan tanaman, kemampuan tanah memegang air, serta sarana irigasi yang tersedia.  Ada beberapa sistem irigasi untuk pertanian lahan kering, yaitu:
(1) irigasi tetes (drip irrigation), 
(2) irigasi curah (sprinkler irrigation), 
(3) irigasi saluran terbuka (open ditch irrigation), dan 
(4) irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation). 
Untuk penggunaan air yang efisien, irigasi tetes merupakan salah satu alternatif. Misal sistem irigasi tetes adalah pada tanaman cabai. Ketersediaan sumber air irigasi sangat penting. Salah satu upaya mencari potensi sumber air irigasi adalah dengan melakukan deteksi air bawah permukaan (groundwater) melalui pemetaan karakteristik air bawah tanah. Cara ini dapat memberikan informasi mengenai sebaran, volume dan kedalaman sumber air untuk mengembangkan irigasi suplemen. 
N.    KONDISI GEOGRAFIS KAB. BATOLA     
            Kabupaten Barito Kuala yang ber-ibukota Marabahan terletak paling barat dari Provinsi Kalimantan Selatan dengan batas-batas: sebelah utara Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tapin, sebelah selatan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banjar dan Kota Banjarmasin, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Dengan letak astronomis berada pada 2°29’50” - 3°30’18” Lintang Selatan dan 114°20’50” - 114°50’18” Bujur Timur. Kabupaten Barito Kuala berada pada hamparan wilayah yang datar dengan kelerengan 0% - 2%, dengan ketinggian elevasi berkisar antara 1-3 meter di atas permukaan laut.
Sebagaimana diketahui bahwa wilayah Kabupaten Barito Kuala diapit oleh dua buah sungai besar yaitu Sungai Barito dan Sungai Kapuas, hal ini sangat mempengaruhi tata air yang ada di wilayah kabupaten ini, Disamping itu terdapat pula 3 buah terusan (anjir) buatan yang menghubungkan Sungai Barito dan Sungai Kapuas yaitu Anjir Talaran, Anjir Serapat dan Anjir Tamban. Keadaan hidrologi ini sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan present land use baik di daerah ini maupun di bagian hulu. Dalam musim hujan pada waktu pasang air Sungai Barito dapat membanjiri sebagian besar wilayah ini dan mengakibatkan permukaan tanah tergenang terus menerus.Kapasitas pengairan alam melalui anak-anak sungai kecil sehingga terbentuk tanah rawa. Pasang surut turut pula mempengaruhi tata air yang ada, yang selalu bergerak naik turun mengikuti fluktuasi pasang surut air pada Sungai Barito dan Sungai Kapuas, gerak pasang surut ini terjadi 2 kali dalam 24 jam dan setiap harinya terlambat 50 menit sesuai dengan peredaran bulan. Perbedaan tinggi rendah permukaan air pada waktu pasang surut dapat mencapai 2-3 M, gerak pasang surut inilah yang dimanfaatkan oleh para petani untuk menggali handil-handil (parit).
pada daerah yang akan dijadikan persawahan Secara umum daerah ini ditutupi oleh tumbuhan rawa daerah pantai ditutupi oleh hutan bakau (Mangrove) dan sedikit ditemukan cemara laut (Cacuarina sp). Sedangkan daerah yang masih dipengaruhi oleh air payau 1-3 Km dari pantai, di lokasi ini banyak ditumbuhi pohon nipah dan tumbuhan lainnya adalah nibung. Tumbuhan jingah, rambai yang tumbuh di sepanjang sungai, tumbuhan galam (Melaleuca spp) dan purun tikus (Fimbristylis spp) terdapat pada daerah yang sifat keasamannya antara PH 3,5-4,5 yang biasanya tumbuhan ini hidup berdampingan dan kadangkadang diselingi oleh rumput-rumputan.
Galam merupakan pohon yang amat dominan dijumpai di wilayah ini, sedangkan hutan primier tidak ada. Jenis kayu hutan yang lain adalah belangiran (Shorea Belangiran), tumih. Tumbuhan air seperti enceng gondok dan rumput air yang acap kali menutupi saluran (anjir), sehingga menghambat lalu lintas air.Di daerah ini dijumpai juga beberapa jenis fauna yang hidup dan bisa kita temui, diantaranya beberapa jenis ikan darat seperti ikan gabus (Ophicephalus striatus), papuyu (Anabs testudineus), sepat, baung, patin, pipih dan lain-lain. Ikan-ikan tersebut hidup di sungai-sungai dan saluran rawa-rawa serta sawah. Jenis reftil seperi ular sawah, biawak. Terdapat pula salah satu jenis kera yang khas dan langka yaitu Bekantan (Nasalis Larvatus) yang merupakan maskot fauna Provinsi Kalimantan Selatan.
Binatang mamalia lainnya adalah beberapa jenis kera, kucing hutan, beruang, musang dan lain-lain. Binatang lain yang merupakan hama tanaman adalah tikus dan babi hutan Jenis tanah yang diperoleh dari hasil survey eksplorasi yang sudah ada, disini terdapat dua jenis tanah yang masing-masing adalah ORGANOSOL yakni seluas 101.900 Ha (34%) dan tanah ALLUVIAL seluas 191.390 Ha (66%). Tanah Organosol berwarna coklat hitam dan sering tanah ini disebut gambut atau peat (bahan yang mudah terbakar), tanah ini terbentuk dari serat tumbuh-tumbuhan yang mengalami proses pembusukan, sifat keasamannya sangat tinggi sehingga kalau ingin mempergunakan tanah ini harus dengan sistem drainage. Tanah Alluvial berwarna coklat hijau, tanah ini terdiri dari endapan Alluvium yang bahan induknya terutama termasuk dari pasir dan lumpur yang dibawa dan diendapkan oleh arus sungai dari pedalaman, tanah terdapat di sepanjang Sungai Barito dan tepi Sungai Kapuas, berupa tanggul-tanggul dan juga pada beberapa medeander sungai. Tanah Alluvial ini menutupi areal seluas 191.390 Ha, atau lebih kurang 64% dari luas wilayah Kabupaten Barito Kuala dan merupakan daerah terbaik bagi pertanian pasang surut.
Kemampuan tanah di daerah ini di ketahui bawah wilayah ini tidak seluruhnya datar, yakni lereng 0,2 % sehingga merupakan daerah endapan. Keadaan effektif tanah untuk alluvial lebih besar dari pada 90 cm tercatat hampir 60% - 64% dari luas wilayah, sedangkan daerah yang ketebalan gambutnya lebih besar dari 75 cm terdapat seluas 6,74% tekstur tanah 95% liat (halus) sedangkan drainage yang dominan yakni di daerah yang tergenang rawa, untuk erosi tidak ada. Dari data diatas, kalau kita transparankan pada peta penggunaan tanah dengan peta kemampuan tanah dan jenis tanah maka akan kita lihat pada umumnya daerah yang diusahakan penduduk adalah daerah alluvial yang digunakan pada umumnya persawahan, karena memang merupakan daerah yang cukup subur. Pada daerah orgonosal atau gambut juga telah diusahakan dengan membuat handil-handil atau saluran-saluran pembuangan air sehingga untuk tempattempat
ketebalan gambutnya cukup tinggi dengan adanya handil-handil tersebut ketebalannya bisa menipis, sehingga bisa diusahakan Kabupaten Barito Kuala terletak di garis Khatulistiwa yang banyak curah hujannya, menurut FH. SCHMIT dan Y.A. FERGUSON dan VARHANDELINGAN nomor 42 dari Jawatan Meteorologi dan Geofisika, wilayah ini termasuk daerah hujan tipe b yaitu iklim yang mempunyai 1-2 bulan kering dalam setahun. Temperatur rata-rata antara 26° C – 27° C, suhu maksimal adalah 27,50° C terdapat pada bulan Oktober, sedangkan suhu minimum terdapat pada bulan Juli dengan suhu mencapai 26,50°C. Menurut penelitian angka ratarata hujan setiap tahunnya adalah 2665 mm dengan 107 hari hujan untuk Daerah Marabahan.
Angin pada bulan Januari, Pebruari dan Maret berhembus dari arah Barat Laut, bulan April dari arah Tenggara dan pada bulan Nopember, arah angin dari Barat Laut. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh iklim, geografi dan pertemuan arus udara.
Jumlah curah hujan selama Tahun 2009 sebesar 2.047 mm. Curah hujan tertinggi pada Tahun 2009 terjadi pada bulan Januari dan Desember yaitu sebesar 359,7 dan 334 mm. Sedangkan curah hujan terendah terjadi di bulan September yakni sebesar 9,7 mm. Jumlah hari hujan selama Tahun 2009 sebanyak 107 hari dengan hari hujan terbanyak adalah di bulan Januari sebesar 19 hari. Hari hujan terjarang terjadi di bulan Agustus dan September sebanyak 1 hari hujan.
















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Ekosistem merupakan suatu proses yang terbentuk karena adanya hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya, jadi kita tahu bahwa ada komponen biotik (hidup) dan juga komponen abiotik(tidak hidup) yang terlibat dalam suatu ekosistem ini, kedua komponen ini tentunya saling mempengaruhi, contohnya saja hubungan heewan dengan air. Interaksi antara makhluk hidup dan tidak hidup ini akan membentuk suatu kesatuan dan keteraturan.
Kabupaten Barito Kuala yang ber-ibukota Marabahan terletak paling barat dari Provinsi Kalimantan Selatan dengan batas-batas: sebelah utara Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tapin, sebelah selatan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banjar dan Kota Banjarmasin, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Dengan letak astronomis berada pada 2°29’50” - 3°30’18” Lintang Selatan dan 114°20’50” - 114°50’18” Bujur Timur. Kabupaten Barito Kuala berada pada hamparan wilayah yang datar dengan kelerengan 0% - 2%, dengan ketinggian elevasi berkisar antara 1-3 meter di atas permukaan laut.
B.     SARAN
Semoga penyajian dalam makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembacanya. Untuk itu apabila ada kata yang salah atau menyinggung para pembaca, kami minta maaf yang sebesar-besarnya. Tidak luput dari kelemahan dan kekurangan maka kami mengharapkan tegur sapa serta kritik yang membangun dari pembaca, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pembaca karena berkenan kiranya membaca dan memahami serta mengamati hasil dari makalah kami.